Bab 11: Kelompok
Alleta bergegas keluar dari ruang guru setelah memintakan izin untuk Juwita. Setelah dinasehati ayah mereka, Juwita mendadak mogok sekolah. Tidak ada banyak pertanyaan dari wali kelas Juwita, sebab Juwita memang jarang izin.
Setelah sampai di koridor, Alleta melihat keramaian di depan papan penguman. Alleta baru ingat kalau sekarang adalah pengumuman peserta yang lolos seleksi untuk lomba sains tingkat nasional di salah satu universitas terkemuka. Otomatis hatinya tergerak untuk melihat pengumuman, dia berpikir siapa tahu namanya muncul karena dia direkomendasikan untuk mewakili sekolah dalam pelajaran matematika.
"Arrghh, Alleta lulus!" ucap Jia histeris. Setelahnya gadis itu menarik Alleta ke pinggir koridor untuk menjauhi kerumuman siswa.
Alleta tak menyangka kalau temannya sudah bergerak melihat pengumuman lebih dulu dari dirinya. "Kamu udah duluan ke sini?"
"Iya, kamu ke mana aja? Kita lolos loh, aku enggak nyangka banget. Aku tuh sadar banget kamu kan saingan yang berat," gumam Jia.
"Jia, jangan gitu. Sekarang kita enggak saingan. Kita akan berjuang demi sekolah," ucap Aletta bersemangat.
"Demi sekolah, dan demi Kak Gama," sorak Jia. Setelah sadar banyak siswa di papan pengumuman akhirnya Jia menutup mulutnya.
"Kak Gama?" ulang Alleta.
"Apa ni?" tiba-tiba Yuni datang diikuti menghampiri Alleta dan Jia. Mereka berangkulan tertawa karena mendengan Gama satu kelompok dengan Alleta dan Jia.
"Sekelompok sama Kak Gama? Wuih, keren!" komentar Diana dengan mata berbinar-binar.
"Enggak nyangka banget sih. Ternyata Kak Gama exited sama matematika. Yuk ah Alleta, kita rajin-rajin belajar, yuk. Lumayan nih, ha ha ha," sambung Jia.
Alleta hanya ikut tertawa saja, gadis itu ingat kalau Gama kini sedang dekat dengan Juwita. Tetapi, bagi teman-temannya mereka hanya dekat belum ada penumuman atau berita resmi status hubungan keduanya. Bagi mereka, selagi janur kuning belum melengkung Kak Gama bebas.
"Gue harus bisa ambil simpati Kak Gama," ucap Jia bersemangat.
"Alleta, kamu kok gak semangat sih!" timpal Diana. Diana sadar hanya Alleta yang tidak bersemangat satu kelompok dengan Gama.
"Iya, nih. Alleta kayak gak semangat," komentar Yuni.
Alleta menoleh sekilas pada Diana, lalu gadis itu memutar bola matanya dengan wajah malas. Mendengar nama Gama, mendadak gadis manis itu teringat Juwita. Alleta tidak ingin kembali ribut dengan Juwita setelah kemarin ribut karena Airlangga. Ribut dengan Juwita seberti menginjak ranjau, kalau telanjur tentu akan merugikan diri sendiri. Lebih baik menghindari masalah sama sekali.
"Gue kebelet pipis," ucapnya.
"Yah!" sambung mereka serentak.
***
Jam terakhir pelajaran, seluruh peserta lomba dikumpulkan di laboratorium sains. Setalah mendapatkan izin keluar kelas untuk pembekalan lomba, Alleta langsung berjalan pelan menuju laboratorium sains diiringi Jia yang kebetulan lulus juga. Alleta berjalan dengan langkah ragu-ragu karena harus berhadapan dengan Gama.
"Alleta, cepetan!" ucap Jia.
"Jia, kamu beneran jangan malu-maluin, ya?" ucap Alleta tiba-tiba.
"Ha ha ha, ya enggak lah. Aku kalau giliran di depan orangnya langsung mana berani aktif. Aku mana berani agresif langsung ke Kak Gama. Bisa-bisa dia ilfil lihat gue," sanggah Jia.
Alleta sebenarnya juga gemetaran. Bagimana rasanya melihat Gama dari dekat? Bagaimana nantinya interaksi dengan Gama? Bagaimana rasanya menutupi rasa canggung? Jujur, ini baru pertama kali dirinya tertarik dengan cowok. Pesona Gama yang sempurna itu sanggup mengalihkan perhatian Alleta. Sayang seribu sayang, cowok itu kini sedang pendekatan dengan kakaknya.
Alleta memasuki labor sains yang posisi duduknya berkelompok. Satu meja panjang untuk satu kelompok. Satu kelompok, kelihatannya diisi oleh lima orang siswa masing-masing perwakilan pelajaran. Ada kelompok matematika, fisika, kimia, dan biologi. Dari jauh, Alleta sudah melihat Gama yang sibuk mencoret-coret kertas seraya membahas soal matematika. Bagi Alleta, pemandangan yang sangat indah kala melihat sang pujaan sibuk berkutat dengan soal pelajaran yang biasa dianggap susah oleh para siswa.
Alleta mengembuskan napas pelan mengurangi grogi dan seraya duduk bersama anggota kelompok kimia lainnya. Alleta tak perlu susah mencari anggota kelompoknya sebab ada Gama. Gama juga lolos seleksi mewakili sekolah. Tiba-tiba Jia mengambil posisi duduk lebih dulu dari pada Alleta, Alleta hanya mendapatkan tempat di satu kursi yang tersisa yaitu tepat di depan Gama.
Alleta menelan salivanya, baru duduk satu meja dan berhadapan dengan Gama saja sudah cukup membuat hatinya kalang kabut. Begitu duduk, seolah ada telepati Gama yang tengah sibuk itu mendongak dan menyadari kedatangan dua anggota baru. Alleta berdebar kala matanya dan mata Gama bertemu pandang.
"Eh, silakan. Kalian dari kelas sepuluh, ya?" ucap Gama basa basi.
"Iya, Kak," jawab Jia.
"Kalian pasti udah kenal sama aku, kan?" ucap Gama.
"Sudah, Kak," jawab Jia kembali.
Akhirnya, Gama ada di depannya, setelah beberapa waktu dia hanya melihat Gama dari jauh dan sedang bersama Juwita. Alleta grogi setengah mati, dia tak sanggup berkata-kata lagi. Gadis itu menunduk sesaat setelah mendengar suara bas milik Gama.
"Nama kamu siapa?" tanya Gama pada Jia.
"Jia, Kak," jawab Jia.
"Kalau kamu?" tanya Gama setelah menoleh pada Alleta.
Alleta tertunduk tak menjawab. Gadis itu sedang menyimpan wajah Gama dalam ingatannya.
"Halo, namaku Gama. Nama kamu siapa?" ulang Gama.
"Alleta!" panggil Jia.
"Iya, Kak?" timpal Alleta. "Oh, aku Alleta. Maaf , Kak."
"Oke, deh. Berhubung makin siang kita rapat dulu, yuk. Oh iya, kenalkan ini Galang dan Rico," ucap Gama seraya mengenalkan dua cowok berkacamata yang sibuk membahas soal matematika.
"Halo, Kak," sapa Alleta dan Jia bersamaan.
Mereka kembali membahas soal-soal kimia yang sekiranya akan menjadi soal lomba kimia. Sejak kemarin, Gama sibuk membahas seratus butir soal Kimia. Ada beberapa soal yang tidak dia pahami, cowok itu sudah sempat membahasnya dengan Juwita tempo hari. Namun karena keterbatasan waktu, untuk soal nomor delapan puluh satu belum terpecahkan olehnya. Bahkan Galang dan Rico juga masih belum bisa memecahkan.
"Ayok kita bahas nomor delapan puluh satu. Meski kalian masih kelas satu dan belum mempelajari ini, siapa tahu kalian bisa memecahkannya," ucap Gama seraya menyodorkan buku tebal pada Alleta yang memang duduk di hadapannya.
"Hah, aku?" ucap Alleta terkejut setelah melihat buku tebal kumpulan soal yang disodorkan Gama.
"Iya, kamu sama Jia. Itu sepertinya soal kelas dua belas, deh. Tapi, lombanya enggak ngebolehin kelas dua belas ikut. Ya, kali aja kalian bisa," papar Gama.
"Ehem! Aku coba, Kak," jawab Jia bersemangat.
"Oke, boleh. Aku juga mau bahas soal lain. Nanti kalau ketemu jawabannya, kita bahas," timpal Gama.
"Kalau enggak ketemu gimana, Ga?" ucap Rico.
"Kalau enggak ketemu nanti kita sampaikan ke guru pembimbing," sambung Gama.
"Oke," jawab anggota kelompok serempak.
Sepuluh menit berlalu, akhirnya Jia menyerah. Namun Alleta masih menggoreskan pensilnya di atas kertas untuk menulis rumus menghitung jawaban. Seluruh anggota kelompok melongo melihat Alleta yang cekatan menghitung dan menuliskan rumus.
Sejurus kemudian, gadis itu menyerahkan kertas hasil jawabanya pada Gama. Setelahnya dia merapikan posisi kacamatanya dan melihat ekspresi Gama yang takjub dengan hasil jawaban Alleta. Sesekali Gama mencoba mencocokkan dengan jawaban yang tadinya dia coba cari.
"Bravo! Kayaknya jawaban kamu bener, deh," puji Gama setelah membaca hasil jawaban Alleta.
"Waw, yok kita lanjut soal yang lain," ucap Rico.
"Setuju, kita lanjut soal lain. Lo aja yang coba mecahin soal-soal sulit tadi sama Alleta, Ga," sambung Galang.
Gama mengacungkan jempolnya pertanda setuju. "Oh, iya. Jia, kita tukeran duduk, ya. Aku mau duduk di tempat kamu, di sebelah Alleta."
Ucapan Gama barusan membuat Alleta mendadak lemas. Gama akan duduk di sebelah Alleta, dan membahas soal. Dalam hati, Alleta bukannya bersorak tetapi justru tegang. Tegang karena akan duduk berdekatan dan membahas soal matematika yang dianggap Gama sulit. Gadis itu berharap semoga jantungnya baik-baik saja karena melihat Gama dari jarak yang sangat dekat. Melihat Gama dari jarak sedekat ini cukup membuatnya berdebar tanpa henti.
"Kayaknya kamu berbakat. Ayo, masih ada dua puluh soal sulit yang kayaknya kamu bisa," puji Gama.
"Semoga aku baik-baik saja di dekat Kak Gama," gumam Alleta dalam hati.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro