Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Membuat Persahabatan

"Good friends, good books, and a sleepy conscience: this is the ideal life." (Mark Twain)

Agustus. 2009. Senin - 08.00 WIB

Cuprum*

Begitu kelas ber-plang XI IPA 2 itu diberi nama (hasil kesepakatan kelas atas pengaruh gagasan Runi tentang teori tembaga). Kelas itu berada persis di ujung kiri dari arah gerbang sekolah, berderetan dengan kelas XI IPA 1 dan kelas XI Bahasa. Berbeda dengan ruang kelas lainnya yang menghadap timur dan selatan, enam kelas—termasuk kelas Cuprum letaknya di ujung kanan, dipisahkan oleh aula sekolah—itu justru menghadap ke barat.

Tepat di depan pintu, sebuah lapangan sepakbola yang merangkap lapangan basket membentang dengan gagah. Nilai plusnya, pertama, kelas itu jauh dari kelas lain dan ruang guru. Cukup menguntungkan bagi anakanak cowok. Mereka bisa dengan mudah bermain bola kalau jam kosong atau tertawa besar-besar tanpa takut guru-guru piket mendengar. Malah, mereka bisa saja melakukan keributan yang lebih besar lagi seperti membunyikan petasan, atau keluar masuk lewat pagar. Itu kalau mereka tidak cukup berotak, tentunya. Kedua, bukit di belakang Classic ternyata bagus untuk bisa menyaksikan semburat sinar matahari sore yang sangat indah. Meski sedikit yang menyadarinya.

Runi termasuk yang menyadarinya. Ia sering menyambangi tempat itu sendirian, memanjat pohon Akasia sambil duduk atau tidur-tiduran di salah satu dahan terbesar dan merencanakan hal gila yang sanggup dilakukan seorang anak SMA—tanpa kehilangan uang saku—untuk membuat Mamanya yakin kalau atmosfer kota ini tidak cocok untuknya, cowok itu malah makin gelisah karena dia rasa, dia mulai melupakan rencanarencananya. Dia menemukan hal-hal bagus, tempat-tempat bagus untuk melihat matahari terbit dan terbenam, dan kawan-kawan yang baik, jauh dari kesan high class seperti sekolahnya di Jakarta (pada dasarnya mereka lugu. Meski sebagian terlihat tidak ingin sekali dianggap tidak tahu apaapa. Jadi, ketika mode rambut, pakaian, tas dan apapun yang dianggap sedang trend, mereka mengikutinya.) Meski mereka tetap remaja kebanyakan yang suka hal-hal baru, hang out, dan diakui.

Bersama teman-temannya, Runi bahkan jadi sering jogging sampai ke GOR) Runi mulai memaklumi keadaannya yang minim fasilitas, meski belum semuanya.

Tidak ada yang paling seru selain berkumpul dan menemukan kenyataan kalau ternyata teman-temannya terjangkit virus merah jambu, menjadi gila ketika membahas soal bola atau menyanyikan lagu Kawin Massal setiap memergoki sepasang siswa yang mojok di belakang sekolah yang sepi.

Toh waktu berlalu cepat, kelas Runi juga semakin sibuk. Ulangan, ujian tengah semester, praktek Biologi, Fisika, dan sebagainya sudah cukup menyita waktu.

Termasuk gadis itu.

***

"Woiii..! lihat buku Biologi aku nggak?" Baron berteriak. Sesekali ia mengelus kepalanya yang sudah tumbuh rambut.

"Salah dewek*! Buku kau tinggal-tinggal di laci! Kalau sudah gini kan, kau yang saro*" omel Lid dengan nada Jambi, sambil menunjuk-nunjuk Baron dengan gunting kertas.

"Hadeh.... sudah-sudahlah Lid...!"

Baron malas meladeni Lid. Ia sibuk bertanya pada petugas piket hari ini. Tami menggeleng pelan saat Baron menanyainya. Beberapa kali Tami melihat ke langit yang mendung, mungkin hujan akan turun sebentar lagi. Ia mempercepat tugasnya mengerjakan mainan jendela; menempel CD bekas dengan kertas manila.

Sore ini, seluruh siswa Cuprum sengaja tetap tinggal di sekolah lantaran sibuk mendekorasi kelas. Tahun ini, selain penampilan di panggung kesenian, kebijakan pentas seni Classic mewajibkan setiap kelas menghias kelas mereka dengan menunjukkan kebudayaan salah satu provinsi di Indonesia. Anak-anak Cuprum memilih Jambi sebagai tema. Mereka juga harus membuat bazaar kesenian dan makanan tradisional. Beberapa anak sibuk mengecat tembok, beberapa sedang menyapu, mencabut rumput, dan memasang aksesoris kelas.

Tapi sesibuk apapun kelas Cuprum, hanya Baron yang tampak lebih sibuk dari kebanyakan. Ia sibuk sendiri; mengejar Runi yang bolos latihan band, menjitaki Kaisar yang tak kunjung hapal nada dan menanyakan seisi kelas dengan histeris karena ia kehilangan buku latihan Biologinya. Dia khawatir akan dihukum membuat resume kerajaan hewan dan tentaranya seperti yang Runi lakukan di perpus akhir-akhir ini.

Sampai akhirnya di tengah lapangan basket Runi dan Kaisar berteriak-teriak sambil mengibarkan sebuah buku bersampul biru milik Baron. Kontan Baron memaki-maki dengan menyebut nama jenis-jenis hewan dan Darah lumpur kotor—membuat Alya memasang ekspresi mual—dan mengejar dua kawannya itu dengan membawa tali. Mereka bertiga berkejaran.

Awalnya hanya bertiga, Tapi Rizal ikut mengejar karena Baron melarikan tali yang akan digunakan kelas, Lid yang memang suka dengan segala jenis kehebohan ikut serta, Double-Son dan beberapa anak cowok yang sejak tadi sibuk mengangkat meja untuk bazaar di lapangan basket menyoraki karena mereka bisanya cuma lari-lari. Meskipun ujungnya ikut membantu Baron menangkap Runi dan Kaisar. Kemudian tertawa-tawa.

Sampai akhirnya hujan turun.

Tapi mereka tetap saja berlari-lari.

"Ayo ke tempat mereka!" Alya yang sejak tadi tertawa dengan tingkah teman-temannya, menarik lengan Tami.

"Hujan."

"Kan hujan nggak bikin demam. Ayo!"

"Ngapain?"

Alya tersenyum. Lalu berkata, "Membuat persahabatan."

Tami tercenung. Ia tak bisa menolak tarikan Alya yang gigih menujulapangan. Dan ketika ia benar-benar tiba di tengah lapangan, ia sudah bersamateman-temannya, menatap langit. Tak ada petir. Hanya hujan dan matahari yangpelan-pelan ingin terbenam.

***

"Katanya kalau minum air hujan langsung dari langit, kita bisa cantik."

"Kata siapa?"

"Kata kamu."

Tami memandang langit-langit kamarnya. Percakapan-percakapannya dengan Alya itu membuatnya menghentikan aktivitas mengumpulkan perlengkapan-perlengkapan belajar besok. Jujur, baru kali ini ia bingung dengan sikap seseorang. Dulu Alya yang menghindarinya. Sekarang anak itu malah menghampirinya.

Mau apa dia?

Tapi, tiba-tiba suara berisik datang dari arah dapur.

Tami membuyarkan lamunannya. Suara itu lagi. Suara ribut itu lagi. Mereka pasti ribut lagi. Cewek bermata prominent itu memijit kepalanya. Tami benci pertengkaran. Ia paling tidak tahan melihat orang betengkar. Hatinya selalu sakit dan ketakutan sekalipun bukan ia objek kemarahannya. Pertengkaran kedua orangtuanya terdengar berdenging-denging. Sebenarnya mereka bertengkar dengan sangat pelan, berusaha sangat pelan karena sudah tengah malam.

Tapi dengan rumah sekecil itu, siapapun bisa mendengar. Sementara Tami hanya berpura-pura memejamkan mata. Kemudian Tami menutup telinganya berharap malam ini ia bisa tidur tanpa bisa mendengar keributan. Atau kalau perlu, ia tak ingin terbangun lagi. Jadi besok tak pernah tiba.

***

Key words : cuprum (tembaga), Dewek (Sendiri), Saro (Susah)

AN. Hai! Ada banyak cara untuk memulai persahabatan. salah satunya SKSD. wkwk. oya... Jangan lupa vomment-nya ya. Makasih.. :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro