18. Ares Mengambil Alih
Hyunsuk akan mendeskripsikan apa yang dirinya lihat dari sudut pandang kacamata penglihatannya: selurus dari kejauhan Hyunsuk melihat sosok yang familiar---ada Yoshi, Mashiho, dan Haruto berlari seperti sedang berusaha kabur sesuatu, dan kemudian disusul dengan seorang wanita berpakaian kasual yang mengejar mereka bertiga dari belakang.
Hyunsuk tidak tahu apa yang membuat ketiga temannya itu lari dari wanita tersebut. Tapi dirinya merasa ada sesuatu yang tidak beres, seperti yang mengejar itu bukanlah wanita---tapi jika bukan wanita, lantas apa? Banci kaleng? Hm... rasanya itu juga tidak mungkin.
Tapi entah pemikiran apapun itu yang Hyunsuk coba rasionalkan dalam otaknya, mendadak ada sebuah bisikan serta dorongan yang entah datang dari mana mengatakan jika Hyunsuk harus menabrak wanita itu demi menyelamatkan teman-temanya.
"Paman masih ingat film-film Fast and Furious yang kita tonton bersama?" tanya Hyunsuk.
Pamam Kim melirik Hyunsuk sejenak dari kursi kemudi. "Masih, Tuan Muda. Ada apa?"
Hyunsuk berdeham, pikirannya menimbang-nimbang apakah menabrak merupakan suatu keputusan yang tepat atau bukan... tapi teman-temannya terlihat sedang tidak baik-baik saja. Jadi---apa yang harus dipilihnya?
Tabrak saja, atau tidak?
"Paman, balapan sepuluh detik," kata Hyunsuk, tersirat nada keraguan dalam kalimatnya.
"Maaf, apa yang Tuan Muda katakan?" Paman Kim bertanya kembali.
"Balapan sepuluh detik. Injak saja gasnya dengan kecepatan penuh, lalu tunggu perintah dariku untuk injak rem," jelas Hyunsuk.
"Tapi---"
"Lakukan saja, Paman!" Potong Hyunsuk. "Sekarang!"
Set!--- Dan sepersekon selanjutnya Paman Kim melajukan mobil dengan cepat.
Mobil melaju cepat dari sebelumnya. Untung ruang gerak hanya perlu lurus saja tanpa belok, dan pastinya akan tepat mengenai sasaran.
Dalam hati Hyunsuk menghitung satu sampai sepuluh.
Tujuh… delapan… sembilan… sepuluh… dan---Buk!
“Berhenti!” perintah Hyunsuk.
Seketika rem diinjak. Mobil berhenti dengan ban yang berdecit, dan tubuh Hyunsuk terantuk ke depan menghantam kursi kemudi sebab tidak menggunakan sabuk pengaman.
“Astaga, Anda baik-baik saja?” Paman Kim berbalik menoleh ke belakang untuk memastikan keadaan Hyunsuk.
Hyunsuk menggeleng pelan. “Ya, aku baik.”
Sebuah helaan napas terdengar. “Astaga… Anda membuat saya cemas,” kata Paman Kim. Kemudian raut wajahnya menyerngit. “Tuan Muda, saya rasa mobil kita menabrak sesuatu.” Paman Kim berkata sembari melepas sabuk pengamannya dan keluar dari dalam mobil.
Paman Kim memeriksa bagian depan mobil. Wajahnya kini berubah tampak bingung. Katanya, “Tapi tidak ada sesuatu yang ditabrak, Tuan Muda.”
Apa? Tidak ada? Jelas-jelas mobil mereka dengan nekat berhasil menabrak wanita yang mengejar ketiga teman Hyunsuk, lalu kenapa Paman Kim bilang tidak ada yang ditabrak? Ini sangat aneh.
Hyunsuk pun membuka pintu mobil. “Tidak ada?” Dia keluar dengan niat untuk memeriksa sesuatu yang ditabrak, tapi pada realitanya dia malah melenceng memeriksa keadaan teman-temannya terlebih dahulu. “Kalian tidak apa, teman-teman?”
Ketiga teman Hyunsuk terdiam kebingungan. Mereka tampak takut, lelah, dan---entahlah, terlihat sulit untuk Hyunsuk deskripsikan.
“Mungkin, Hyunsuk,” jawab Yoshi sekenanya. Jawaban yang kurang memuaskan, tapi bisa dimaklumi karena keadaan.
Hyunsuk mengangguk kecil. Matanya kemudian melirik ke arah depan mobil, dan terdapatlah mayat seorang wanita terbaring mengenaskan dengan darah hitam pekat menggenang di sekitarnya---bau darahnya tercium begitu amis, sehingga Hyunsuk menyerngit dan menahan napasnya untuk sejenak.
Sekarang sangat jelas mata Hyunsuk melihat adanya mayat korban tabrak, tapi kenapa Paman Kim bilang tidak ada?
"Ayo, masuk ke dalam mobil," kata Hyunsuk.
Yoshi, Mashiho, dan Haruto pun bergegas masuk ke dalam mobil. Kemudian disusul pula dengan Pamam Kim, dan Hyunsuk yang sebelumnya melirik kembali ke arah mayat wanita---yang anehnya jasad perlahan berubah menjadi seperti abu bakar dan menghilang terbawa angin.
Hyunsuk tercengang.
Jadi... itu bukan manusia?
.
.
.
Selama mobil melaju, Mashiho menjadi juru bicara yang baik untuk menjelaskan segala hal yang telah dilaluinya sejak hendak berangkat ke sekolah. Mulai dari berita tentang kegiatan wisata sekolah ke luar kota, lalu dua monster betina dengan jenis Empousa mengejar, bersembunyi dalam bak sampah, kemudian berusaha kabur menuju keramaian dan bertemu dengan Yoshi, dan yang terakhir malah bertemu lagi dengan Empousa lain di halte bus tapi untungnya Empousa itu berhasil dibunuh karena ditabrak oleh mobil Hyunsuk.
Mendengar segala penjelasan itu sejujurmya membuat Hyunsuk sulit untuk memberikan baik itu suatu reaksi ataupun respon verbal. Tapi di dalam hati, Hyunsuk mengaku bahwa dia bersyukur jika memang yang yang ditabraknya itu merupakan monster betina. Hyunsuk terbebas dari jerat hukum penjara atas kasus pembunuhan disengaja.
"Ah... pantas saja dari tadi tercium bau tidak sedap," kata Paman Kim yang terkekeh pelan di kursi kemudinya. Pria paruh baya itu turut mendengar penjelasan Mashiho, tapi mengesampingkan segala hal percaya atau hanya menganggap omong kosong semata.
Haruto yang duduk tepat di samping kursi kemudi terlihat cemberut. Wajahnya tidak senang "Aku tidak suka mengingat kejadian di bak sampah itu," keluhnya dengan bibir yang melengkung ke bawah.
Paman Kim tertawa kecil menanggapi.
Menurut dari penuturan kata Mashiho, Haruto banyak mengeluh soal bau badannya yang tercium seperti sampah. Hyunsuk turut prihatin atas pemilihan istirahat di dalam bak sampah, tapi menurutnya mengeluh itu tidak ada gunanya. Haruto bau dan begitu pula Mashiho, tidak ada yang berubah (kecuali jika mandi nanti), dan setidaknya bersyukurlah karena bak sampah bisa membuat mereka berdua aman dari kejaran Empousa walau hanya sesaat.
"Ah..." Yoshi menghela napas lega. "Kuharap itu yang pertama dan terakhir bagiku..."
Dagu Mashiho bergerak ke kanan, melirik pada Yoshi. Jarak keduanya terpisah antara Hyunsuk yang berada di tengah. "Aku harap itu yang terakhir juga bagiku," katanya dengan nada harapan sera penuh doa.
Hyunsuk yang berada di tengah mencoba untuk memahami keadaan teman-temannya. Dia mengangguk dan berpikir bahwa tidak akan ada hambatan lagi setelah ini.
Drap!
Drap!
Drap!
Tapi sepertinya dugaan Hyunsuk salah.
Sak!--- sebuah bilah pedang panjang menusuk menembus bagian atas mobil, tepat hampir mengenai kepala Hyusuk.
"ARGH!" Sontak seluruh orang dalam mobil berteriak panik, kecuali Paman Kim yang tampak terlihat bingung.
"Astaga, ada apa?" Paman Kim bertanya seolah-olah bingung karena tidak ada hal mengejutkan yang perlu dikhawatirkan.
Tapi sayangnya tidak ada satupun anak laki-laki di mobil yang bersedia memberikan jawaban karena masing-masing sudah sibuk dengan urusannya.
Dari kaca jendela sebuah kepala dengan rambut merah api menyala menjuntai ke bawah dalam keadaan terbalik. Wajahnya memberikan sebuah senyuman menyeramkan dengan gigi taring tajam, dan matanya memancarkan tatapan lapar.
Haruto dari tempat duduknya terpaku sejenak, sedangkan di dalam hati sejatinya dirinya sudah meraung-raung. "I-itu mereka lagi? Empousa pemandu sorak?" Sebuah pertanyaan retoris keluar dari mulut Haruto.
Yoshi berkomat-kamit merapalkan doa, Mashiho sama halnya terpaku diam, dan Hyunsuk---dirinya memberikan sebuah perintah mutlak.
"Paman, kecepatan penuh!" perintah Hyunsuk.
Paman Kim menyerngit. "Maksudnya balapan sepuluh detik lagi?"
"Bukan, tidak ada balapan sepuluh detik lagi! Sekarang injak saja rem mobilnya!"
"Tapi jalanan tidak sepi, Tuan Muda. Bagaimana---"
"Turuti saja kataku!" Potong Hyunsuk. "Sekarang!"
Dan---set! Paman Kim melajukan kembali mobil dengan kecepatan penuh.
Tubuh Hyunsuk sedikit tersentak ke belakang kursi, dan dalam hati dirinya juga berharap bahwa Empousa yang ada di atas mobilnya mengalami hal yang sama---bahkan tersentak sampai terguling jatuh ke jalanan.
Tapi entah kenapa rasanya hari ini semua yang Hyunsuk harapkan malah meleset jauh dari ekspetasinya. Empousa itu tidak jatuh, dan ralat---Empousa itu ada dua, yang satu bertugas menampakan wajah di kaca jendela tempat Mashiho dan yang satunya lagi...
Dak!
Dak!
Kaca sebelah tempat Yoshi di sundul keras dengan kaki kambing.
Krek!---kaca mulai retak. Alaram tanda bahaya berbunyi dengan keras.
Hyunsuk memutar otak dengan cepat agar terbebas dari situasi seperti ini. Tangannya gemetar, tubuhnya keringatan, dan darahnya berdesir mengalir dengan deras. Intuisinya memerintahkan untuk bergerak ke depan, dan itu sudah terjadi, padahal Hyunsuk menahan diri untuk diam. Hyunsuk merogoh saku dalam jas Paman Kim yang fokus mengemudi dan mengambil sesuatu di dalamnya, sesuatu yang selalu dibawa untuk berjaga-jaga: sebuah pistol semi otomatis, Jericho 941.
Paman Kim terkejut, matanya melotot sambil tetap berusaha membanting setir menghindari mobil lain di jalan dan menginjak gas. "Tuan Muda, jangan!
Mashiho memberikan tatapan horor. "H-hyunsuk... kenapa pistol, ha?"
Jujur, Hyunsuk sendiri tidak tahu kenapa pistol. Dia tidak bisa dan tidak paham cara memakai pistol, lalu kenapa harus pistol? Dia juga tidak paham kenapa dirinya mengambil pistol, tubuhnya seperti bergerak sendiri.
"Dasar tolol!"
Hyunsuk mengerjap pelan.
Suara yang asing. Milik siapa?
Dalam sekejap sekelebat gambaran berkeliaran di dalam benak Hyunsuk. Sebuah puncak tebing curam, dari kejauhan diujung sana berdiri seorang pria berotot tangguh kekar dan besar menghembuskan napas yang berat seolah sedang menahan sesuatu, dan matanya terpejam dengan erat.
Perlahan sudut pandang semakin mendekat. Hyunsuk melihat jelas rupa pria tersebut, dan kemudian matanya terbuka lebar---pancaran kobaran api membara tak tertahankan, dan Hyunsuk mulai merasa dirinya menjadi sangat lemas serta perlahan tak sadarkan diri.
Satu hal yang diingat Hyunsuk sebelum dirinya tumbang total, pria itu berkata padanya, "Biar aku yang atasi kuman-kuman itu, dasar anak lemah!" []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro