Bab 34 : Khawatir
"Non, Non." terdengar suara Mbok Ijah mengetuk pintu kamar Alleta.
"Iya Mbok, sebentar," ucap Alleta seraya membuka pintu kamarnya.
"Sudah siap berangkat ke sekolah, Non?" tanya Mbok Ijah. "Ibu sama Bapak sudah nunggu di ruang makan."
"Sudah, Mbok," jawab Alleta yang sudah berseragam lengkap dan siap berangkat ke sekolah.
Mbok Ijah melihat ke kiri dan kanan. Lalu wanita berusia senja itu ingin menyampaikan sesuatu pada Alleta. "Non sini, Mbok mau bisikin sesuatu."
Alleta merendahkan tubuhnya supaya Mbok Ijah bisa berbisik di telinganya. Postur Alleta yang tinggi membuat Mbok Ijah kesulitan untuk berbisik di telinga Alleta.
"Non, Non Juwita pintu kamarnya masih ditutup. Mbok mau panggil dia tapi takut. Non Alleta bisa nggak ngetuk pintunya?" bisik Mbok Ijah.
"Oh, bisa," ucap Alleta.
Mbok Ijah kembali membisikkan sesuatu."Biasanya dia rajin bangun pagi, mau ambil hati Bapak sama Ibu. Tumben, sekarang dia belum bangun. Tadi juga udah Mbok ketuk pelan enggak ada jawaban."
"Ya udah, Mbok. Biar aku aja yang bangunin dia," jawab Alleta.
"Non, hati-hati kalau dia marah. Atau Mbok panggil aja Ibu, biar Ibu yang bangunkan?" ucap Mbok Ijah.
Alleta menggelang. "Enggak usah, Mbok. Biar aku aja yang bangunkan. Aku udah biasa kok dimarahi Kak Juwita. Aku juga udah kebal," ucapnya tersenyum.
"Hati-hati, ya Non," peringat Mbok.
Alleta mengacungkan jempolnya dan berjalan menuju kamar Juwita yang tak jauh dari kamarnya. Setelah sampai di depan kamar, Alleta menoleh ke pada Mbok Ijah. "Mbok boleh kembali ke dapur, biar aku yang manggil Kakak."
"Baik, Non. Hati-hati, ya. Bibi cuma bisa bantu dengan do'a," ucap Mbok Ijah.
Alleta menjawab dengan mengangguk. Setelahnya gadis itu mencoba mengetuk pintu kamar Juwita.
"Kak, Kak, Ayah sama Ibu udah nungguin sarapan bareng. Ayo kita turun sama-sama, Kak," panggil Alleta setelah mengetuk pintu.
Tidak ada jawaban dan Alleta kembali mengetuk ulang pintu kamar Juwita. Beberapa kali diketuk dan dipanggil, tetapi jawaban tetap belum ada. Alleta kembali mengetuk dan memanggil nama Juwita dengan suara yang agak keras. Namun, tidak ada jawaban dari Juwita. Gadis itu pun akhirnya nekat memutar gagang pintu kamar Juwita.
Alleta terkejut karena lampu di kamar Juwita masih mati. Kamar Juwita juga tampak gelap. Gadis itu pun menekan saklar lampu kamar Juwita dan mendapati Juwita masih tertidur dengan posisi berbaring terlentang. Alleta mendekati Juwita di ranjangnya.
"Kak," ucap Juwita pelan seraya menggoyang pelan lengan Juwita.
Juwita masih terpejam, tak ada jawaban darinya.
"Kak," panggil Alleta seraya menepuk pelan pipi Juwita. Gadis itu mengerutkan keningnya karena merasakan suhu tubuh Juwita yang cukup tinggi.
Juwita mencoba membuka matanya perlahan. Gadis itu menerutkan keningnya. "Aduh, kepalaku pusing."
"Kak, kamu sakit?"'tanya Alleta pelan.
Juwita menoleh pada Alleta dan mencoba membuka matanya sempurna. Gadis itu juga meregangkan ototnya. "Oh, iya kita harus berangkat sekolah, ya?" tanya Juwita pelan.
"Tapi kamu demam, Kak," ucap Alleta sedikit khawatir.
Juwita menyentuh keningnya sendiri. "Iya, badan gue panas."
"Istirahat aja, Kak. Nanti biar aku yang izinkan," ucap Alleta perhatian.
Juwita mendudukkan tubuhnya dan mencoba tersenyum. "Thanks, ya. Paling bentar lagi panas gue juga udah turun. Mungkin karena gue kecapean kemarin."
Alleta mengerutkan kening. Gadis itu heran dengan Kakaknya yanh tiba-tiba bisa mengucapkan terima kasih dan tersenyum. Dia juga merasa canggung dengan Juwita pagi ini. "Tapi tadi kayaknya panas banget. Kakak harus minum obat," tawar Alleta.
"Iya, entar gue bisa ambil sendiri. Lo berangkat aja sama Ayah," ucap Juwita pelan.
Alleta mengangguk dan tersenyum canggung.
"Kak."
"Letta."
Mereka saling memanggil.
"Kamu dulu, deh," ucap Juwita.
"Mmm. Kakak dulu, deh," timpal Alleta.
Juwita mengangguk. "Gue minta maaf kemarin udah nyeret lo ke toilet wanita. Setelah mengucap maaf, gadis itu menunduk.
"Oh. Enggak apa-apa, Kak. Aku yang salah. Aku tahu kalau Kakak dan Kak Gama diharapkan teman-teman di sekolah untuk jadian," ucap Alleta tertunduk juga.
Suasana canggung menyelimuti mereka berdua. Mereka saling diam. Hanya embusan napas dan tarikan napas masing-masing yang mereka dengar.
"Gue biasa aja sama Gama, kami cocok jadi saingan belajar," terang Juwita.
"Tapi, hampir satu sekolah menginginkan Kakak jadian sama Kak Gama. Meski, gosip Kakak jalan sama Kak Airlangga juga sudah beredar," timpat Alleta.
Juwita menoleh pada Alleta. Gadis itu mengulum senyum. "Memang di sekolah kita, enggak bisa sedikitpun kita punya rahasia," ucap Juwita.
"Memangnya benar, Kakak jalan sama Kak Airlangga?" tanya Juwita sedikit canggung.
Juwita mengangguk. "Iya, waktu kalian kutinggalin di gelanggang olahraga. Aku jalan sama Airlangga. Aku udah mantap, kalau aku sayang sama Airlangga, meski aku enggak tahu perasaannya. Kamu enggak usah khawatir. Kamu bisa bebas pendekatan sama Gama," terang Juwita.
"Benarkan?" tanya Alleta dengan wajah semeringah. Gadis itu hampir tak percaya jika kakaknya merestui dirinya dengan Gama yang dia sukai sejak pandangan pertama.
Juwita mengangguk dan tersenyum simpul."Mulai sekarang lo boleh melanggar semua aturan gue. Lo boleh ngaku ke semua orang kalau gue kakak lo," ucap Juwita serius.
Alleta tersenyum senang penuh kemenangan. Gadis itu menutup wajahnya tak percaya. Dia terharu hingga bulir air mata menetes di pelupuk matanya.
"Tapi inget! Gue ngaman kalau ngomong pakai lo-gue. Terus, kalau lo lembek lagi, kalau lo cengeng lagi. Gue enggak bakalan segan-segan marahin lo. Lo juga janji selanjutnya lo musti kuat!" papar Juwita.
Alleta masih terharu, gadis itu mengusap air matanya dan tersenyum bahagia. "Iya, aku janji. Aku bakalan lebih hati-hati," timpalnya.
Pembicaraan mereka terinterupsi kala ibu mereka memasuki kamar Juwita. "Sayang, kamu belum ganti baju? Kamu juga belum mandi?" tanya Yeni saat sampai di samping Alleta.
"Kak Juwi sakit, Bu," jawab Alleta.
Yeni langsung mengambil posisi duku di tepi ranjang Juwita. Wanita itu langsung menyentuh kening dan pipi Juwita. "Sayang, badan kamu panas! Kamu enggak usah sekolah dulu."
"Nanti biar Alleta yang bilang ke wali kelas," ucap Alleta.
"Iya. Oh iya, Letta. Panggil ayahmu, bilang ambilkan paracetamol," perintah Yeni.
"Iya, Bu," jawab Alleta seraya meninggalkan ibu dan kakaknya.
Yeni tampak mencemaskan anaknya itu, wanita itu merebahkan kepala Juwita di bahunya dan mengusap rambut Juwita.
"Ibu, makasih. Ibu baik banget sama aku," ucap Juwita.
"Kenapa bilang terima kasih, Sayang? Ini memang tugas Ibu. Semua ibu terbaik di atas dunia ini akan menyerahkan segenap jiwa dan raganya untuk anaknya," jawab Yeni. "Bahkan ada ibu yang rela mati demi anaknya," ucap Yeni.
"Bagaimana kalau ibunya bukan ibu kandung?" tanya Juwita santai.
"Meski demikian, kalau dia sangat menyayangi anaknya bahkan rela berkorban apapun tetap saja itu adalah ibu," jawab Yeni. "Kenapa nanya gitu?"
"Aku cuma nanya aja, boleh kan Bu?"
"Boleh,"jawab Yeni pelan.
"Kalau ibunya sudah meninggal bagaimana? tanya Juwita.
"Di sorga, dia akan selalu melihat anaknya. Dia akan selalu mendoakan anaknya selalu dijaga Tuhan. Karena suatu saat akan bertemu," tutup Yeni.
Percakapan mereka terhenti saat Khai dan Alleta datang.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro