Chapter 1
Semilir angin dengan lembut menerpa wajah gadis tersebut. Dalam ruangan serba putih yang hanya berisikan oleh satu ranjang, beberapa peralatan medis dan sebuah vas bunga yang anehnya tidak terdapat bunga didalamnya.
Gadis tersebut mengalihkan pandangan nya dari buku yang selama ini sibuk ia baca menuju jendela yang terbuka dengan lebar.
Sepoi sepoi angin bersamaan dengan hangat nya sinar mentari menerpa wajah cantiknya. Ia membiarkan ketenangan menerpa jiwanya.
Ah, perasaan ini, ia jadi teringat dengan masa lalu. Gadis tersebut menutup matanya perlahan, membiarkan ingatan lama menerjang pikiran nya.
Seorang gadis kecil terlihat sedang serius merangkai bunga menjadi mahkota di toko bunga keluarga nya.
Jemari jemari kecilnya dengan berhati hati merangkai bunga agar tidak terjadi kesalahan sedikit pun.
Saat akan memasukan tangkai bunga ke rangkaian bunga, tidak sengaja tangan mungilnya merubah susunan bunga yang berakhir dengan bunga yang dirangkai menjadi tidak berbentuk.
"Mahkota bungaku.." ucap gadis kecil tersebut dengan nada kecewa.
Mata gadis kecil tersebut terlihat berkaca kaca, badannya terlihat gemetar menahan isak tangis agar tidak keluar.
Tiba-tiba sebuah tangan mengambil mahkota bunga yang gagal dibuatnya. Dengan cekatan tangan tersebut merangkai bunga menjadi mahkota.
Gadis yang hendak menangis tersebut hanya memperhatikan tanpa berkedip. Bertanya tanya apa yang ia lakukan pada mahkota gagal tersebut.
Setelah beberapa gerakan, mahkota bunga telah selesai dibuat. Gadis tersebut melihatnya dengan mata berbinar binar.
"Chou uzai begini saja tidak bisa." ucapnya sembari memasang mahkota bunga di kepala gadis tersebut.
Ekspresi gadis tersebut langsung berubah menjadi cerah. Dengan senyuman mengembang di wajahnya, ia mengucapkan terima kasih.
"Onii-san Arigatou!" ucapnya dengan riang.
Dengan ekspresi jutek, Ia hanya menghembuskan nafas sebagai jawaban dari perkataannya. Tangannya mengusap kepala gadis kecil tersebut tanpa menatap matanya.
"Izumi."
Gadis kecil tersebut menaikkan kepalanya yang sedari tadi diusap. Mencoba memastikan apa yang ia dengar.
"Namaku Izumi Sena, bodoh." kata Izumi yang sedikit jengkel.
Gadis tersebut tersenyum mendengar perkataan Izumi. Dengan semangat ia pun mengenalkan dirinya dengan lantang.
"Namaku [Name]! Senang berkenalan denganmu Izumi-san! " katanya dengan ceria.
[Name] tertawa lembut mengingat masa ia pertama kali bertemu dengan Izumi saat masih kecil di toko bunga keluarganya.
Sungguh masa masa yang indah. Ia kembali mengingat masa ketika dirinya sedang bermain bersama dengan Izumi.
".. Enam.. Tujuh... Delapan.. Sembilan... Sepuluh! Siap atau tidak aku datang!" [Name] kecil terlihat sedang bermain petak umpet dengan seseorang.
Dengan semangat sosok mungilnya segera menyusuri segala tempat demi menemukan orang yang bersembunyi.
"Disini!" serunya sambil menengok belakang pohon, namun ia tidak menemukan sosok apapun.
Tidak kehilangan semangat ia kembali mencari tempat yang kemungkinan besar digunakan untuk bersembunyi.
Kaki mungilnya berjalan perlahan untuk menimalisir suara yang ditimbulkan. Ia bersiap menyergap apapun itu yang berada di balik semak semak.
"Disini!" seru [Name] sembari membuka semak semak.
"Oh cuma katak."
Ia kembali mencari dan mencari sosok yang bersembunyi di tempat yang aman. Berkali-kali ia mencari namun hasilnya tetap nihil.
Warna biru langit mulai berganti menjadi oranye kemerahan. Anak anak yang memenuhi tempat bermain, satu persatu kembali ke rumahnya masing masing.
Namun ia belum juga menemukan sosok yang ia cari. Bagaimana jika ia ditinggal sendirian begitu saja?
Memikirkan fakta jika ia ditinggal sudah membuat wajahnya menjadi muram. Ia segera berjalan pergi dari tempat bermain, mencari jalan untuk pulang.
Karena [Name] tidak fokus akan jalan, dan hanya sibuk dengan pikiran nya. Ia kehilangan arah rumahnya atau bisa juga dibilang tersesat.
Dirinya mulai panik setelah menyadari jika ia berada di tempat yang asing baginya. Ia menoleh kekiri dan ke kanan mencari jalan yang baru saja ia lewati.
[Name] mencoba berlari kesana kemari mencari jalan pulang. Namun semakin ia mencari, dirinya semakin tersesat lebih jauh.
Angin dinginnya malam mulai menusuk kulit [Name], ia belum juga menemukan jalan pulang dan dirinya juga sudah kelelahan.
Mata [Name] pun mulai berkaca kaca, hari ini entah kenapa tidak berjalan dengan baik bagi [Name], mulai dari kejadian petak umpet sampai ia tersesat.
Dengan perlahan air mata mulai jatuh dari wajahnya, ia sudah tidak dapat membendung semua rasa kesal, kecewa, hingga sedih yang bersatu.
"Chou uzai, ternyata kau disini?"
Terdengar suara yang sangat ia kenal di telinganya. Ia mendongak ke atas dan menemukan seorang anak sedang berdiri di depannya, suaranya terdengar marah namun samar samar terlihat jika ia khawatir.
Tanpa basa basi [Name] segera memeluk sosok didepannya dengan erat dan enggan untuk melepaskannya, masih dengan air mata yang mengalir.
"T-tadi aku pikir hiks.. Kamu udah pulang duluan hiks.. J-jadi aku.. Huwaaaaaaaaa..."
Mendengar tangisan [Name], anak tersebut mengurungkan niatnya untuk memarahinya hari ini. Setidaknya ia bisa menyimpan omelan nya esok hari.
Setelah beberapa menit [Name] menangis, akhirnya ia sudah tenang sekarang. Hari sudah terlalu gelap untuk [Name] pulang sendiri, akhirnya anak tersebut memilih menggendong nya kembali ke rumah.
Meski ia mengomel padanya, ia menggendong dengan hati-hati agar tidak melukai [Name] yang berada di punggung nya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro