4. Aliran Listrik?
Ketika suara itu menggema, semua orang di meja sontak menoleh pada Hyunsuk karena cowok itu bilang belakangan dia suka emosian---siapa tahu 'kan, Hyunsuk marah serta kesal karena Jihoon yang mendadak lupa dengan orang-orang terdekatnya? Tapi ketika semua mata telah tertuju pada Hyunsuk, cowok itu malah tenang-tenang saja.
Lantas siapa pelaku utamanya?
"JIHOON! BOCAH TENGIK! DIMANA KAU?!"
Suara itu kembali terdengar, dari arah jam 12.
Jihoon menoleh pada sumber suara. Di sana berdiri beberapa anak laki-laki dengan seragam sekolah yang berbeda dengan Jihoon, dan satu di antaranya yang berwajah tua serta paling galak adalah yang menyerukan nama Jihoon.
"Astaga... anak sekolah sebelah," guman Junkyu pelan dengan tersirat nada khawatir.
Jihoon menatap Junkyu. "Kau tahu siapa mereka?"
Tapi yang menjawab bukanlah Junkyu, melainkan Yedam. "Kau tidak ingat mereka juga?" Dan yang dilontarkan bukanlah sebuah jawaban. Mari ralat, itu adalah sebuah pertanyaan.
"Hah?" Jihoon bingung.
"Kau main mata dengan pacar si galak tempo hari lalu, dan si galak tidak terima. Dia mengancam serta menantangmu lalu kau menerima tantanganya," jelas Yoshi. "Kau sama sekali tidak ingat?"
Jihoon spontan menggeleng. Dia sama sekali tidak ingat apapun soal itu. Tapi... Apa dirinya dengan ingatan yang lengkap memang seperti itu?---seperti tipikal anak laki-laki tukang cari masalah?
"Si galak akan mematahkan lehermu!" kata Hyunsuk.
"Mungkin lebih buruk---kau bisa jadi cacat," kata Doyoung.
"Tidak apa. Nanti 'kan bisa diobati," kata Haruto yang kemudian---Tak! Mendapatkan jitakan keras di kepalanya dari Jeongwoo. "Aduh!!---ya... lebih baik mencegah dari pada mengobati." Haruto meralat ucapannya.
Jihoon menggeleng pelang. Teman-teman ini sama sekali tidak membantu. "Apa yang harus aku lakukan?" Dia berguman sendiri. Lalu tak lama setelah itu... Grab! Sesuatu mencengram kerah belakang seragam Jihoon.
Srak!!
Tubuh Jihoon ditarik paksa. Seluruh teman-temannya kaget, mereka hendak menolong tapi dicegat oleh rombongan si galak.
Jihoon diseret--secara harfiah memang diseret--ke tengah kantin. Dua orang dengan sigap memegangi sisi kanan dan sisi kiri tubuhnya, lalu bagian utama dalam acara dadakan ini: si ganas berdiri berhadapan dengannya dengan seringai lebar penuh kemenangan.
"Segitu saja kemampuanmu?" Si ganas berkata dengan pongah. Tangannya dilipat di depan dada. "Ternyata gosip yang beredar memang benar... kau itu hanya besar omongan saja."
Di tempat semula, Hyusuk yang sedang ditahan menggeram kesal. "Argh!! Hajar dia, Jihoon!" Cowok itu memberontak, tapi karena lawan yang tidak sepadan pada akhirnya dia kalah.
Tamu tak diundang yang datang dari sekolah lain ini memang benar-benar tidak masuk akal bentuk tubuhnya. Mereka tinggi, besar, dan berlemak, serta wajah mereka benar-benar boros usia---mereka terlihat tua ditambah lagi dengan kumis sebagai pemanis wajah. Apa mereka memang tua, atau mereka pernah tinggal kelas berkali-kali?
Tapi sungguh... bukan itu poin utama yang mau Jihoon bahas.
Poin utama saat ini: si ganas sedang bersiap untuk meninju Jihoon.
Tanggan yang besar, gempal, dan berlemak milik si ganas terkepal dan melayang menghantam perut Jihoon.
Lalu---Buk!
"AKH!" Jihoon tersentak. Rasanya mantap sekali---benar-benar sakit.
Kembali di sisi tempat semula Hyunsuk dan kawan-kawan, Junkyu yang melihat adegan pemukulan itu merasa kesal. "HEI! SATU LAWAN SATU, DONG! JANGAN MENAHAN ORANG SEPERTI ITU!" Dia memekik keras sampai-sampai orang yang menahannya hampir merasa tuli.
Si ganas mendengarkan aspirasi tersebut. Seringainya tambah melebar. "Ide temanmu boleh juga, bocah tengik." Si ganas memberi perintah pada anak buahnya. "Lepas cowok cantik itu---yang di sana juga," katanya yang turut memberi perintah pada anak buah yang menahan Hyunsuk dan kawan-kawan. "Biarkan mereka menonton dengan bebas."
Anak buah si ganas yang menahan Jihoon segera meyingkir, demikian juga yang menahan Hyunsuk dan lainnya.
Dengan susah payah Jihoon mencoba bertahan berdiri sendiri, tapi rasanya sulit. Perutnya yang ditinju oleh si ganas benar-benar tidak bisa diajak kompromi. Dan karena hal itu juga si ganas pun memanfaatkan waktu untuk menyerang Jihoon terlebih dahulu.
Buk!
Satu pukulan di dada Jihoon
Buk!
Satu pukulan di wajah tampan Jihoon
Buk!
Buk!
Buk!
Pukulan tanpa henti dilayangkan. Tampaknya si ganas berniat untuk menghabisi Jihoon.
Ini tidak bisa dibiarkan. Jika terus berlanjut Jihoon bisa kehilangan kesadaran---atau mungkin... mati.
Sungguh itu kemungkinan yang sangat buruk. Jihoon terlalu muda dan tampan untuk mati...
Hyunsuk dan teman-teman yang lain sudah berniat untuk membantu Jihoon. Tapi sayangnya mereka langsung dicegat kembali oleh anak buah si ganas---bahkan mereka pun pada akhirnya ikut dihajar juga.
Astaga... ini malah semakin memperburuk keadaan.
Jihoon berpikir keras. Dia harus melawan. Dia harus membalas tinjuan si ganas.
Tapi sayang, rencana Jihoon yang belum matang harus kalah dari rencana super matang khas restoran berbintang milik si ganas---si ganas melayangkan satu pukulan lurus yang keras tepat di ulu hati.
BUK!
"AKH!" Jihoon kesakitan. Mulutnya mulai mengeluarkan darah.
"JIHOON!" Sontak semua teman Jihoon menyerukan namanya karena terkejut sekaligus khawatir.
Pandagan Jihoon agak memburam.
Sakit... pusing... kepala Jihoon terasa berputar.
Sesaat Jihoon melihat si ganas tertawa bangga dengan hasil perbuatannya. Wajah si ganas penuh dengan raut kemenangan. Tubuhnya yang berlemak bergetar karena efek suara serta ekspresi yang si ganas keluarkan.
Dalam hati Jihoon merasa sangat tidak terima. Dia kalah dari segi ukuran, kesiapan, serta ketidaktahuannya pada siapa itu si ganas. Semuanya berada di luar rencana, dan itu tidak bisa diterima. Jihoon tidak suka, dia benci, dan sesuatu dalam dirinya mengalir keras menyalurkan sebuah kekuatan tambahan untuk membalas ketidak-senangan itu.
Tangan kanan Jihoon perlahan merambat naik, dia berniat mengincar leher berlemak si ganas yang masih larut dalam kemenangan. Dan secara mendadak, tekanan listrik di sekitar mengalami turun-naik. Lampu kantin yang mati mendadak mati-hidup dengan cepat dan kemudian pada akhirnya meledak.
Duar!
Seisi kantin sontak terkejut.
Lalu tepat setelah itu, dengan cepat Jihoon menggapai leher si ganas dan sebuah aliran listrik keluar dari tangan serta jari-jari Jihoon---si ganas tersentak, aliran listrik sangatlah tinggi mengenai permukaan kulitnya, dan cowok besar itu tersentak melompat jauh ke belakang menghantam meja.
Brak!
Si ganas pun jatuh pingsan.
Acara berkelahi dadakan dinyatakan telah selesai dengan Jihoon yang keluar sebagai pemenangnya.
"Hah?!" Seisi kantin benar-benar kebingungan melihat aksi terakhir dari Jihoon. Tapi Jihoon juga benar-benar tidak peduli, sebab fokusnya kali ini adalah pada tangan kananya yang mendadak gosong sehabis mengeluarkan listrik.
Iya... gosong: bau asap, hitam, dan yang paling parah---rasanya seperti mendapatkan luka bakar, sakit sekali.
Jihoon menjerit dengan heboh. "Argh! Argh!" Dia memegang tangan kanannya dengan tatapan penuh horor.
Kemudian keadaan pun semakin diperburuk dengan sebuah seruan dari Junkyu. "BANTUAN DATANG!" Lalu entah dari mana cowok itu bisa mendapatkan barang tersebut, tapi intinya Junkyu membawa seember air penuh.
Byur!
Air dalam ember dilontarkan.
Seharusnya itu bisa sedikit membantu, tapi masalahnya Junkyu salah target---dia malah menyiram wajah serta badan milik Jihoon, dan tangan yang luka tidak terkena apa-apa.
Tubuh Jihoon kedinginan karena disiram air, dan tangan kanan Jihoon masih meronta kesakitan. Perasaan Jihoon jadi campur aduk.
Lalu apa yang Junkyu lakukan? Tentu saja dia bilang, "Ups... Maaf," dengan cengiran lebar tak berdosa miliknya. []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro