Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 13 : Canggung

Latihan persiapan lomba sains sudah berjalan. Di luar jam belajar tepatnya di laboratorium sains, para peserta sudah duduk di kelompok masing-masing. Seperti hari sebelumnya, Alleta duduk bersebelahan dengan Gama. Sementara Juwita, gadis itu duduk dan berdiskusi bersama kelompok lomba fisika. Sesekali Juwita melihat ke arah kelompok matematika, hanya memastikan interaksi antara Gama dan Alleta.

Jika ada beberapa kesempatan, Gama melambaikan tangannya pada Juwita dan dibalas lambaian tangan oleh Juwita. Kedekatan mereka yang mengarah pada relationship sudah menjadi rahasia umum di sekolah. Gerak-gerik mereka hanya ditanggapi Alleta dengan sesekali tersenyum simpul.

Alleta dan Gama sama-sama sibuk membahas soal yang dianggap paling susah. Interaksi keduanya tidak banyak, hanya berkaitan dengan soal matematika dan beberapa dialog basa-basi. Duduk berdekatan seperti ini sukses membuat perasaan Alleta jungkir balik. Apa lagi saat Gama bersuara memamerkan suara basnya, dada Alleta berdebar kian kencang.

Sesekali gadis itu mencuri-curi pandang saat Gama terlengah. Alleta lagi-lagi tersenyum simpul saat melihat alis tebal Gama yang sangat dia suka. Alis Gama memang tebal dan hitam, memang alis itu yang sebenarnya membuat hati Alleta terpental.

"Nomor dua puluh enam, gimana?" tanya Gama tiba-tiba.

Alleta terkejut dan tersadar dari lamunannya. "Oh, dua puluh enam? Ini, Kak," ucap Alleta gugup. Gadis itu menggeser kertas hasil coret-coret rumus untuk diperlihatkan pada Gama.

Gama mengambil kertas itu dan membacanya. Alis tebal Gama terangkat, lagi-lagi cowok itu kagum dengan Alleta. Kepintaran Gama hanya beberapa persen dibandingkan Alleta yang dianggap Gama sangat jenius. Sedikit mengerutkan dahi, akhirnya cowok itu tersenyum dan menoleh pada Alleta yang menatapnya secara intens.

"Kenapa?" tanya Gama pelan.

"Enggak apa-apa, Kak," jawab Alleta yang tertangkap basah memandangi Gama.

Beberapa saat kemudian, karena terlalu serius mengerjakan latihan, tanpa sengaja mereka mengambil pensil yang sama hingga tangan mereka saling bersentuhan. Refleks mereka saling menoleh dan saling tatap tak berkedip. 

"Eh, maaf," ucap Gama seraya memindahkan tangan.

Alleta hanya menjawab dengan senyuman simpul.

"Kenapa jadi canggung gini, ya," ucap Gama pelan.

"Maaf, Kak," sambung Alleta.

"Enggak apa-apa, gimana nomor dua puluh tujuh?" tanya Gama bersemangat.

"Jawabannya D," jawab Alleta.

"Nah, ternyata jawabanku benar, D," lanjut Gama bersemangat.

Karena semangat dan senang jawaban yang dia cari benar, Gama memukul meja pelan. "Yes!" ucapnya seraya mengepal tangan.

Seiring pukulan pelan telapak tangan Gama ke atas meja, pensil yang semula berada di atas meja mendadak menggelinding dan jatuh.

"Pensilnya jatuh," ucap Alleta.

"Awas," sambung Gama mencoba menangkap pensil yang jatuh.

Ternyata Alleta juga mencoba menangkap pensil yang jatuh. Mereka terlambat, pensil itu sudah jatuh ke lantai. Mereka menjulurkan tangan berusaha cepat-cepat mengambil pensil. Lagi-lagi tangan mereka saling bersentuhan, Alleta merasa gugup segera mencoba mengangkat tangannya. Namun, karena pergerakan Alleta terlalu cepat kepala Alleta terpentok di dagu Gama yang tadi juga berusaha mengambil pensil.

"Aduh! Aduh! Maaf, Kak!" ucap Alleta seraya memegangi kepalanya.

"Enggak apa-apa," jawab Gama memegangi dagunya yang membentur kepala Alleta.

Mereka kembali malanjutkan mengerjakan soal latihan. Sambil bekerja, Gama mencoba sesekali bertanya pada Alleta.

"Kamu masih kelas X tapi kamu udah pinter banget bisa ngerjain pelajaran kelas XII," ucap Gama spontan.

"Oh, kebetulan aja sih, Kak. Kakakku juga pinter matematika, malahan dia pinter semua mata pelajaran," timpal Alleta spontan.

Alleta tersadar, baru saja dia menceritakan Juwita. Gadis itu ingat kalau Juwita tidak ingin orang lain tahu kalau mereka adik dan kakak.

"Oh, kamu punya kakak?" tanya Gama.

"Eh, iya gitu lah," jawab Alleta gugup.

"Kebayang banget serunya di rumah kalau punya kakak yang bisa ngajakin belajar bareng," sambung Gama.

Alleta menoleh pada Gama, tetapi Gama masih mengerjakan soal-soal. Ternyata cowok itu mengerjakan soal-soal sambil bercerita basa -basi.

"Kak Gama punya kakak atau adik? Pasti kalian juga kompak banget," ujar Alleta basa-basi.

"Aku anak tunggal, he he he," jawab Gama.

"Oh, gitu," timpal Alleta.

Setelah mereka latihan soal, kini giliran tanya jawab. Seorang guru pembimbing memandu diskusi. Siswa diberi pertanyaan dan poin bertambah ketika siswa menjawab soal yang benar. Berkali-kali Alleta menjawab cepat, sementara Gama ketinggalan beberapa kali. Akhirnya Alleta memperoleh poin tertinggi di kelompok diskusi matematika.

Mata Gama berbinar-binar saat melihat ketangkasan menjawab soal gadis berkacamata di sebebelahnya itu. Cowok itu menyukai cewek pintar. Kepintaran cewek kacamata disebelahnya atau Alleta hampir menyamai kepintaran Juwita. Bisa jadi gadis kaca mata ini lebih pintar dibanding Juwita. Gama benar-bemar penasaran. 

Mendadak Gama teringat dengan sesuatu yang dia siapkan semalam. Sebuah hadiah yang akan dia berikan untuk gadis kacamata yang banyak membantunya itu.  Gadis  berkacamata dan bersuara teduh itu membuatnya nyaman, terutama saat gadis itu menerangkan jawaban soal matematika kelas XII. Dia baru kelas X tetapi sudah mengerti pelajaran matematika kelas XII. Gama benar-benar salut.

Gama sengaja menyiapkan hadiah kecil yang dia simpan di lemari bukunya. Sebenarnya, hadiah itu akan dia berikan kepada Juwita. Namun, entah mengapa sikap lembut gadis kacamata ini membuatnya berpaling. Gama merasa hadiah itu lebih pantas didapatkan Alleta, sebab gadis ini benar-benar tidak membuatnya malu sebagai cowok. Dia sangat menghargai Gama sebagai kakak kelas, meski Gama sendiri banyak belajar dengannya. Sambil berduskusi Alleta selalu memberikan dukungan.

Hadiah yang akan dia berikan itu bukan seberapa, tetapi Gama yakin jika cewek-cewek menyukai hadiah. Paling tidak, hadiah itu bisa menjadi sebuah kenang-kenangan. Gama berharap kalau hadiah ini cukup membuat gadis itu ingat dengannya dan tentu saja senang.

"Em," ucap Gama. Cowok itu ingin menyapa Alleta tetapi dia lupa dengan nama Alleta.

Alleta menoleh dan tersenyum singkat. 

"Aku punya sesuatu buat kamu," sambung Gama.

Alleta tak menjawab, gadis itu hanya mengerutkan keningnya. Sesuatu? Alleta langsung berdebar dibuatnya. Gama ternyata selalu membuat dadanya berdebar tak karuan. Entah sihir apa yang ditebarkan cowok itu. Namun, untung saja dalam mengerjakan soal latihan dirinya masih bisa konsentrasi. 

"Buka tas kamu, deh," ucap Gama pelan dan tak di dengar anggota kelompok lainnya.

"Hem?" tanya Alleta tak mengerti.

Gama tahu Alleta tak mengerti maksudnya,  cowok itu pun mendekatkan bibirnya ke telinga Alleta. "Buka tas kamu, ya," bisik Gama.

Bisikan Gama membuat Alleta tersengat, Gadis itu mengambil tas ranselnya dan membukanya. Cepat-cepat tangan putih kekar Gama memasukkan sesuatu ke dalam tas Alleta, lalu cowok itu menutup resliting tas Alleta dengan cepat.

"Maaf, aku enggak enak kalau dilihat orang banyak. Kamu tahu kan kalau di sekolah ini banyak wartawan dadakan," ucap Gama pelan. 

"Tapi, Kak. Aku enggak bisa menerimanya. Aku merasa enggak enak, apalagi ...," sanggah Alleta dengan suara yang nyaris berbisik.

"Kamu enggak enak sama Juwita? Enggak apa-apa, kok. Dia enggak bakalan cemburu, dia juga baik banget. Aku bisa jelasin kalau ini kenang-kenangan karena kamu udah banyak bantuin aku," timpal Gama.

"Tapi, Kak," protes Alleta.

"Please, kamu terima, ya. Aku udah nyiapinnya buat kamu," mohon Gama.

Alleta tak bisa menolak lagi. Gadis itu mengangguk dan tersenyum malu-malu. "Terima kasih, Kak. Sebuah kehormatan bisa dapat hadiah dari kamu."

"Sama-sama, kamu jangan cerita ke orang, ya. Kalau aku banyak belajar dari kamu," ucap Gama.

"Enggak, Kak. Sebenarnya kita kan diskusi sama-sama, bukan berarti aku yang ngerjakan semua soal," tutup Alleta.

Setelahnya Gama tersenyum menampilkan deretan giginya. Cowok itu menatap mata Alleta  sejenak lalu kembali berdiskusi menyelesaikan latihan soal matematika. Tanpa mereka ketahui, sepasang mata mengamati gerak-gerik mereka. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro