Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Day 2; Adronitis

Sehabis menenggak segelas air di tangan, kuempaskan diri menuju kasur yang tepat di belakangku. Mengembuskan napas dengan berat, sebelum menutup mata dengan pergelangan tangan.

Dalam gelapnya visual yang kumiliki, aku membayangkan apa yang salah akhir-akhir ini. Sepertinya tidak ada. Atau malah terlalu banyak sampai aku tidak bisa menghitung dan memilih menganggapnya tiada? Entahlah.

Kubuka penutup mata, berikan lelangit kamar sebagai hal yang pertama kali terlihat setelahnya. Bagus. Kini aku malah membayangkan itu adalah lelangit di atas sebuah tanah lapang. Daydreamer akut memang.

Namun, sekian detik, entah mengapa bayangan itu mulai berubah. Mereka mengubah diri menjadi beberapa wajah yang kukenal. Mulai dari keluarga, teman kelas, bahkan hingga teman dunia maya. Tak ayal, senyum tipis terlukis di wajahku.

Hanya bertahan sepuluh detik, sebelum akhirnya berubah menjadi datar kembali. Mengiringi mata yang menyipit, mencoba tahan sesuatu yang keluar dari sana.

Entah mengapa aku merasa tidak mengenal mereka dalam arti harfiah. Padahal, mereka adalah warna-warna yang biasa di keseharianku. Rasanya seperti mereka ada, tetapi perlahan memudar.

Aneh ya? Kuakui itu. Bahkan rasanya begitu malas walau hanya sekadar mengingat nama mereka. Seolah hal-hal yang berkaitan dengan mereka bukan sesuatu yang harus kuingat.

'Merepotkan.' Pikirku. Memutar badan, aku menelungkupkan diri sekarang. Memilih menghadapi dinding yang menjadi ujung tempat tidur dengan bantal sedang mengganjal dada. Sedikit tidak nyaman, tetapi aku membutuhkannya.

Kumainkan jari, mencoba menenangkan diri dari perasaan gelisah nan misterius yang semakin membesar mengikuti waktu. Mengapa harus selalu seperti ini setiap kali aku mengingat mereka? Apa yang salah? Aku? Mereka? Atau kehidupan?

Ah, masa bodoh. Kuseka aliran bergaram yang mulai mengakar hingga dagu. Terlalu cepat. Terkadang aku tidak menyukainya dan terkadang membutuhkannya dengan segera. Dan sekarang bukan termasuk keduanya. This feeling's over complicated.

Badanku bergerak sendiri. Membawaku menuju meja belajar di mana buku-buku tak terbaca menumpukkan diri. Hah. Mereka pasti kecewa karena memiliki tipe pemilik seperti aku. Mereka ada, tetapi seolah tidak ada. Hingga kini, mereka hanya menjadi pajangan yang isinya tak pernah terekspos ke permukaan.

Bahkan benda mati pun membuatku merasa bersalah.

Jemari mengambil sebuah buku dengan hardcover berwarna hitam legam. Setidaknya ada coretan sewarna perak mengukir diri sehingga itu tidak terlalu sepi. Begitu aku membukanya, nama dan identitas diri menyambut pertama kali.

Lembaran kedua, foto diriku sekeluarga 9 tahun lalu. Masih imut. Bukan amit-amit seperti sekarang. Mataku menyerah begitu melihat senyum tulus kedua orang tuaku. Jemariku bergerak cepat menghapus genangan yang terjatuh. Hei, apa yang salah?

Lembar kedua hingga kelima isinya sama. Menceritakan kehidupan intiku dari masa ke masa yang membuat air mataku semakin menderas. Gila. Sepertinya perasaanku tengah mencapai titik terendahnya saat ini.

Di baliknya, senyum dari berbagai rupa yang terkenali sebagai teman-temanku menyapa. Tidak seperti sebelumnya yang tetap sama, mereka senantiasa berganti begitu aku menanjaki sisa umur. Sekolah dasar, menengah, hingga atas mencampuradukkan diri dalam satu lembar. Kali ini aku bisa menahan sedikit emosi yang nyaris membludak.

Terakhir, foto ilegal dari beberapa teman dunia maya yang pertemuan dengan mereka begitu kuharapkan. Berbagai umur, rupa, pribadi, dan tingkah mereka benae-benar menjadi warna tersendiri. Berhasil membangunkan mahligai khusus di hatiku.

Membolak-balik seluruh halaman di sana membuatku semakin bingung. Mengapa aku seolah jauh dari mereka? Atau malah sebenarnya mereka yang menjaga jarak? Sebenarnya apa yang terjadi?

Kedua kalinya, tubuhku terjatuh dengan mulus di atas kasur. Wajah atas tertutup lengan, sementara yang bibir bawah tergigit sedemikian rupa. Isyaratkan frustrasi yang berlebih hanya karena perasaan semu.

Hingga akhirnya, berpikir jernih beberapa detik membuka mataku. Patut aku merasa tidak mengenal mereka. Itu karena otakku sendiri yang memblokade informasi tentang mereka. Memboikotnya dari ingatan utama, demi keselamatan mereka sendiri.

Mereka begitu jauh. Mereka akan meninggalkanku sendirian di sini. Aku merasakannya. Itu akan terjadi tidak lama lagi.

Karena aku telah mengecewakan mereka semua.

.

Pancor, 02 Desember 2018.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro