Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 20 - Gadis Kecil Bermata Hazel

Pelayan berkacamata itu kembali dengan membawa nampan berisi aneka cake dan minuman berwarna hijau. Mata Alesha berbinar, cake itu sangat menggiurkan. Plating yang menarik membuat selera makan semakin bertambah.

"Saya menambahkan extra sugar pada iced matcha latte, seperti yang biasa Anda pesan, Nyonya," ucap Raymond seraya meletakkan gelas di depan Alesha.

Mata Alesha memicing, menatap Raymond penuh selidik. Pelayan berkacamata itu aneh. Beberapa kali Alesha memergoki Raymond sedang mencuri pandang ke arahnya, tetapi terburu-buru menunduk saat Darren berdeham.

"Apa kau sering melihatku berada di sini?"

Raymond tertawa kecil. "Satu setengah tahun ini Anda memang tidak pernah kelihatan. Tapi, dulu di tempat ini Anda senang menghabiskan waktu. Sekarang Anda terlihat ... semakin cantik."

"Berhenti menggodanya!" tukas Darren cepat.

Raymond terlonjak, nampan di tangan terjatuh ke lantai, menimbulkan suara berisik. Raymond terburu-buru mengambil nampan dan berbalik setelah meminta maaf.

Beraninya Raymond menggoda mantan istri Darren. Darren tahu pelayan berkacamata itu menyukai Alesha. Sekarang, setelah Alesha dan Darren bercerai, Raymond mulai berani bergerak maju untuk mendekati wanita itu lagi?

"Seperti biasa, pelayan ceroboh. Entah kenapa pihak kafe masih mempertahankan dia sebagai karyawan," ucap Darren jengkel.

"Astaga, Darren. Kau kenapa? Dia hanya mengatakan aku cantik, tidak ada maksud untuk menggodaku."

"Dia berkali-kali mencuri pandang ke arahmu."

"Kau cemburu?"

"Tentu saja."

Jawaban Darren membuat Alesha tertegun. Darren cemburu? Ya ampun, apa itu artinya Darren menyukainya?

"Ah, lupakan. Kau bisa mulai mencoba cake ini. Pilihlah sesukamu. Matcha Gold Crepe Cakes, Matcha Tiramissu Cake, Matcha Kuromame Muffins, Green Velvet Matcha, ...." Darren menyebutkan semua nama makanan yang tersaji di atas meja.

Alesha takjub dibuatnya. Darren dengan lancar menyebutkan kesepuluh jenis cake meski semua namanya menggunakan bahasa asing. "Kau seorang pengusaha, tapi sekarang kau lebih terlihat seperti seorang master chef."

"Semua ini makanan favoritku. Aku juga menyukai matcha."

"Heemmm ... artinya kita mempunyai makanan favorit yang sama?" Alesha mengambil piring berisi cake yang entah apa namanya, ia sudah lupa.

"Green Velvet Matcha," jelas Darren seolah tahu apa yang dipikirkan Alesha.

Alesha tersenyum, meraih pisau dan garpu, bersiap menyantap hidangan pertama. Cake sejenis red velvet, hanya saja menggunakan perasa matcha. Wow, sangat lezat! Itu satu kata yang ingin diucapkan Alesha saat cake itu meleleh di mulutnya. Perpaduan sempurna antara cream dan matcha. Ini salah satu cake terenak yang pernah ia nikmati.

"Kau suka?"

Alesha mengangguk cepat. "Entah kenapa, aku merasakan sesuatu yang berbeda saat menikmati makanan ini. Sesuatu yang sangat spesial, mungkin. Tapi, entahlah. Aku tidak bisa mengucapkannya dengan kata-kata."

"Oh ya?" Darren tersenyum. Kau bisa merasakannya, Alesha! Matcha sesuatu yang spesial untuk kita!

"Serius," ucapnya. Ia meraih gelas dan mencicipi iced matcha latte. Rasa manis yang pas di lidah. Mengernyitkan dahi, sekali lagi Alesha menyeruput minuman itu.

"Bagaimana rasanya?"

"Bagaimana pelayan itu tahu aku menyukai minuman manis dengan extra sugar?"

"Itu hanya kebetulan. Percayalah, Raymond pelayan teraneh di kafe ini." Darren menyandarkan punggung di kursi, tidak berminat untuk menyantap cake. Saat ini, belum saatnya Darren mengungkap semua. Biarkan semua berjalan apa adanya, memulai hubungan itu dari nol.

Sementara, pikiran Alesha berkecamuk. Bagaimanapun juga, ia tidak bisa mengabaikan si pelayan berkacamata. Memanggilnya dengan nama orang lain, lalu tahu selera minumannya.

Raymond juga mengatakan bahwa Alesha sering menghabiskan waktu di tempat ini. Mungkinkah tempat ini adalah bagian dari masa lalunya?

"Sekarang baru jam empat. Sayang sekali, aku ada pertemuan penting dengan klien yang tidak bisa ditunda. Sambil menunggu malam, bagaimana jika kau menunggu di rumahku? Jam delapan, aku akan menjemputmu. Aku sudah menyuruh orang untuk melakukan reservasi restoran."

"Tapi—"

"Tenang saja, kau tidak akan kesepian. Putriku akan menemanimu. Dia gadis kecil yang menyenangkan."

"Sepertinya aku tidak punya kesempatan untuk menolak lagi."

"Maaf, tapi ini benar-benar mendadak. Aku berjanji, nanti malam aku tidak akan mengecewakanmu. Setuju?"

"Baiklah." Alesha mengalah. Percuma mendebat Darren, pria ini sulit dibantah.

Darren bersorak dalam hati. Akhirnya, ia mendapat kesempatan untuk mempertemukan Alesha dan Lea. Putrinya pasti merasa senang. Impian sederhana dalam hidup Lea adalah bisa memeluk mamanya.

***

Darren menekan klakson, detik berikutnya pintu gerbang terbuka secara otomatis. Rumah yang berlokasi di kawasan elite itu terlihat megah. Halamannya sangat luas, sebagian disulap sebagai taman dan air mancur.

Mobil terparkir, Darren turun dan membukakan pintu untuk Alesha. Rumah bergaya eropa itu memiliki dua lantai, tiang penyangganya terlihat sangat kokoh.

Desain interior di dalam rumah sangat mengagumkan. Lantai dan dindingnya terbuat dari batu marmer. Motif dan corak alami yang dihasilkan membuat lantai terlihat indah. Berbagai macam barang antik dipajang di segala penjuru.

Lampu kristal di tengah ruang tamu menambah kesan elegan. Lalu lukisan-lukisan menghiasi dinding. Hei, Alesha baru tahu jika ternyata Darren hobi mengoleksi berbagai macam lukisan.

"Yeeeaay .... Papa pulang!" Di pintu penghubung ruang tamu dengan ruangan lainnya, terlihat gadis kecil berambut panjang melonjak kegirangan.

Ah, rupanya hubungan antara Darren dan putrinya sangat dekat. Lihatlah, kebahagiaan jelas terpancar di mata jernih Lea. Sejenak, gadis kecil itu menghentikan teriakannya. Tertegun, beradu pandang dengan Alesha.

"Mamaaaaaaa ...."

Mama? Alesha menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada siapa-siapa selain dirinya dan Darren. Lalu—

"Yeeeeaaay .... Papa membawa Mama pulaaaaang!" Gadis kecil berbaju merah muda itu melonjak lagi, kemudian berlari menghampiri Alesha dan Darren.

"Darren, siapa yang dia panggil Mama?" tanya Alesha bingung.

"Maaf, Rose. Setiap ada wanita yang datang ke sini, Lea selalu menganggap sebagai ibunya. Tolong, jangan kecewakan dia. Biarkan dia menikmati kebahagiaannya untuk hari ini saja." Tatapan Darren melembut.

"Tapi—"

Ucapan Alesha terhenti, jemari-jemari kecil itu dengan lembut menyentuh kedua tangannya. Alesha bertatapan dengan Lea. Mata hazel seperti milik Darren, jernih dan indah. Mata itu mengerjap dan berkaca-kaca. Oh, bagaimana mungkin Alesha tega mengecewakan gadis kecil secantik ini, bahkan ia merasa jatuh cinta sejak pertama kali melihatnya.

"Mamaaaa!" Suara itu terdengar gemetar.

Alesha berlutut, menyejajarkan tinggi tubuhnya dengan Lea. "Hai, Sayang!"

"Lea kangen Mama, kenapa Mama tidak penah pulang? Lea ingin punya Mama sepelti teman-teman." Lea terisak.

"Sekarang Mama sudah pulang, jangan menangis lagi, oke?" Alesha memeluk tubuh mungil itu. Kasihan, gadis ini sangat merindukan sosok seorang ibu.

"Mama jangan pelgi lagi!"

Alesha mengelus rambut hitam Lea. Bertatapan dengan Darren, pria itu tersenyum sembari menyeka cairan di sudut mata. Astaga, Darren menangis. Barangkali dia terharu melihat kebahagiaan putrinya. Atau mungkin dia sedang merindukan mantan istrinya? Ya Tuhan, kesalahan apa yang membuat mereka terpisah?

Lihatlah, bagaimana mungkin mantan istri Darren tega meninggalkan putri semanis ini? Alesha mengecup kedua pipi Lea, lalu mengusap air mata di pipi lembut itu. "Are you happy?"

"Yeah, Mama! I'm happy now. Kenapa Mama tidak pelnah pulang?"

Darren berlutut di samping Alesha, mengelus rambut putrinya. "Bukankah Papa sudah bilang, Mama sibuk, Sayang. Yang penting, sekarang Mama sudah ada di sini. Mama lelah, biarkan Mama istirahat dulu, oke?"

"Oke. Tapi janji, nanti Mama main sama Lea!"

"Oke, My Princess. Papa akan antar Mama ke kamar."

Gadis kecil itu mengangguk. Poni di dahinya bergerak menggemaskan. "I love you, Mama!"

"Love you too, Sayang." Alesha mengecup dahi Lea. Aroma khas bayi menguar dari sana.

Darren menggandeng tangan Alesha, mengajaknya menaiki tangga. Kamar yang mereka tuju memiliki jarak cukup jauh dari ruang tamu.

"Ini kamarmu," ucap Darren. Di kamar inilah dulu Alesha melewati hari-hari penuh kesakitan selama 244 hari.

Alesha mengedarkan tatapan ke seluruh sudut ruangan. Kamar ini empat kali lebih luas dibanding kamar di vila. Seluruh perabotnya terlihat mewah. Ranjang king size, lemari besar di sisi kanan ruangan, serta satu set sofa lengkap dengan mejanya.

"Kamar yang sangat nyaman!" ucap Alesha.

"Terima kasih karena telah membuat putriku bahagia."

"Ah, ya. Lea gadis yang sangat menggemaskan. Ia membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama."

Alesha menghempaskan tubuh di sofa kulit berwarna kuning gading. Menikmati sejuknya hawa di ruangan ber-AC itu. Perjalanan tadi lumayan melelahkan. Ditambah dengan perutnya yang terasa kenyang oleh matcha cake, sukses membuat ia mengantuk. Tapi sepertinya bermain bersama Lea lebih menyenangkan daripada tidur sendirian.

"Hanya jatuh cinta pada Lea?" tanya Darren, nadanya sedikit menggoda.

"Hemm .... Memangnya jatuh cinta pada siapa lagi?"

"Ayahnya."

Alesha berpikir sejenak. Jatuh cinta pada ayah Lea? Itu artinya—

"Sampai nanti malam, Rose. Tunggu kejutan dariku. Aku pergi dulu."

Darren melambaikan tangan, sebelum akhirnya benar-benar pergi. Alesha menyentuh dadanya, terasa sesak. Ah, sikap Darren begitu lembut dan manis. Sungguh, ia sudah tidak sabar menantikan dinner nanti.

Uh, Darren! Pesonamu sangat sulit ditolak oleh wanita mana pun. Baiklah, Alesha harus mengakuinya. Secara tidak langsung, Darren telah menariknya ke dalam garis kehidupan pria itu. Lalu dengan senang hati, Alesha menyambut kehadiran Darren dalam hidupnya. Yah, meski ia merasa bahwa ini terlalu cepat.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro