Bab 26 : Absen
Juwita sudah rapi. Gadis itu berencana akan merayakan ulang tahun Mina sore ini. Juwita mengenakan dress pendek motif kotak-kotak berwarna biru. Dia tampak cerah dengan sepatu docmart berwarna putih dan tas Chanel hitam yang harganya cukup mahal.
Gadis itu melenggang santai menuruni tangga. Namun, Khai sudah menunggunya di bawah tangga sekadar mengintrogasi anak gadisnya itu. Khai seperti tahu kalau anak gadisnya itu akan keluar bersama teman-temannya.
"Ayah?" sapa Juwita sesaat setelah melihat Khai bersedekap.
"Mau ke mana? Kamu lupa kalau sore ini kita kedatangan tamu? Tamu kita ini teman lama Ayah sama Ibu," tanya Khai mengintrogasi.
"Maaf, Yah," Juwita tertunduk. "Tapi, Juwita enggak enak sama Mina, Yah," dia udah keluar uang banyak buat ngerayain ulang tahunnya ini. Lagian …."
"Lagian apa?" tanya Khai kembali.
"Acara ini kan, perlunya sama Alleta, bukan aku," ucap Juwita pelan. Sebelum rencana kedatangan temah orang tua mereka, Juwita sudah diberitahu kalau ibu mereka dan Tante Irene sejak mereka masih bayi berniat menjadi besanan.
Hal itu memang sekadar lucu-lucuan, tetapi ketika beranjak remaja Tante Irene justru menagihnya. Tante Irene tidak bermaksud menjodohkan paksa, tetapi hanya sekadar mengenalkan kembali anak mereka karena sudah bertahun-tahun tak bertemu. Tante Iren dengan jelas mengatakan kepada ibu mereka kalau dirinya menginginkan anaknya kelak sudah dewasa berjodoh dengan Alleta.
Tante Irene sudah lama menikah tetapi belum dikaruniai anak. Begitu dinyatakan hamil saking senangnya dia berucap kalau kelak anaknya akan dijodohkan dengan anak Yeni -- ibu Juwita dan Alleta. Tante Irene memilih Alleta.
"Boleh ya, Yah? Alleta aja yang nemui mereka. Juwita udah telanjur janji, nih. Kadonya udah Juwita belikan. Acara ini udah lama, Yah. Sementara Tante Irene ke sininya mendadak," mohon Juwita.
"Iya, tapi kamu tetap harus silaturahmi, sama Tante Irene dan Om Sapto," debat Khai.
"Tapi, Yah? Juwita masih inget sama mereka kok. Anaknya yang males mandi dan suka ngompol itu lebih cocok sama Alleta. Plis, Yah," ucap Juwita seraya meraih tangan Khai.
"Meski Alleta yang diinginkan mereka, setidaknya kamu harus hadir juga," protes Khai.
"Yah, Juwi mohon. Juwi janji kalau ada pertemuan selanjutnya Juwi ikut. Keputusan pengenalan ini juga cocok banget buat Alleta, dia kan enggak bisa gaul sama cowok," komentar Juwita seraya menaikan alisnya.
Khai mengembuskan napas kasar. "Kamu enggak boleh gitu. Kalian itu sama-sama cantik. Perkenalan ini juga bukan berarti Alleta enggak bisa bergaul sama cowok dan kamu jangan ngomong gitu," desis Ayahnya.
Setelah mengomeli Juwita, mata khai menangkap binar penuh harapan mata anaknya. Khai sengaja membuang muka enggan melihat wajah berharap Juwita. Khai tahu jika anak gadisnya itu ingin sekali permintaannya dikabulkan.
"Yah?" ucap Juwita memohon. Menelungkupkan kedua tangannya di depan dadanya.
Khai melihat Juwita sekilas lalu kembali memandang ke arah lain.
"Yah, please? Ini acara Mina khusus buat kami sahabatnya, Yah. Ayah pasti kenal Mina, ayahnya itu dekan universitas negeri terkenal," papar Juwita.
Akhirnya Khai mengabulkan permintaan Juwita untuk absen di acara keluarga kali ini. Dengan catatan, Juwita akan ikut acara keluarga di kemudian hari.
Juwita melompat kegirangan dan memeluk Khai sangat erat. "I love you, Dad," ucap Juwita dengan nada gemas. Setelahnya gadis itu meninggalkan Khai seorang diri di bawah tangga.
Khai melihat punggung anaknya yang berlari terburu-buru. Mendadak dada Khai sesak. Lelaki tampan paruh baya itu menggigit bibirnya cukup keras. Dia mencoba menahan tangis susah payah saat punggung anak gadisnya menghilang dari pandangannya.
"Kris …." desisnya.
Cepat-cepat pria itu memasuki kamar kecil di ruang tamu dan mengunci pintu. Khai pun akhirnya menyandarkan tubuhnya di pintu dan berangsur merendahkan tubuhnya seraya berjongkok.
Keningnya berkerut, gigi putihnya dia rapatkan. Khai mencoba sekuat tenaga tidak mengeluarkan suara tangisnya. Pria itu mengacak-acak rambutnya dalam tangis hebat tanpa suara.
"Kristal …." ucapnya sekali lagi.
***
Juwita berlari terburu-buru menaiki mobilnya sebelum ayahnya berubah pikiran. Gadis itu menstarter mobilnya dengan senyum penuh kemenangan.
Yes! Akhirnya gue bebas. Ngapain juga gue ngikutin acara ngebosenin itu. Gue pasti nggak mood ketemu anak Tante Irene yang aneh itu. Mukanya panjang banget, idungnya aneh kayak pinokio, udah gitu bisulan lagi. Masa iya, udah kelas satu SD pakai pempers kalau tidur.
Juwita tertawa mengingat kejadian saat ke Bandung dan menginap di rumah sahabat ibunya itu. Juwita ingat kalau Tante Irene dan keluarganya itu pindah ke Jakarta setahun yang lalu saat Juwita baru masuk SMA. Katanya, mereka satu sekolah. Namun, Juwita tidak peduli dan tidak mau tahu tentang siapa anak tante Irene itu.
Sesampainya di kafe, Juwita disambut tiga orang temannya. Mereka langsung tos bergantian dan duduk di sofa. Alunan musik jazz mengiringi keseruan mereka.
"Ju, denger gosip santer terbaru, nggak?" tanya Caca memulai percakapan.
"Gosip? Banyak sih denger gosip. Saking banyaknya aku enggak peduli," jawab Juwita senyum.
"Kamu sama Gama gimana?" tanya Nana.
"Ya, gitu aja. Emang napa, sih?" tanya Juwita kembali. Juwita mengharapkan Airlangga. Namun, pada kenyataannya orang-orang hanya tahu jika Juwita sedang didekati Gama yang paling tampan di sekolah.
Warga sekolah hanya tahu yang baik-baik tentang Juwita dan Gama. Sifat dan karakter mereka sangat baik dan diharapkan jadian. Meski demikian, warga sekolah tidak tahu Juwita dari dalam. Mereka juga tidak tahu sifat asli Gama yang dinilai Juwita terlalu ajaib untuk cowok seumurannya.
Caca dan Nana saling berpandangan dan menggeleng. Mereka heran sekaligus prihatin kalau Juwita tidak tahu perihal Gama jalan dengan cewek di kafe Mang Darel yang terkenal itu.
"Emang, ya. Cowok ganteng itu di mana-mana playboy," desis Nana.
"Yang sabar, ya," ucap Caca menenangkan. "Enggak cuma kamu aja kok, yang pernah punya nasib kayak gini."
"Haha, apa sih? Aku enggak ngerti?" tanya Juwita penasaran.
"Kemarin banyak yang lihat Gama jalan sama anak kelas satu yang ikut lomba itu. Mereka mojok di kafenya Mang Darel."
"Oh, kirain apa." timpal Juwita santai.
"Lo, baik-baik aja? Enggak cemburu? Kok malah aku yang panas, ya? Pengen ngelabrak anak kelas satu itu," komentar Nana seraya menyentuh kening Juwita seolah Juwita demam.
Oh, kejadian minggu kemaren? Jadi baru di-follow up sekarang? Emang si Alleta ngapain, sih? Sampe mereka pada geger gini?
"Emang kenapa, sih? Ceritain, kek?" tanya Juwita pura-pura tidak tahu.
Mending gue pura-pura bego aja, deh. Mereka kan sengaja gue tinggal. Kalian aja yang enggak tau aslinya Gama. Pokoknya Nyerah gue. Cowok itu ajaib banget.
"Kabarnya mereka pegangan tangan. Lagian ya, kencan di kafe Mang Darel. Ya wajar banyak yang lihat," komentar Caca.
Alleta lama-lama gue jitak juga nih. Pasti gelendot manja, sampe bikin malu gue gini. Udah bagus gue ngilang waktu itu ngasih kesempatan. Eh, dia malah ambil kesempatan dalam kesempitan. Dasar!
"Udah, jangan percaya sama Gama. Cowok cakep emang tukang PHP," sungut Nana.
"Kalau butuh, orang buat ngelabrak aku siap di belakangmu," ucap Caca bersemangat.
"Besok ke kelasnya, yok?" timpal Nana. memanas-manasi.
"Udah Guys, biarin aja. Kalau kita labrak malah kita yang malu. Gama berhak sih suka sama siapa aja," ungkap Juwita seraya mengambil simpati temannya.
Caca dan Nana menoleh. "Heh?" komentar Caca dan Nana serempak.
"Enggak apa-apa. Kalau Gama emang PHP ke cewek manapun, ya udah. Aku enggak apa-apa, kok!" papar Juwita tertunduk. Lagi-lagi gadis itu pura-pura tertekan. Dia mengambil tisu dari tas mahalnya dan mengusap sudut matanya yang sebenarnya tidak ada air mata.
Caca menepuk bahu Juwita yang kini duduk di sebelahnya. "Kamu emang orangnya sabar banget ya, Ju. Aku musti kursus sabar sama kamu. Zico di deketin anak kelas X aja aku langsung syok."
Juwita langsung menoleh ke Caca. Gadis itu kembali menampilkan sifat pura-pura baiknya. Dia mencoba menenangkan Caca. "Sabar. Kata nenekku, jodoh enggak ke mana."
"Bener, sih. Tapi, aku salut banget sama kesabaranmu loh, Ju. Meski pamor kamu di sekolah anjlok banget. Masa sih, cewek paling cantik nomor satu gebetannya diserobot anak kelas X," komentar Nana memanas-manasi.
Bener juga, sih! Ini si Alleta gak kapok-kapoknya bikin masalah sama gue. Gue keramasin, baru tau rasa!
Obrolannya terinterupsi kala Mina datang bersama pembantunya yang membawa kue ulang tahun. "Guys!" sapa Mina melambaikan tangan.
"Mina!" sapa mereka.
Juwita and the gank. Dari kiri ke kanan : Nana, Juwita, Caca, dan Mina.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro