Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7. Awal Baru

Kamu tahu, perihnya hati ketika pengorbananmu tak    pernah dihiraukan? Atau, ngilunya dada saat perjuanganmu
selama ini diabaikan? Tak apa. Karena Tuhan telah
menyiapkan kejutan terbaik untukmu, Kawan.

(Malaikat Magang —Raja)

Naya  telah  100%  ter-factory  reset.  Dia  seperti  orang  linglung menunggu pulang ke tubuhnya. Otaknya terus mengulang-ulang nama Patih. Naya bingung apa yang terjadi dalam kepalanya. Jangankan kenangan, seperti apa Patih aja dia tak ingat sama sekali. Ini sungguh rumit.

“Lo tahu siapa Patih?” tanya Naya kepada Raja setelah kembali ke
Sasvata.

Naya tidak akan sadar dia pergi karena relativitas waktu di dunia dan Sasvata. Waktu yang dibutuhkan Raja untuk perjalanan PP ke dunia mungkin setara dengan waktu Naya mengedipkan mata di Sasvata.

Raja menggeleng.

“Malaikat harusnya tahu, dong,” kata Naya langsung membuat mood bahagia Raja hancur lebur rata dengan neraka. Baru saja Raja melawan maut demi menyelamatkannya, tapi dibalas dengan sikapdingin Naya.

“Gue di sini udah kayak orang sinting. Mikirin Patih, tapi nggak tahu kenapa, siapa dia, di mana bisa nemuinnya?” ceracau Naya sudah tak kuat lagi. Air matanya tiba-tiba saja keluar.

Sial, pakai nangis lagi.

Raja memang paling nggak bisa lihat manusia menangis. Tapi, dia bingung. Bagaimana cara mampetin air menyebalkan milik manusia itu. “Lo bisa nggak usah nangis? Gue nggak suka lihat manusia nangis,” pinta Raja.

Tapi, wajah Naya malah semakin marah. Apa kata-kata gue barusan salah?

“Baru lo, minta cewek biar nggak nangis pakai merintah-merintah,” protes Naya kesal.

Maunya apa, sih, manusia ini?

Masih    merasa    salah,    Raja    sampai    menekuk    lututnya, menyampingkan sayapnya simetris ke kanan dan ke kiri, lalu memohon dengan tangan tertelungkup di dada. Matanya menatap polos ke arah Naya. “Gue nggak bisa lihat lo nangis. Dan gue memang bodoh nggak tahu caranya menghentikan air mata lo. Karena air mata lo bukan pipa bocor. Jadi, tolong, tahan sebentar saja. Lo harus lekas balik. Mau lo sadar dari koma jadi nenek-nenek?” ucap Raja jujur dan apa adanya, membuat Naya tambah nangis kejer. “Lho, kok tambah nangis?!” tanya Raja juga makin bingung.

“Gue nggak nangis karena lo. Gue cuma nggak mau jadi nenek- nenek,” ucap Naya ngeri, membayangkan fisiknya di dunia yang sudah kendor sana sini.

“Makanya, kita harus segera balik dari sini.”

“Kalau gitu cepetan. Nih, gue sudah hapus air mata gue.”

Sudah keras kepala, nggak sabaran lagi.

Akan tetapi, meskipun Raja sebal, dia tersenyum tipis karena Naya berhenti menangis. Entahlah, rasanya lega saja.

“Lo sudah siap?” tanya Raja balik dengan nada menyebalkan.

“Emangnya sakit, ya?”

“Nggak sakit. Cuma bikin belek,” jawab Raja singkat.

“Gue serius, Malaikat Magang!” seru Naya jengkel.

“Emang gitu.  Rasanya mata lo kayak dibuka tiba-tiba setelah ditutup lama. Terus pas buka mata pertama kali, lo disorot lampu tepat di keduanya,” terang Raja.

Naya  memejamkan  mata  membayangkan  betapa  silau  dan pusingnya itu.

“Tahan sebentar doang.”

“Habis itu, apa gue bakal lupa tentang semua ini? Kita juga nggak bakal ketemu lagi?” tanya Naya penasaran.

Naya yang banyak tanya mengingatkan Raja dengan dirinya sendiri ketika kali pertama bertemu Bang Jago. Ternyata ngeselin juga, ya? Dia jadi tahu sekarang, kenapa Bang Jago butuh jus mengkudu sebagai penurun tensi atas sikapnya selama ini.

“Nggak usah banyak omong. Kita balik. Sebelum lo jadi nenek- nenek. Mau lo?”

“Ogah,” jawab Naya cepat.

“Ya udah merem,” perintah Raja nggak ada lembut-lembutnya. Persis kayak waktu memerintah Pais merem karena heboh nonton film serem.

“Lo mau ngapain gue, sih, pakai merem segala?!” cerocos Naya memejamkan mata.

Raja tak acuh. Matanya melirik jam tangannya. Ternyata dia dan Naya sudah menghabiskan waktu total 21 menit di Sasvata, artinya gadis itu sudah koma selama 7 bulan. Kemudian jari jemari kokoh itu meraih tangan Naya. Tanpa aba-aba, dia menggenggamnya, “Biar aman,” katanya lirih, membuat Naya seketika menatapnya.

Anehnya, baru kali ini Naya merasa aman, walau hanya dipeluk
jari-jari Raja. Dia merasa tangan Raja menyentuh jari jemarinya dengan lembut dan hangat. Namun, kenyamanan itu raib, saat semua cahaya di dunia seolah menabrak mata Naya keras. Silau pun menusuk-nusuk. Gelap menyeringai masuk. Naya tak bisa berpikir apa-apa, menahan nyeri sampai rusuk.

“Tolong gue!” pekik Naya.

Dan setelahnya, dia terbangun dari ranjang rumah sakit dengan balutan perban di kepala.

* * *

Setelah berhasil mengembalikan roh Naya, Raja kembali ke tubuh manusianya di ruang perawatan Jago House. Matanya mengerjap- ngerjap selesai menikmati tidur panjang tubuhnya. Dia melihat Pais sudah siap dengan pakaian misi. Hoodie  dan masker membuatnya tak bisa dikenali lagi. Raja yakin, Bang Jago pasti sudah memberikan mereka misi baru. Karena kostum ini adalah protokol terbang siang hari yang wajib dipatuhi.

Menyadari  bahwa  Raja  sudah  balik  dari  Sasvata,  Pais  segera melepas jarum infus. Raja masih meringis saat Pais mencabutnya tanpa belas kasih. “Pakai perlengkapan lo sekarang!” perintah Pais agar Raja memakai hoodie dan maskernya.

“Laper gue!” keluh Raja.

Pais sudah bisa menebaknya. Setiap pulang dari Sasvata, Bang Jago juga merasa lapar dan minta makan. Jadi, dia juga sudah menyediakan makanan  kesukaan  Raja.  Namun,  dia  enggan  untuk  mengakui perhatiannya itu.

“Nih, ayam panggang mentega buat lo. Habisin sampai piringnya sekalian,” ledek Pais melirik satu piring hidangan best seller Kedai Bang Jago.

Raja menikmati ayamnya. Sesekali dia menatap Pais yang selalu merengut. Dengan wajah tak ramah seperti itu, pasti dia tidak pernah punya teman. “Ada misi baru apaan?” tanya Raja sambil mengunyah ayamnya.

“Bisa lebih cepet makannya? Pakai hoodie dan maskernya gih, terus ikut terbang gue sekarang!”

“Serius, Is. Terangin ke gue dulu, ini misi apaan?” tanya Raja menghentikan makannya.  Dia bangkit dari bed,  dan dengan kesal memakai perlengkapan terbang siang hari.

“Ikut dulu aja,” kata Pais mengepakkan sayap puas melihat Raja penasaran.

Raja tetap tak menunjukkan sayap.

“Jawab dulu, ini misi apa?”

Pais menyerah. Akhirnya, dia mengatakan misi kedua Bang Jago kepada Raja, “Demi nilai magang kita, Bang Jago ngasih tugas buat nemuin ponsel Naya.”

“Di mana?”

Pais tak menjawab dan malah memelesat membaur dengan cahaya matahari. Raja mengikuti di belakang tanpa tahu tujuan. Dengan waktu singkat, mereka berdua sudah sampai di taman rumah Naya. Ranting terkuat pohon angsana menjadi pijakan. Mereka berhati-hati, siapa tahu ada orang di bawah.

Setelah terlihat aman, mereka berdua baru meloncat dari pohon. Momentum saat menginjak tanah merah gembur taman diatur oleh sayap mereka. Sesuai kesepakatan, mereka pun berpencar.

“Ngapain lo nyari di semak-semak gitu, Ja? Kalau letak jendela di atas, ponsel jatuh nggak mungkin sejauh itu. Jarak maksimal sesuai rumus gerak parabola dengan sudut minimal jendela ke tanah, nggak logis kalau lo nyarinya di situ,” khotbah panjang lebar Pais kepada Raja.

“Nih, ketemu,” ujar  singkat  Raja membuat  Pais merasa gagal menjadi senior.

“Tapi, secara pisika, benda jatuh—”

“Kalau hape Naya sengaja dilempar, bukan lagi jatuh, apa masih berlaku teori lo itu?” potong Raja.

Pais tampak kagum. Matanya melebar melihat sisi lain dari Raja yang keren ketika kondisi gawat darurat. “Gila! Otak lo emang nggak ngembang, tapi di waktu genting kayak gini lo selalu terdepan!”

Raja merasa nggak berhak dipuji Pais kayak gitu. Sebenarnya malam itu dia sudah tahu Naya melempar sesuatu dari jendela dan jatuh di semak-semak. Tak disangka, ternyata itu ponsel. Untung masih berfungsi normal karena jatuh di tanah lembek taman.

“Kita apain ini handphone-nya?” tanya Raja.

“Sebelum di-factory reset, semua data kita backup dulu ke hape gue. Karena lo belum punya hape.”

Pais menerima ponsel itu, membersihkannya dari tanah. Lalu menyalakannya.  Namun,  wajahnya  mendadak  pucat.  Dia  merasa terlambat.

“Kenapa Is? Nggak bisa hidup?” Raja tahu ada yang nggak beres dengan Pais.

Pais menggeleng lemah.

“Terus, kenapa muka lo kayak kebelet pas diare?” tanya Raja cemas.

“Ternyata, hape Naya sudah ada yang pektory reset duluan, Ja.”
Raja memukul udara saking kesalnya.

“Tapi, ada satu nomor yang masuk tujuh bulan lalu!” ucap Pais setelah membaca tiga panggilan tak terjawab.

Raja meminta ponselnya dan melihat waktu nomor asing itu masuk. “Dilihat waktunya, nomor ini menelepon Naya tepat sebelum dia loncat,” kata Raja kepada Pais.

Pikiran Raja mulai merangkai semua kejadian. Dia dan Pais lalu saling tukar pandang, seolah ada sesuatu yang masih kabur dan perlu dijernihkan. Siapa pemilik nomor ini?

“Malam itu Naya sempat cancel  lompat karena handphone-nya berbunyi,” jelas Raja. “Pasti orang yang menelepon ini sangat dekat dengan Naya.”

“Bagaimana Naya tahu itu telepon dari orang terdekat? Maksud gue, apa mereka punya jadwal teleponan jam segitu? Atau sebelumnya—”

“Bisa pakai penanda suara lagu nggak? Soalnya, malam itu gue denger ada suara lagi dari dalam loteng. Bisa aja, kan?”

“Naya mungkin mengatur nada dering spesial untuk orang spesial. Dan itu yang membuat dia yakin, orang penting itu menelepon saat dia akan loncat,” terang Pais dengan mata berbinar-binar jika sudah berteori.

“Gue jadi curiga cowok yang ada di rumah sakit. Suaranya persis dengan yang gue dengar saat Naya jatuh.”

“Kita harus buktikan sekarang,” ajak Pais  siaga terbang.
Akan tetapi, saat akan memelesat, Kakek Saka sudah berada di hadapan mereka. Untung Raja memakai masker dan tudung hoodie, jadi Kakek Saka tak akan bisa mengenalinya.

“Kalian pikir bisa kabur begitu saja?!” teriak Kakek Saka sudah di hadapan mereka dengan membawa parang taman. “Kalian masuk ke rumah orang nggak pakai sopan santun.”

“Gimana ini, Ja? Jangan sampai kita dihukum karena ada manusia yang lihat sayap kita,” ucap Pais tegang.

“Kita pakai cara nekat kabur aja.” Raja memberi solusi. Dia selalu saja spontan. Lagian sayapnya sudah telanjur posisi akan terbang.

“Tapi habis itu kita jadi buron,” sindir Pais.

Tiba-tiba, angin kencang seketika datang.  Daun-daun mati berguguran. Bunga-bunga angsana seperti sengaja ditaburkan. Sayap hitam legam terlihat mengepak menuju Raja dan Pais. Meski siang, bulir cahaya terpencar-pencar saat sayap itu dikepakkan.

“Kita tertangkap, nih,” ucap Pais dengan tubuh bergetar.              Dia yakin, kekuatan sayap malaikat ini melebihi sayap mereka.
Pertanda malaikat tingkat atas. Bukan cuma magang. “Kita bakal mati.”

Akan  tetapi,  Raja  tetap  diam.  Dia  sudah  pernah  merasakan ketakutan sebelumnya. Dia yakin, Tuhan selalu ada untuk menolongnya. “Gue sudah berdoa. Gue yakin, Tuhan menang melawan Malaikat,” ucap Raja tenang.

“Tak apalah kita mati, asal bareng, ya?” Pais memejamkan mata dengan tenang. Tak diduga, kata-kata pasrah Raja kepada Tuhan begitu menenangkan. Melegakan.

Hari itu, Raja dan Pais sudah siap untuk mati diadili.

Lanjut besok ya, Dek....

Author Notes :

Tahu nggak, Dek?

Hari yang paling bahagia buatku sekarang selain hari cuci darah adalah hari update Factory Reset. Meski sibuk, meski sering duduk, meski kadang ribut-ribut, tapi berjumpa dengan kalian yang imut-imut buat melaksanakan ibadah #BengekBerjamaah adalah ANUGERAH yang selalu kutunggu. Apalagi baca komen-komen kalian yang bikin bengek. Sumpah dah, mood booster banget.

Makasih ya, Dek....

Gimana nih, kabar kalian?

Aku nggak bakal lelah buat ingetin kalian, selalu siaga satu gelas air putih, dan catatan atau notes di HP. Ini tuh kayak kunci gitu, buat membaca dongeng Factory Reset.

Nah, sekarang coba tuliskan one things make you happy today.

Pasti banyaaaaaaaaak banget kan?

Ini penting buat kita, agar bisa belajar lebih fokus dengan kebahagiaan kita meski itu kecil, dibanding dengan rasa kesal kita atas sesuatu yang nggak menyenangkan. So, insyaAllah, kita akan tetap bisa happy, walau kadang banyak rintangan yang menghadang.

Jangan lupa bahagia #SobatBengek....

Salam hangat,

Nara

IG : @naralahmusi
Wattpad : @naralahmusi
Publisis : @dilisabook
@factoryreset__

Supported by:

@wattpad_storyyyy @catatanwattpad_id @wattpad.diary @wattpadandmovie @wattpadquotes_id

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro