Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Tegen Aanval

"Vaya, kamu tahu kan peraturannya?"

"Tau, Bu." Vaya mengangguk.

"Kalau gitu silakan keluar."

"Ta-tapi, Bu, saya dateng ontime kok. Cuma pas di gerbang tadi, Pak Dirman-"

"Peraturan saya adalah telat masuk kelas. Masuk gerbang bukan berarti masuk kelas."

Vaya menggigit bibirnya, lalu mengangguk. Gadis yang baru masuk itu berjalan gontai keluar kelas. Dia mencoba tidak memedulikan tatapan teman-teman sekelasnya. Vaya tahu itu bukan pandangan kasihan. Tetapi lebih ke 'sial banget ni anak, baru aja sehat, masuk sekolah malah disetrap.'

Begitu tiba di luar kelas, Vaya menendang udara. Hari ini, Vaya masuk sekolah. Dan dia lupa kalau jam pertama Bu Sukma yang mengajar. Sudah hal lumrah kalau Bu Sukma tidak pernah mengizinkan siapa pun yang terlambat masuk kelasnya. Jadi, di sinilah Vaya. Dia bersandar di dinding samping pintu kelasnya.

"Woi, bego!"

Vaya melonjak. Dia menoleh ke sumber suara. Aji sudah berdiri di depannya sambil membawa tumpukan buku.

"Mau apa lo, bego?" balas Vaya tak mau kalah.

"Ke mana aja lo, kemarin? Hape pake dimatiin lagi."

Vaya tersenyum. Dia mematut-matut diri di depan wajah Aji. Dia sering seperti itu. Berlagak sedang berkaca memakai lensa mata Aji. "Ya, biasalah. Gue kan udah viral. Gue diundang ke acara Hitam Putih, tau. Sibuk syuting gue."

"Nggak usah halu, lo!" Aji memukul kepala Vaya pakai buku.

"Heh!" Tak mau kalah, Vaya balas memukul kepala Aji. Keduanya terus seperti itu sampai seseorang berdeham di belakang mereka, meminta ruang untuk lewat.

"Anyeong haseo, Rio." Aji nyengir. "Lo telat, Yo?"

Rio mengangguk. Sekilas matanya dan mata Vaya bertemu.

"Untung jam pertama Pak Samsul yang masuk. Jadi, lo aman. Nggak kayak si bego ini." Aji menunjuk Vaya yang langsung menyambut omongan kurang ajar itu dengan menghentak keras sepatu Aji.

Aji meringis. Dia melototi Vaya. Tetapi dia kembali fokus pada Rio. "Kebetulan ada lo. Bantuin gue bawa ini," katanya sambil menyerahkan setengah dari tumpukan buku yang dia bawa.

"Vay, kita duluan ya." Aji mengangguk ke arah Vaya. Sementara Vaya-yang mendadak sekujur dadanya berdebar karena Rio-pura-pura tak mendengar apa yang Aji ucapkan. "Oi, Vay. Jangan bego kayak kemarin lagi ya. Kalau ada apa-apa bilang!"

Vaya mengernyitkan dahi. "Apa-apa apanya nih?"

"Apa-apa apanya dong, apanya dong, dang ding dong." Aji menjawab kalem. Lalu, tanpa mengucapkan kata apa pun lagi. Aji, bersama Rio sudah pergi meninggalkan Vaya. Sesaat Vaya mengarahkan tinjunya ke arah Aji. Tetapi, tidak lama. Sebab, kini gadis itu tengah sibuk menenangkan jantungnya yang berdegup kencang. Ketahuan kena setrap guru didepan gebetan itu benar-benar mantap sekali rasanya.

Vaya meloncat-loncat gelisah. Dia lalu menendang udara beberapa kali. Dia benar-benar memalukan. Namun, beberapa saat kemudian, gadis itu tercenung.

"Biasa aja lah, Vay. Toh dia nggak peduli. Lo mati atau hidup juga dia nggak akan ngeh," ucap Vaya pelan. Bicara sendiri.

Waktu terus berjalan. Begitu pelajaran pertama selesai, Vaya-yang baru saja menunduk hormat ke arah Bu Sukma yang keluar dari kelasnya-langsung menggapai kenop pintu kelasnya. Belum sempat dia masuk, Sasa dan Mia sudah menyergapya dengan banyak pertanyaan dan berita.

"Lo kemarin ke mana?" tanya Sasa sambil menarik Vaya untuk duduk.

"Vay, lo baik-baik aja, kan?" timpal Mia.

Vaya memberi simbol OK. Dia jauh lebih ingin menyergap dua temannya itu dengan satu keinginan. Tetapi dua temannya itu terus memberondongnya. Mulai dari pertanyaan keadaan Vaya, kenapa ponsel dimatikan, lalu beranjak membahas pelajaran yang Vaya lewatkan, tugas-tugas yang harus dikerjakan, sampai ke cerita-cerita seputar anak Kartini.

Dengan heboh, Sasa bercerita tentang Ojak yang ketahuan naksir Dela, Aji yang rajin ke kelas nanyain kabar Vaya, Adel yang makin eksis, geng Stevi yang pakai tas kompakan warna sama ke sekolah, Ardi yang makin hari makin ganteng (versi Sasa), sampai ke Rio. Ada adik kelas yang naksir Rio.

Vaya berdecak. "Uda, udah, gue lagi nggak mau denger nama Rio."

"Halah. Anget anget tai ayam lo! Besok juga lo bahas Rio lagi."

Vaya menelengkan kepalanya. "Gue kemarin ketemu Rio yang lebih charming dan ganteng."

Kontan Sasa memekik. "Siapa?!"

"Kapan-kapan gue kenalin ya. sekarang, dengerin gue. Ada yang mau gue bahas."

Vaya memberi isyarat Sasa dan Mia untuk mendekat. Dia membisiki sesuatu yang membuat dua temannya itu melotot tak percaya.

"Tegen Aanval?" Sasa berjengit. tumben sekali Vaya ngomong keren. namun, sebagai orang yang paham kalau Vaya itu tipikal orang yang akan bicara berdasarkan apa yang baru saja dia dengar-maksudnya, mereka baru saja kelar belajar sejarah-Sasa pun menggebuk bahu Vaya. "Heh, nggak usah pake bahasa militer! Gue tau maksudnya serangan balik kan? Tapi realisasinya gimana? Ngomong yang bener!"

Vaya, yang merasa Sasa jauh lebih pantas dapat predikat Tergalak di SMA Kartini, berdeham. "Maksud gue, serangan balik. Video balasan. Paham?"

"Vi-video balasan?" Sasa dan Mia bersitatap.

"Lo serius, Vay?"

"Iya!" Vaya menjawab yakin.

Sasa menggeleng kencang. Kuncir rambutnya sampai ikut bergoyang. Sementara Mia masih berusaha mencerna ide gila Vaya.

"Gue mau kita intai Adel, terus kita rekam tuh borok-boroknya dia."

"Terus?" Mia mengangkat alis.

"Ya, gue sebarin dong. Biar seluruh dunia tahu kalau Adel itu cuma anak kecentilan yang manja, bau, jahat, heartbreaker, modal tampang dan sebagainya. Jadi, predikat angket untuk dia bakal berubah. HAHAHAHA!" Vaya mengangguk-angguk. Dia senang sendiri.

"Tapi, Adel nggak modal tampang kok, Vay. Dia kan sekelas sama Rio ... kelas unggul."

Vaya melotot. "Lo pikir kelas unggul itu unggul semuanya apa? Mohon bedakan antara IQ dan EQ ya. Adel boleh pinter, tapi moralnya bego sampe ke sel-sel darah! Dia tuh cuma ngerusak citra anak unggul aja."

"Setuju! Setuju!" Sasa bertepuk tangan. Kini dia dan Vaya ber-high-five ria.

"Gue ... nggak ikutan ya." Mia mencicit.

Vaya diam. Hanya sebentar. "Oke. No problemo! Lo emang nggak cocok terjun ke dunia gelap kayak gini. Serahkan masalah ini sama gue dan Sasa aja," ucap Vaya seraya menepuk-nepuk bahu Mia.

"Bukan gitu-"

"Udah, nggak papa kok, Mia. NEXT! Sasa! Karena lo nggak punya skandal video dan paling banyak kuota. Gue kasih tugas pionir ke lo. Lo yang mantau aktivitas Adel di kantin sama di sosmed!"

"OKE!"

"Gue yang bakal rekam Adel di tempat-tempat yang-"

Pintu kelas terbuka. Pak Ahmad, guru sosiologi mereka masuk dan mulai mengucapkan kalimat pembuka khas dirinya 'Baiklah, siswa-siswi bapak sekalian.' menandakan putusnya obrolan tiga cewek itu. Mia dan Vaya kembali ke tempat duduknya. Sementara Sasa beranjak duduk di belakang. Mereka siap belajar. Namun, di beberapa kesempatan, saat Pak Ahmad tak memerhatikan, tiga orang itu masih sempat-sempatnya memamah biak di bawah meja.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro