Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ES. 6 Ruang Tersembunyi

Sejak semalam sampai pagi ini, Ardan sama sekali belum mau berbicara atau keluar dari kamarnya. Bahkan Nakula dan Sabit yang awalnya ingin pulang pun urung, mengingat Panji yang kepayahan karena harus membantu Maminya yang tiba-fiba menjerit entah karena apa.

Sabit pikir Ardan akan baik-baik saja, tapi kenyataannya Ardan benar-benar mwngunci dirinya dari semua orang. Berulang kali Sabit mengetuk pintu kamar Ardan, begitu juga dengan Nakula.

Untung saja hari ini sekolah diliburkan karena para gurunya sedang rapat. Jika tidak. . . Ardan dan Nakula akan mencetak tanda merah lagi di absennya.

Dua minggu lalu Ardan, Nakula dan Pitter bekerjasama untuk bolos, alasannya mudah... malas bertemu mata pelajaran sejarah dengan guru yang kiler seperti Pak Baron.

Menurut Ardan Pak Baron adalah salah satu guru menyebalkan satu sekolah yang pernah dia temui. Padahal Pak Baron merupakan satu-satunya guru yang cukup bijak dengan aturan.

Namun, bagi Ardan tidak seperti itu. Dia sudah dua kali ditegur oleh Pak Baron dengan tanpa alasan siswa seperti Ardan tudak pernah suka mendapat hukuman dengan apa yang tidak ia lakukan. Bukan hanya itu, setiap kali Ardan diam, Pak Baron justru menimpali kekesalnya dari lain pada Ardan.

Rasanya tidak adil, jika Ardan menjadi bulan-bulanan seorang guru. Pernah ketika Ardan benar-benar tidak ingin menjadi anak durhaka pada guru, ia memilih untuk diam dan tidak melakukan apapun. Tapi, Pak Baron selalu mrmiliki cara untuk menjadikan Ardan sasaran utamanya.

Ucapan Pak Baron pada Ardan juga tidak pernah becanda atau sekadar main-main saja. Semua yang dialami Ardan orang-orang tidak ada yang tahu, kecuali Nakula dan Pitter.

"Gis, buka pintunya."

Suara Nakula sejak tadi sudah berulang kali memanggil namanya, walau tArdan tidak pernah mengunci pintu, tapi bagi Nakula mendapat ijin dari Ardan adalah salah satu kepercayaan yang sulit di dapat.

Ardan pernah mengatakan kalau dirinya tidak pernah suka orang sembarangan masuk ke kamarnya, meski teman baik atau Kakaknya sendiri. Kali ini keadaannya berbeda, anak itu memilih mengurung diri dengan suasana hati yang tidak baik.

"Gis, ini gue Nakula, ada Pitter juga nanti dia ke sini. Please buka pintunya."

"Gimana... di sahut ngga?" tanya Panji, tiba-tiba datang mendekati Nakula dengan nampan berisi sarapan di tangannya.

Nakula menggeleng, dia melangkah mundur untuk memberi ruang pada Panji yanh siap akan membuka pintu kamar adiknya. Di detik berikutnya, suara gagang pintu itu terdrngar dengan pintu yang terbuka sedikit.

"Apa?"

"Panji bisa dengar suara serak Ardan dibalik sana. Panji tidak mrnyalahkan Ardan kalau anak itu tidak mendengarnya. Anak itu telah menghilangkan alat dengarnya semalam ketika mrngamuk dalam peluknya.

Sementara Nakula menatap Ardan dalam diam sambil mengambil alih nampan yang ada di tangan Panji.

"Gue boleh masuk?" tanya Panji, cowok itu berbicara pada Ardan begitu sabar dengan bahasa isyarat yang mustahil bisa Nakula lakukan. Padahal selama ini dia berteman dengan Ardan cukup lama. Sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, Ardan satu-satunya siswa yang hyper dengan jurus seribu makna. Alias heboh tanpa jeda.

"Ayo La, kita masuk." ajak Panji, ketika mendapat ijin dari si pemilik kamar. Nakula hamya mengekor, setibanya di dalam sana Nakula tidak tahu harus melakukan apa. Menurutnya kamar Ardan adalah salah satu tempat yang paling menyenangkan. Selain dindingnya yang berwarna gold, langit-langitmya juga bernuasa planet.

Panji pernah bercerita ketika cowok itu sedang berkunjung ke rumah mereka untuk menyelesaikan tugas bersama Sabit.

Panji bilang ...Ardan itu sangat menyukai benda-benda angkasa. Namun, anehnya benda angkasa itu hanya planet Mars dan Aries saja. Sisanya adalah coretan kelabu dengan tetes hujan di sana.

"Makan dulu, Abang suapin ya?" suara Panji kembali mengalihkan pandang Nakula, dia melihat Ardan yang benar-benar diam di sana. Sesekali Panji mengusap punggung adiknya, membiarkan semua keluhnya dapat ia rasakan.

Tetap Nakula salah, Ardan bukan orang yamg seperti itu, Ardan adalah anak dengan keterbatasan untuk mencerna ucapan seseorang dengan cepat.

Ardan itu secara fisik tidak kurang, anggota tubuhmya normal dan lengkap. Tspi jaringan sistem dengar dan batinnya tidak. Bahkan setiap sebulan sekali Ardan selalu betkunjung ke rumah sakit, walau semua orang tahu Ardan benci rumah dakit.

"Gis marah sama Abang aja, jangan sama diri sendiri. Abang yang salah, Abang minta maaf, udah jangan di pikirin lagi... oke?"

Nakula sempat berpikir bagaimana rasanya menjadi Ardan, lalu bagaimana rasanya berada di posisi Panji yang mrmiliki adik seperti Ardan. Pasti sangat sulit. Yang Nakula tahu, ketika Panji mengetahui sakit adikmya, cowok itu mati-matian belajar bahasa isyarat di sebuah sekolah khusus, dia juga mengikuti beberapa pelatihan ketika akhir pekan. Jadi, jangan tanyakan mengapa Panji bisa berkomunikasi dengan baik pada Ardan walau anak itu tidak sedang mrmakai alat bantunya.

🍭🍭

Pagi tadi Ardan sama srkali tidak berniat untuk sarapan, anak itu hanya melamun di dalam kamarnya, Nakula dan Sabit juga sudah pulang sejak pukul sepuluh. Sementara Panji memilih untuk menonton televisi saat ini dan membiarkan Ardan berkutat dengan pikirannya sendiri.

Tak lama, terdengar suara langkah kaki yang baru saja menuruni anak tangga. Mata Panji membola melihat adiknya jalan mendekat ke arahnya. Lalu duduk di sebelah Panji sambil bersandar di bahu milik Panji.

Diusapnya wajah Ardan begitu pelan, anak itu sama sekali belum mau bersuara bahkan ketika Panji ingin mengajaknya ke rumah sakit, Ardan juga diam.

"Kenapa?" tanya Panji. Melihat Ardan diam membuatnya kesal, percuma saja dia bicara toh Ardan tidak akan mendengarkan, hanya samar dan responnya pun lama.

Sudah tiga bulan belakangan Ardan menolak untuk pergi ke dokter spesialis langganannya. Anak itu selalu beralasan yang macam-macam.

"Panji, Mami mau keluar dulu ya, mau ambil baju pesanan di toko Tante Ratih." suara Alsha membuat Panji tersentak, cowok itu hanya mengangguk, sebelum dia kembali bersuara dan mengatakan kalau dirinya akan membawa Ardan berobat.

Alsha tidak keberatan, sejak dulu Panji memang selalu ikut untuk mengantar Ardan. Alsha sangat bersyukur memiliki Panji yang tak pernah menyesal akan hadirnya Ardan.

"Yaudah, nanti jangan lupa kunci pintu, Mami kayaknya pulang agak lama. Kalian hati-hati, jangan lupa adik kamu di suruh makan."

Panji mengangguk mendengar penuturan Alsha yang begitu lembut. Lalu wanita itu pun pergi meninggalkan kedua putranya.

🍭🍭
Gedung putih dengan bau karbol yang menyengat. Setelah berhasil membujuk Ardan beberapa jam lalu, Panji tidak lagi membuang waktunya, ia pun mengajak Ardan untuk pergi.

Di sinilah mereka, di ruang yang menjadi musuh Ardan sejak lama. Tapi siapa sangka, ketika Panji menoleh sosok Ardan tidak ada di sana, anak itu pergi tanpa pamit.

Panji sangat kepayahan ketika tidak menemukam adiknya, Panji tidak melupakan satu hal, sekeras apapun ia berteriak, Ardan tidak akan mendengarnya, bahkan tadi ponselnya tertinggal di daskbox mobil.

"Maaf Sus, lihat anak laki-laki pakai topi hitam dan masker, tingginya kira-kira sebahu, lihat ngga?" tanya Panji ketika ia melihat salah satu Suster melintas di depannya. Suster itu menggeleng, lalu pergi dan membiarkan Panji mematung di tempatnya.

Sejenak Panji mengingat beberapa hal tentang Ardan ketika anak itu kesal setiap kali harus datang ke rumah sakit. Langkahnya ia bawa pergi dari sana.

"Gis?" Panggilnya. Panji mendekat lalu menyentuh bahu adiknya mwmbuat anak itu menoleh.

"Ngepain di sini?" tanya Panji dengan isyarat agar Ardan mengerti.

"Lihat adik bayi di sana." katanya, Panji mengangguk, sebelum akhirnya mereka pergi meninggalkan ruang bayi tersebut. Selama ini ruang bayi adalah tempat yang paling menenangkan bagi Ardan, rahasia itu hanya panji yang tahu.

Ada kisah dengan sejuta makna, tapi tidak dengan rahasia yang mustahil untuk dimengerti.

Ardana Panji


Salam Manis NJ 😘
Publish 6 Oktober 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro