Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2

Lelaki berambut pirang itu duduk sendirian seraya menikmati segelas kopi hangat seraya menatap keluar melalui jendela. Seharusnya saat ini masih musim panas, namun entah kenapa belakangan ini lumayan sering hujan.

Hujan mengingatkannya akan pertemuannya dengan sang mantan kekasih setelah mengetahui fakta bahwa Itachi telah menjalin asmara dengan sepupunya. Dan ia mati-matian memastikan agar langkah kaki tidak membawanya ke kafe milik lelaki itu. Ia tak akan sanggup menahan rasa canggung seandainya ia bertemu dengan Sasuke.

Beberapa minggu telah berlalu dan mereka tak pernah lagi berkomunikasi sesudahnya. Sasuke tidak memblokir teleponnya dan mungkin masih memiliki kontaknya, namun memutuskan tidak mengirim pesan atau menelpon. Dan ia pun melakukan hal yang sama.

Ia pikir, ia masih akan terbelenggu akan Itachi yang hidup di dalam benaknya. Namun sosok lelaki itu pada akhirnya memudar tanpa ia sadari dan mulai digantikan akan sosok lain, yakni Sasuke.

Setiap mengingat lelaki itu, dadanya terasa sesak akan perasaan bersalah. Ia merindukan segala aspek dari seorang Uchiha Sasuke. Ia rindu bagaimana sepasang mata hitam yang biasa menatap tajam itu menatapnya dengan tatapan lembut yang meneriakkan cinta tak bersyarat, panggilan 'Dobe' yang hanya ditujukan untuknya seorang, juga kehangatan dan sentuhan lelaki itu.

Ia merasa terlindungi setiap bersama Sasuke dan ia merasa bahwa dirinya menderita di dalam hubungan mereka. Namun sesungguhnya ia lah yang membuat Sasuke menderita dalam cinta semu yang ia tunjukkan padanya.

Ia begitu bodoh ketika ia menginginkan seorang lelaki yang bahkan tak menginginkan dirinya hingga membuang lelaki lain yang mendambakan dirinya.

Mengapa ia membuat keputusan bodoh seperti ini? Mengapa ia tak menyadari ketulusan Sasuke lebih awal dan hanya berpikir untuk memanfaatkan lelaki itu agar ia bisa melupakan Itachi sekaligus mendapatkan keamanan finansial?

Apa yang kurang dari seorang Uchiha Sasuke yang juga tak kalah tampan dibandingkan sang kakak, bahkan sepertinya lebih? Sasuke juga tak kalah mapan dan mandiri. Lelaki itu bahkan berhasil membangun bisnisnya dengan kerja keras sendiri, dan ia juga bukan tipe pria yang menggoda pria atau wanita manapun.

Bahkan Sasuke juga membebaskannya melakukan apapun selama tidak merugikan dirinya sendiri ketika pria cenderung mengatur pasangannya. Ketika ia menginginkan sesuatu, Sasuke akan mendukungnya dan memberi bantuan sekaligus mengawasi dari kejauhan sebisanya.

Mengapa ia tak menyadari jika Sasuke begitu mencintainya hingga melakukan hal itu? Mungkin Sasuke bukan lelaki yang terlihat paling hangat dan romantis di dunia ini, namun lelaki itu menggunakan caranya sendiri untuk menunjukkan kehangatan yang sama.

Naruto mengangkat cangkir dan meminum seteguk kopi pahit. Ia bukanlah pecinta rasa pahit, namun rasa itu mengalihkan atensinya sejenak dari rasa sesal dan bersalah.

Seandainya ia bisa mengulang masa lalu, ia ingin membuat keputusan yang berbeda.

.

.

Sasuke mengalihkan pandangan sejenak dari layar komputer jinjing dan menyadari jika hujan baru saja turun. Ia mendesah pelan dan mendadak teringat akan kedatangan Naruto kali terakhir ia berada di cabang kafe ini.

Saat itu juga hujan, bahkan jam nya juga sama. Yang berbeda hanyalah relasi mereka. Saat itu ia masih memendam rasa dan belum menjadi kekasihnya, kini hubungan mereka telah berakhir.

Logika Sasuke runtuh begitu ia meninggalkan kamar hotel dan sejak itu ia terus menyalahkan dirinya sendiri. Apa yang salah dengannya hingga Naruto masih tak jua berpaling padanya? Apakah ia membuat lelaki itu tak nyaman?

Sesungguhnya Sasuke menyadari jika ada yang salah ketika Naruto menyatakan perasaan padanya. Malam itu Naruto terlihat kacau, bak seseorang yang baru saja patah hati. Maka ketika lelaki itu menyatakan cinta dalam waktu yang begitu singkat ia merasa curiga.

Namun ia memilih mengabaikannya. Ia pikir perasaan akan berubah seiring berjalannya waktu dan ia hanya perlu berusaha melakukan yang terbaik. Namun faktanya tidak begitu, dan ketika ia dihadapi realita, ia merasa kecewa setengah mati.

Bagaimana kabar Naruto sekarang? Apakah lelaki itu baik-baik saja secara fisik dan mental? Tunggu, mengapa ia malah mengkhawatirkan lelaki yang kini hanya sekedar kenalan? Lelaki itu bukan kekasih atau bahkan sahabat lagi untuknya.

Rasanya ia telah tenggelam begitu dalam akan cintanya pada Naruto hingga ia tak lagi peduli jika lelaki itu tak mencintainya. Untuk kali ini, atau mungkin seterusnya entah hingga kapan, ia membiarkan dirinya sendiri menjadi budak cinta, yang tetap mencintai meski orang yang ia cintai tak membalas perasaannya.

Toh cinta tak harus dimiliki. Ia bisa tetap mencintai seoran Uzumaki Naruto hingga akhir hidupnya tanpa harus menjadikan lelaki itu miliknya.

.

.

Musim panas berlalu, begitupun dengan musim gugur dan musim dingin yang berulang bagaikan sebuah siklus.

Ketika daun-daun berguguran di musim gugur, ia berharap kerinduannya akan ikut gugur. Dan ketika musim dingin yang membekukan tulang tiba, ia mengira jika hatinya akan ikut membeku.

Nyatanya hal yang ia harapkan tak pernah terjadi. Kerinduannya mekar bak bunga di musim semi dan perasaannya tetap hangat bagaikan musim panas.

Ia benar-benar terkena karma setelah menyia-nyiakan Sasuke dan kini berakhir dengan mengharapkan eksistensi lelaki itu secara nyata di sisinya.

Ia menatap layar ponselnya sendiri. 31 Desember, pukul sebelas malam. Tiga jam lagi tahun akan berganti. Dan ia sedikit berharap jika relasinya dengan Sasuke akan berubah.

Setiap tahun Sasuke akan mengirimkan pesan tahun baru untuknya. Namun ia tak begitu yakin dengan tahun ini.

Ia berniat mengirimkan pesan terlebih dahulu, tetapi ia khawatir akan reaksi lelaki itu. Bagaimana kalau ia diblokir?

Namun ia tak sanggup lagi bertahan dalam perasaan yang menyesakkan dada. Dan saat ini adalah momentum yang paling pas untuk mengirimkan pesan. Setidaknya jika Sasuke mengabaikan atau bahkan memblokirnya, ia tahu bahwa ia harus berhenti berharap.

Ia segera mengklik tombol whatsapp dan mencari kontak Sasuke. Ia masih bisa melihat foto profil lelaki itu, pertanda bahwa dirinya tidak diblokir.

----------------
To : Sasuke Teme

Happy new year's eve.
----------------

.
.

Sasuke menatap layar jendela dengan ditemani sebotol cairan merah memabukkan serta segelas penuh cairan tersebut.

Semula ia berniat sengaja menyibukkan dirinya dengan berkunjung ke salah satu cabang usahanya. Namun salah satu restoran yang ia kunjungi sedang ramai, bahkan full reserved karena terletak di puncak gedung pencakar langit dan juga terdapat live jazz music.

Ia tidak begitu suka keramaian sehingga memilih kembali ke rumah akhirnya dan menghabiskan malam tahun baru dengan ditemani alkohol sendirian.

Ia tak memiliki banyak teman, dan mereka semua suda memiliki rencana masing-masing dengan keluarga atau kekasih mereka. Lagipula ia sendiri yang menolak tawaran untuk berlibur bersama teman dengan alasan ingin berlibur bersama kekasihnya ketika mereka memesan tiket jauh-jauh hari.

Dan ia juga jelas tidak mungkin mengajak koleganya menghabiskan malam tahun bersama sehingga memilih sendirian.

Ia telah menerima pesan ucapan selamat tahun baru sejak matahari terbenam, baik dari kolega atau teman. Namun ucapan itu tak membantu rasa kesepiannya sirna.

Seandainya hubungan mereka tak berakhir, maka ia akan menghabiskan malam ini dengan makan bersama kekasihnya yang diakhiri dengan cumbuan, atau mungkin juga tidak.

Sasuke meraih ponselnya ketika terdengar suara notifikasi. Lagi-lagi sebuah pesan ucapan selamat tahun baru dan ia berniat meng-copy paste template jawaban yang sudah ia persiapkan sebelumnya agar tidak perlu capek-capek mengetik serta mengubahnya sedikit agar jawabannya terkesan lebih personal.

Tepat ketika ia akan mengecek nama pengirim pesan untuk mengubah sedikt bagian dari pesan yang akan ia kirimkan, ia terkejut melihat nama pengirim pesan.

Uzumaki Naruto. Nama lelaki yang hingga detik ini masih mengisi hatinya meski ia mati-matian melupakannya hingga mengubah nama kontak lelaki itu dari nama yang semula tertulis 'Naruto Dobe'.

Sasuke menyerah untuk mencoba memahami dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia tetap mencintai Naruto ketike jelas-jelas lelaki itu mengecewakannya dan menipunya? Barangkali hanya Tuhan yang tahu bagaimana bisa cintanya tetap tak memudar.

Ia segera mengetikkan pesan balasan meski sebetulnya lebih efisien jika ia memakai template dan mengubahnya sedikit.

Naruto membaca pesan itu beberapa detik kemudian dan mulai mengetiklan pesan balasan.

Tatapan Sasuke tertuju secara intens pada layar ponselnya. Ia menunggu lelaki itu membalas pesannya, namun tak kunjung  memberi balasan.

Pada akhirnya Naruto mengirimkan pesan balasan dan ia segera membacanya.

----------------
Uzumaki Naruto
----------------

Maaf untuk semua yang terjadi beberapa bulan lalu.

Kuharap kau bisa memulai tahun yang baru dengan lebih baik. Aku berharap agar kau bahagia, Sasuke.

(Kalau kau mau memblokirku sesudah ini juga tidak masalah. Aku cuma ingin bilang begini padamu.)
----------------

Untuk sesaat Sasuke terdiam. Ia tak mengira Naruto akan mengirim pesan semacam ini padanya.

Sampai matipun ia tetap tak akan memblokir Naruto. Ia tak ingin kehilangan akses dengan pria yang mengisi hatinya selama lebih dari satu dekade.

Ia segera mengirimkan pesan, sedikit lebih panjang ketimbang pesan yang biasanya singkat.

----------------
Kau juga.

Aku tidak akan memblokirmu.
----------------

Sasuke tak peduli ketika ia terkesan seperti lelaki yang tak punya harga diri. Persetan dengan opini orang, toh ia hidup demi dirnya sendiri.

Sebetulnya, ia ingin meyiratkan harapan bahwa ia ingin tetap terkoneksi dengn lelai itu. Karena itulah ia mengatakan begitu.

Kali ini pesan balasan dari Naruto datang lebih lama dibanding sebelumnya. Seraya menunggu Naruto dengan ponsel yang ia letakkan di pahanya, ia meraih segelas alkohol dan menatap pemandangan kota yang dipenuhi lampu yang begitu terang, bagai hendak mengalahkan sang mentari.

Kembang api telah mulai dimainkan sejak pukul setengah delapan dan akan mencapai puncaknya satu jam lagi.

Saat ini langit mulai dipenuhi dengan kembang api berwarna-warni daru berbagai penjuru, seolah tengah bersahut-sahutan.

----------------
Uzumaki Naruto
----------------
Kau tidak marah padaku? Apakah artinya kita bisa kembali berteman?
----------------

Bolehkah ia berharap lebih? Ia merasa paling bahagia ketika bersama Naruto meski lelaki itu menawarkan kesemuan.

Ah, setidaknya, ia ingin menghabiskan malam tahun baru bersama lelaki itu juga memungkinkan. Sebagai seorang teman lama jika bukan sebagai kekasih.

----------------
Kau dimana? Sedang sendirian?
----------------

Naruto membalas pesannya tak lama kemudian.

----------------
Uzumaki Naruto
----------------
Aku di rumah. Sendiri.
Kenapa?
----------------

Sasuke tahu di mana rumah Naruto. Lelaki itu tinggal di sebuah apartemen tua yang sebetulnya tidak nyaman jika dibandingkan dengan apartemennya sendiri yang menawarkan pemandanga kota dari puncak gedung setinggi tiga puluhan lantai.

Ia meraih ponsel dan kunci mobilnya, bersiap menjumpai lelaki itu.

.
.

Naruto terkejut ketika bel rumahnya berbunyi. Ia merasa terkejut dan sedikit takut karena seharusnya tak seorangpun mengunjungi rumahnya.

Ia memutuskan mengintip melalui lubang di pintu dan terkejut ketika melihat orang di pintu.

Selama beberapa bulan terakhir, ia tak pernah mengira jika lelaki itu akan tiba. Ia tak tahu apa alasan lelaki itu datang dan ia tidak pernah berpikir lelaki itu akan datang. Sasuke mendadak memintanya untuk tidak beranjak kemanapun sebelum berhenti membalas pesannya dan mebuatnya kebingungan.

Ia segera membuka pintu dan seketika merasa canggung saat tatapannya bersua dengan lelaki itu.

"Sa ... suke?" ucapnya dengan napas tercekat karena terkejut.

Sasuke terdiam di tempatnya. Ia kehilangan kata-kata yang ingin ia ucapkan. Pada akhirnya ia menatap sebotol wine yang ia bawa dan berkata, "Aku menemukan ini di tempat penyimpanan. Seseorang memberikan ini untukku dan kupikir ini lebih cocok untuk seleramu ketimbang aku. Jadi kuberikan padamu."

Tentu saja bukan itu alasan kedatangannya. Ia hanya mencari-cari alasan dan mengambil sebotol wine dari tempat penyimpanan yang tidak begitu ia sukai namun tak tega untuk dibuangnya.

Naruto menerima sebotol wine dalam kantung kertas dengan ragu dan mengucapkan terima kasih tanpa mematap lelaki itu.

Sejujurnya ia masih merasa canggung, terlebih setelah apa yang terjadi beberapa bulan yang lalu. Pada akhirnya ia menawarkan lelaki itu untuk masuk yang dijawab dengan sesuatu yang membuatmya terkejut setengah mati.

"Kau ingin menemaniku di rumah? Kau bisa melihat kembang api di sana."

Sasuke terkejut dengan apa yang ia ucapkan sendiri. Ia begitu gamblang mengutarakan apa yang ia pikirkan, padahal ia baru menghabiskan satu gelas wine.

Naruto merasa gugup. Apa yang membuat Sasuke mendadak datang dan mengundangnya untuk datang ke rumah lelaki itu?

"Bolehkah? Kau tidak keberatan?" tanya Naruto dengan gugup.

Sasuke mengangguk dan Naruto berpikir untuk memanfaatkan sedikit kesempatan. Mungkin Sasuke sedang mabuk sekarang, dan ia akan pergi sebelum lelaki itu sadar dari mabuknya.

.
.

Naruto melangkahkan kaki memasuki apartemen Sasuke. Apartemen itu tidak memiliki banyak barang, namun terkesan sangat nyaman.

Ia tak pernah menduga jika ia masih berkesempatan mengunjungi apartemen ini dan menemui sang pemilik.

Sepanjang perjalanan diisi dengan kebisuan yang mengalir di antara kedua insan, namun terasa menusuk kalbu bagi Naruto.

Biasanya mereka hampir tak pernah berada dalam keheningan yang begitu lama. Ia akan berbicara dengan antusias dan Sasuke mendengarkannya sambil sesekali berkomentar.

Ia ingin berucap, namun tak ada suara yang keluar ketika ia membuka mulutmya. Apa yang harus ia katakan pada Sasuke? Pantaskah ia bersikap seperti dulu seolah tak ada apa-apa yang terjadi.

N
a

mun akhirnya ia merasa tak tahan lagi dan memutuskan bertanya, "Mengapa kau mengajakku ke rumahmu?"

Sasuke terdiam, otaknya sibuk mencari jawaban. Sebetulnya apa yang membuatnya bertindak gegabah begini? Ia bertindak dengan dituntun emosinya dan mengesampingkan logikanya.

"Bukankah kau bertanya apakah kita bisa kembali berteman?"

Naruto mengangguk. Dia memang bertanya begitu dengan mempertaruhkan sedikit harga dirinya yang masih tersisa.

"Ah, iya. Aku memang bertanya begitu, sih," Naruto tersenyum kikuk sebelum berpikir dan sejenak dan menyadari satu hal.

"Ah! Maksudnya aku boleh ke rumahmu karena kau bersedia kembali berteman denganku?"

Sasuke mengangguk meski maksud sebetulnya adalah ia ingin menghabiskan malam tahun baru bersama.

Ia melangkahkan kaki dan meninggalkan Naruto sendirian, sedangkan lelaki itu menduduki sofa yang menghadap televisi dengan ragu.

Sebetulnya televisi itu hanya pajangan di rumah Sasuke. Lelaki itu bahka  tidak menyalakannya setiap hari.

Dan ia segera menoleh ketika Sasuke kembali dengan sebuah gelas wine kosong di tangannya.

"Wine?"

"Aku terlanjur membuka sebotol. Aromanya mungkin sudah hampir hilang karena kutinggal begitu saja. Bantu aku menghabiskannya," ucap Sasuke panjang lebar.

Naruto mengangguk dan secara refleks berjalan mengikuti Sasuke menuju kursi di samping jendela besar yang sengaja ia letakkan di sana meski sebetulnya Sasuke hendak membawa botol itu menuju sofa.

"Wah.Ternyata kembang api juga terlihat dari sini," ujar Naruto ketika ia melihat kembang api yang bergantian mewarnai langit.

Sasuke ikut menoleh. Kembang api itu semakin semarak dibanding kali terakhir ia melihatnya dan ia segera meraih ponselnya.

Hanya lima menit tersisa sebelum malam pergantian tahun dan ia memilih untuk menetap di kursinya.

Naruto hanya berdiri menatap kembang api dengan antusias tanpa berkata apapun. Lagipula hanya ada satu kursi yang kini sedang ditempati Sasuke.

"Sesekali enak juga bisa menonton kembang api tanpa harus berdesakan dengan orang lain."

"Namun suaranya tidak terdengar," sahut Sasuke tanpa mengalihkan atensinya pada kembang api itu.

"Kembang apinya semakin semarak. Pasti sebentar lagi akan jam dua belas malam."

"Hn."

Mereka berdua tak lagi berucap dan menatap kembang api yang semakin meriah dan menyala tanpa henti di segala penjuru.

Setiap tahun kembang api paling meriah di jam dua belas malam. Saat itu orang-orang akan berkumpul dan memainkan kembang api bersama-sama.

Beberapa orang yang lebih mampu akan bermain kembang api sejak awal. Namun orang yang cenderung pas-pasan lebih memilih menyimpan amunisi mereka yang terbatas dan memainkannya menjelang jam dua belas malam.

Diam-diam Sasuke sedikit berharap ikut menikmati keseruan tahun baru di tahun depan, bukan sekeder melihatnya dari kejauhan.

Ia sendiri tak mempersiapkan apapun, hanya minum wine dan meletakkan meja serta kursi di depan jendela besar. Ia tak ingin merasa canggung karena sendirian di antara orang yang berkumpul bersama-sama.

Langit dipenuhi kembang api yang begitu cantik di segala penjuru tepat ketika pukul dua belas malam. Di luar sana barangkalo terdengar suara tiupan terompet yang memekakan  telinga secara beriringan.

Sasuke menatap dengan intens, seolah tak ingin melepaskan pandangan barang sedetikpun.

Akhirnya ia baru melepaskan atensi satu menit kemudian, ketika sadar kalau ia bahkan belum menuangkan wine  ke gelas Naruto yang masih kosong.

"Minum," ucap Sasuke seraya menyerahkan gelas pada Naruto.

Naruto menerimanya dan mengucapkan terima kasih. Dan Sasuke segera meraih gelasnya dan mendentingkannya dengan gelas Naruto sebelum meminumnya.

Cairan beraroma itu mengisi kerongkongannya dan membuat tubuh Sasuke sedikit menghangat, begitupun dengan Naruto.

Setidaknya alkohol itu membantu mencairkan kecanggungan di antara mereka. Dan kini Naruto berucap dengan wajah yang sedikit memerah.

"Bagaimana kabarmu, Sasuke?"

"Begitulah. Kau?"

Naruto terdiam sesaat sebelum berkata, "Aku sudah move on sekarang. Tidak lagi mengejar kakakmu."

Sasuke heran kenapa Sasuke mengatakan hal ini padanya. Ia pikir lelaki itu hanya ingjn membuatnya lega setelah ia sendiri mengatakan tak akan membiarkan seandainya lelaki itu menganggu hubungan Itachi.

"Bagus."

"Aku ... " Naruto memutus ucapannya dan ia merasa canggung. Ia segera menenggak habis seluruh gelasnya dan menuangkan wine lagi u tuk dirinya sendiri.

Sasuke menoleh dan menatap Naruto dengan tajam. Cara minum yang benar tidak seperti itu. Lelaki itu bisa cepat mabuk kalau minum dengan cara begitu.

Kepala Naruto mulai terasa pusing setelah menghabiskan gelas kedua, namun ia mengabaikannya. Ia sengaja melakukannya untuk menghindari rasa malu yang akan ia rasakan seandainya ia mengucapaknnha dalam keadaan sadar.

"Aku ... menyukai orang lain sekarang."

Sasuke mengangguk. Ia tak perlu tahu siapa yang disukai lelaki itu. Yang jelas kali ini ia akan memberi dukungan penuh.

"Bagus. Aku mendukungmu."

Naruto kembali menuangkan seluruh isi botol yang tersisa dan memenuhi setemgah gelasnya sebelum kembali meminumnya dengan cepat.

Ia semakin pusing dan mulai sedikit mual. Tampakanya kadar wine itu cukup tinggi.

"Aku bodoh dan menggelikan. Sebenarnya aku menyukaimu."

Kali ini Sasuke terdiam. Lelaki itu tidak serius dengan ucapannya, kan? Apa lagi yang diinginkannya kali ini hingga berniat mempermainkannya.

"Kau pasti berpikir kalau aku main-main lagi. Aku sebetulnya juga berharap begitu. Namun aku baru menyadari ketika hubungan kita berakhir. Aku merasa kehilangan dan kau memang sangat tulus."

Sasuke terdiam. Harga dirinya pasti akan tercoreng jika ia kembali menerima Naruto yang telah menyakitinya. Namun ia tak bisa menipu perasaannya. Lebih dari sepuluh tahun adalah waktu yang cukup lama untuk menilai seseorang.

"Kupikir selama ini aku mencintai Itachi-nii. Sebetulnya aku hanya terobsesi padanya dan mengaguminya."

Sasuke masih tetap terdiam sehingga ia akhirnya meletakkan gelasnya dan berkata, "Jangan salah paham. Aku cuna ingin mengatakannya agar merasa lebih lega. Sesudahnya aku pasti akan move on dan tidak akan menganggumu. Kau harus mendapat yang lebih baik dariku."

Sasuke bangkit berdiri tiba-tiba dan memeluk Naruto dengan erat hingga Naruto hampir melonjak kaget.

Sudah lama ia tak merasakan kehangatan dan aroma Sasuke. Kombinasi sabun mint dan parfum wood yang merupakan aroms tubuh Sasuke membuatnya terpesona dan menginginkannya lagi dan lagi.

"Aku bahkan tidak tahu apakah kau serius atau tidak," ucap Sasuke.

Ia melanjutkan, "Hatiku tetap tak berubah, Dobe."

Naruto mengeratkan pelukannya. Ia merasa berdosa telah menyakiti lelaki itu dan mengkhianati cintanya. Dan ia tak pernah menduga jika Sasuke tetap mencintainya.

Ia membenamkan wajahnya dan meneteskam air mata, menangisi kebodohan sekaligus perasaan bersalahnya.

Sasuke memeluk lelaki berkulit tan itu. Kali ini, ia tak ingin memulai romansa dengan terburu-buru sebelum memastikan perasaan Naruto yang sesungguhnya.

Di tengah kembang api yang masih menghiasi langit, diiringi cuaca dingin dari musim dingin yang masih belum usai,  kedua insan itu membagikan kehangatan satu sama lain.

Di tahun yang baru,mereka berdua memasuki babak baru yang diawali dengan cinta yang semu.

- The End-

----------------
Author's Note :
----------------

Di karya sebelumnya dengan judul yang sama, karya ini sudah memasuki chapter tiga dan belum memasuki puncak klimaks.

Namun kali ini saya memutuskan membuat cerita ini hanya two shoot dengan akhir yang berbeda dengan rencana saya.

Saya tertarik membuat karakter Sasuke yang cenderung bucin, berbeda dengan kebanyakan karya dimana Sasuke digambarkan sebagai sosok playboy.

Trims telah membaca karya saya. Semoga karya ini cukup memuaskan buat kalian. Saya menerima kritik dan saran untuk karya ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro