Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19. Persiapan

Sesuai rencana, Adit dan Risa akan ke Jakarta untuk memuluskan strategi, membuktikan pada kedua keluarga jika mereka akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat. Undangan sudah Adit persiapkan beberapa hari yang lalu tanpa sepengetahuan Risa. Mereka akan melangsungkan pernikahan secara resmi agar tidak mengundang kejanggalan dari lawan. Risa terpaksa menyetujui rencana itu karrna memang tak ada jalan lain. Dia pasrah pada ketentuan Adit. Posisinya pun sulit. Mereka sama-sama sedang ditekan orang tua untuk menikah dengan orang yang tidak mereka cintai. Tapi mereka justru terjerat dengan pernikahan kontrak untuk menghindari masalah satu sama lain. Adit menjanjikan jika dalam satu bulan masalahnya akan selesai, dan dia akan membantu Risa untuk membujuk Alex agar memaafkan kesalahan sang adik.

Suara ketukan pintu membuat aktivitas Risa terjeda. Dia menatap ke sumber suara. "Masuk!" serunya sambil melanjutkan aktivitas memasukkan pakaian ke dalam koper.

Pintu pun terbuka. Sosok Adit berdiri di ambang pintu. Pandangannya tertuju pada gadis yang masih duduk menghadap koper. Adit bergegas membalikkan tubuh.

Apa dia sengaja pakai pakaian itu? Atau dia nggak sadar?

Risa menatap ke arah Adit karena tak mendapat respon. Dahinya berkerut karena Adit sudah berubah posisi membalikkan tubuh.

"Ada apa?" tanya Risa.

"Nggak apa-apa. Hanya mau mastiin kalau kamu sudah siap," balas Adit.

"Sebentar lagi semuanya siap. Setelah itu aku akam mandi."

"Taruh saja kopernnya di depan pintu, nanti aku yang akan bawa keluar." Adit masih memunggungi Risa.

Dia kenapa? Apa kamar aku berantakan? tanya Risa dalam hati, lalu melempar pandangan ke sekitar.

Tatapan Risa kembali pada pintu, tapi Adit sudah tak ada di sana. Kedua bahunya terangkat karena tak ingin ambil pusing perihal keanehan tingkah Adit. Dia kembali sibuk memasukkan keperluan lain ke dalam koper. Mereka hanya beberapa hari di Jakarta, jadi tak perlu membawa banyak pakaian. Lagipula, biasanya Adit akan membelikan pakaian untuknya jika merasa tidak sesuai dengan pakaian yang dia kenakan.

Risa lekas berdiri setelah menutup koper. Tak sengaja, dia menatap gaun tidur yang menghiasi tubuhnya. Seketika matanya melebar. "Pasti karena gaun ini dia seperti itu. Kenapa aku tidak memerhatikan pakaian sebelum mengizinkan dia membuka pintu," rutuk Risa pada diri sendiri.

Setelah merutuki diri sendiri, Risa bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Waktu yang mereka miliki hanya 2 jam untuk siap-siap karena pesawat akan take off pukul 09.30.

***

Risa berusaha menutupi malunya karena kejadian gaun tidur yang dikenakan olehnya beberapa jam yang lalu. Lagipula Adit pun bersikap biasa saja seolah tak terjadi sesuatu. Saat ini, mereka sudah di dalam mobil untuk menuju apartemen yang sudah Adit sewa untuk tempat tinggal mereka selama beberapa hari ke depan. Penampilan keduanya terlihat serasi. Adit mengenakan kaus hitam berkerah lengan pendek dan dipadu jelana jins warna putih, sedangkan Risa mengenakan kemeja pendek warna putih dan dipadu dengan celana jins hitam. Serasi bukan?

Mobil yang mereka naiki tiba di basement apartemen. Adit bergegas turun dari mobil untuk berbicara pada sopir yang mengantar mereka. Sopir itu adalah karyawan sahabatnya, David.

"Ini kuncinya, Pak." Sang sopir menyerahkan kunci mobil pada Adit.

"Bawa saja mobilnya, Pak." Adit menolak.

"Pak David yang menyuruh saya buat kasih kunci mobilnya sama Pak Adit. Tolong terima, Pak. Kalau Pak Adit nggak terima nanti saya bisa dipecat."

Senyum lebar tercetak jelas di raut Adit, menampilkan gigi-giginya yang rapi. Sifat sahabatnya tak pernah berubah, selalu mengancam agar orang lain mematuhi perintahnya. Adit menerima kunci mobil itu dan berterima kasih pada sang sopir. Dia akan menemui empunya mobil untuk berterima kasih sekaligus mempertemukan Risa padanya. David mengenal baik Risa karena dia pun bersahabat baik dengan Alex.

"Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Risa saat Adit hanya tersiam setelah kepergian sopir.

Adit menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Risa sudah turun dari mobil. "Iya," balasnya singkat.

"Kenapa sopir itu meninggalkan mobil ini?"

"Ambil kopermu." Adit berjalan menghampiri bagasi, mengabaikan pertanyaan Risa.

Risa pun menghampiri bagasi. Posisi mereka berdampingan saat bagasi mobil terbuka. Sesaat, mereka saling menatap pakain masing-masing. Kenapa mereka terlihat kompak padahal tak janjian? Apa karena kebetulan atau karena jodoh?

"Jangan lihat seperti itu," ucap Adit membubarkan apa yang sedang Risa pikirkan.

"Aku hanya bingung saja. Kenapa pakaian kita kompak seperti ini sedangkan sebelumnya tidak ada janji akan mengenakan pakaian warna ini."

"Hanya kebetulan saja." Adit meraih kopernya.

Maybe.

Risa akan meraih kopernya, tapi sebuah cekalan mendarat di lengannya, membuat gerakannya terhenti.

"Aku yang akan mengambilnya. Mulai sekarang, kamu harus terbiasa berbicara santai padaku. Jangan kelihatan kaku. Nanti bisa dicurigai termasuk di depan orang tuaku." Adit mengingatkan dengan nada pelan.

"Iya, Sayang." Risa menggoda.

Gerakan Adit terjeda saat mendengar kalimat dari gadis di sampingnya. Baru pertama kali dalam hidupnya mendapat panggilan seperti itu kecuali dari wanita yang melahirkannya.

Adit sontak menoleh ke arah gadis di sampingnya. Risa terlihat menahan senyum. Lebih tepatnya malu karena sudah lancang menggoda seorang polisi. Tapi itu pemanasan dan atas kemauan Adit.

Semua barang sudah dikeluarkan dari bagasi. Mereka bergegas meninggalkan mobil untuk masuk ke dalam apartemen. Adit membawa dua koper miliknya dan milik Risa, sedangkan Risa hanya membawa tas berisi barang berharganya. Apartemen yang akan mereka huni adalah milik David. Adit akan tetap membayar pada sahabatnya meski ditolak. David tak ingin hitung-hitungan bersama sahabat dekatnya. Sudah beberapa kali Adit menolongnya, jadi dia tak mungkin memanfaatkan situasi demi uang. Lagipula David memiliki banyak uang, dan untuk apa menerima uang dari Adit yang hanya seberapa.

Mereka tiba di depan pintu apartemen yang dituju. Adit bergegas membuka pintu tersebut agar mereka segera masuk. Pemandangan pertama yang mereka lihat adalah ruang tamu mini. Adit bergegas masuk ke dalam sambil menarik dua koper di tangannya. Risa hanya mengikutinya dari belakang. Ruangan berikutnya adalah dapur. Apartemen itu terlihat rapi dan cukup luas. Risa melebarkan mata saat mendapati hanya ada satu kamar di apartemen itu.

"Hanya ada satu kamar?" tanya Risa.

"Hmm ..." Adit hanya beegumam sekilas.

"Lalu kita akan tidur ..." Risa menggantungkan kalimatnya.

"Kamu bisa tidur di kasur. Aku akan tidur di sofa."

Deringan ponsel menjeda obrolan mereka. Adit bergegas meraih benda pipih itu karena suara bersumber dari ponsel miliknya. Nama wanita yang sudah melahirkannya tertera di layar ponsel. Dia beranjak dari posisinya menuju balkon. Risa menatap kepergian Adit. Kedua bahunya terangkat tanda tak ingin tahu. Langkah Risa mengayun ke arah kamar. Pandangannya mengitari setiap sudut kamar itu. Dia mendaratkan tubuh di tepi ranjang.

Tempat ini cukup nyaman dan pemandangannya indah dari arah kaca. Aku tak tahu pemilik apartemen ini, tapi Adit tak salah menyewa tempat ini. Aku suka.

Sudah beberapa menit Adit sibuk dengan panggilan telepon membuat Risa lama menunggu. Dia merebahkan tubuh di atas tempat tidur karena dilanda lelah dan kantuk. Beberapa hari ke depan Risa akan fokus membantu Adit, meliburkan diri dari pekerjaan utamanya. Adit sudah izin pada Ken jika dia akan membawa Risa ke Jakarta untuk menemui orang tuanya dan menyampaikan jika mereka akan menikah. Sudah tentu Ken mengizinkan karena tahu masalah Adit dan asmara sahabatnya. Tak tahu jika Adit menikahi Risa hanya sementara, dan bukan karena cinta.

Setelah obrolanya bersama beberapa orang selesai, Adit berjalan menghampiri kamar untuk menyampaikan sesuatu pada Risa. Langkahnya terhenti saat mendapati gadis itu terlelap di atas ranjang. Tak sadar, bibir Adit menyungging senyum. Dia tak pernah menyangka jika akan melibatkan Risa sejauh ini demi menghindari permintaan orang tuanya. Ada rasa bersalah merasuki hati karena membuat gadis itu terseret dalam masalahnya. Tapi dia melakukannya pun demi menjaga wanita itu. Hanya Adit yang menolongnya sampai saat ini.

Adit menutup pintu kamar, membiarkan Risa istirahat. Masih banyak yang harus dia kerjakan, terutama mengatur strategi untuk membujuk Alex. Sebelum itu, Adit memesan makanan untuk makan siang Risa. Setidaknya menunggu sampai makanan itu tiba, baru dia akan pergi untuk menemui seseorang. Sambil menunggu makanan pesanannya, Adit menulis notes untuk Risa mengenai kepergiannya.

Aku pergi sebentar untuk masalah penting.
Kabari aku segera jika kamu sudah bangun.
Jangan keluar dari tempat ini tanpa dampinganku.
Jangan membuka pintu untuk tamu.
Ini makan siang buat kamu.
Tetap hati-hati.

~Adit~

Setelah selesai, Adit meletakkan notes itu di atas meja. Dia harus bersiap-siap untuk pergi. Jaket hitam sudah menghiasi tubuh Adit. Perhatiannya teralih saat mendengar suara bel. Adit bergegas menghampiri pintu dan membukanya. Seorang driver berdiri di depan pintu sambil membawa kantong plastik berlogo restoran cepat saji yang cukup terkenal di Jakarta. Adit bergegas membayar makanan yang dia pesan, lalu kembali masuk ke dalam dan meletakkan makanan pesanannya di atas meja. Makanan khusus untuk calon istrinya. Setelah itu, dia bergegas meninggalkan apartemen untuk menjalankan misinya.

***

Risa membuka mata perlahan, mengerjapkannya beberapa kali. Tangannya terangkat untung merenggangkan ototnya yang tegang. Dia beranjak duduk saat memori ingatannya kembali jika saat ini sedang menunggu Adit. Matanya membulat saat menatap jendela dan langit sudah menggelap.

Kenapa dia tidak membangunkan aku? tanya Risa dalam hati sambil beranjak dari ranjang. Langkahnya terayun untuk keluar dari kamar. Suasana terasa sunyi seperti tidak ada tanda kehidupan. Risa mengedarkan pandangan untuk mencari sosok Adit. Tak ada. Ke mana Adit?

"Adit," panggil Risa.

Tak ada jawaban. Risa bergegas menuju ke kamar mandi. Nama Adit kembali dia ucap. Nihil. Laki-laki yang dia cari tidak ada di setiap ruangan.

"Ke mana dia? Apa dia pergi? Tapi kenapa tidak bilang padaku jika ingin pergi?" tanya Risa pada diri sendiri.

Risa meraih ponsel di dalam tasnya, lalu mencari kontak Adit. Tak sengaja dia melihat bungkus makanan dia meja serta secarik notes. Diraihnya notes tersebut, lalu menatap isi notes yang tertera. Risa bergegas menghubungi Adit setelah selesai membaca isi notes.

"Kenapa kamu tidak membangunkan aku jika akan pergi?" tanya Risa saat panggilan telepon tersambung.

"Kamu sudah bangun?" tanya Adit balik.

"Aku lebih dulu bertanya padamu."

"Aku sudah pesankan makanan buat kamu. Jangan lupa makan. Kamu pasti belum makan dari siang."

"Jawab atau aku keluar dari apartemen."

"Aku nggak tega bangunin kamu karena kelihatannya kamu cape, makanya nggak aku bangunin."

Jawaban Adit seakan membungkam mulut Risa. Meredakan amarah di dalam hatinya. Kali pertama Adit mengungkapkan rasa perhatian padanya.

"Risa. Are you okay?"

Risa terkesiap. "Aku ingin keluar dari sini sebentar. Ada yang ingin aku beli."

"Kamu belum baca pesan yang aku tulis di atas meja makan bersama makanan buat kamu?"

"Sudah."

"Lalu?"

"Kenapa aku tidak dibolehkan keluar dari apartemen ini sedangkan kamu boleh?"

"Ini demi keamanan kamu. Bisa saja ada mata-mata yang mengawasi kita saat ini, makanya aku menyuruh kamu tetap di dalam. Kalau ada yang mau dibeli tinggal bilang saja sama aku, nanti aku belikan saat jalan pulang."

Kenapa dia seperhatian ini padaku? Sekhawatir ini padaku? Seteliti ini untuk keamananku? Apa ini hanya perasaanku saja?

"Ris."

"Baiklah. Akan aku ketik keperluan apa yang selama di sini. Semuanya harus ada."

Tanpa menunggu balasan dari Adit, dia menutup sambungan telepon. Ada yang tidak beres dalam diri Risa. Jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Risa menyentuh dadanya. Terasa jelas detak jantungnya memompa cepat. Dia menarik napas dalam, lalu mengeluarkan perlahan. Berharap detak itu kembali normal, nyatanya masih terus berdetak cepat.

"Ada apa denganku? Kenapa aku seperti ini?"

Risa mendaratkan tubuhnya pada kursi, lalu menyantap makanan yang ada di atas meja. Berusaha melenakan keadaan hatinya yang tak menentu.

***

Mohon dimaklumi kalau banyak typo. Keyboard error, Gaes.
Aku post sekarang karena kalian pasti nanti malam pada sibuk buat kongkow. Atau ada yang di rumah saja macam saya? Hihi

Selamat menikmati malam pergantian tahun!☆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro