Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ES. 3 Langka

Setelah bersantai di rumah beberapa hari. Hari ini Ardan sudah bisa kembali ke sekolah, beraktifitas seperti biasanya.

Bahkan tadi sebelum Ardan keluar dari kamarnya anak itu sempat memaki Panji yang benar-benar menyebalkan.

Kakaknya akan bertindak seenak hati, kalau Ardan tidak kunjung membuka matanya. Dan, di sini-lah mereka, duduk bersama di meja makan. Panggilan Alsha memang tidak begitu nyaring, namun Ardan masih bisa mendengarnya meski sedikit samar.

Kini anak itu terlinat lebih baik dari pada sebelumnya, bahkan semalam sebelum tidur pun Ardan meminta Panji untuk membantunya menyusun mata pelajaran. Ada beberapa mata pelajaran yang tertinggal dan beberapa lagi adalah tugas yang belum usai ia kerjakan.

Bersyukurnya selama Ardan di rumah sakit Pitter selalu datang, walau bukan sekadar menjenguknya. Pitter justru di minta Panji untuk ikut mengawasi adiknya, selain hyper, Ardan termasuk kategori siswa cukup baik. Dan Panji tidak akan mengakuinya untuk saat ini biarkan seperti detik jarum yang berbunyi.

"Seharusmya semalam itu aku tidur sendirian aja. Ini mah masih pagi buta udah bangunin, masih ngantuk tahu."

Panji tidak tuli, dia selalu ada ketika adiknya akan protes, dia juga bukan tipe Kakak yang lembut. Dia hanya tegas, tidak ingin membuat adiknya merasa tersisihkan di mata semua orang.

Bagi Panji seburuk apapun sikap Ardan, Ardan tetaplah sosok yang kelak akan membawa sebuah kisah, membawa sebuah cerita yang nantinya akan sulit dilupakan.

"Bawel. Udah untung gue bangunin."

Ardan mendecih, anak itu tampak kesal, karena Panji pasti akan menyahutinya. Bukan sekali ini, tapi sering dan itu berlangsung setiap hari.

Awalnya Panji mengira adiknya benar-benar sehat, benar-benar tidak memiliki riwayat sakit. Hanya saja duganya salah. Akibat kejadian masa lalu Ardan harus menerima hal yang seharusnya tidak pernah ada, bahkan membayangkan saja bagi Panji itu mustahil akan terjadi.

Diluar sana banyak hal yang ia tahu trntang penderita gangguan mental, hanya saja yang dialami Ardan berbanding terbalik dengan apa yang ia tahu.

Selama ini Panji hanya brtpikir Mami-nya dulu hanya lelah sampai lupa untuk makan, bahkan ketika usia Panji baru genap enam tahun. Panji di karuniai seorang adik. Adik laki-laki yang lucu dan menggemaskan. Namun, kelahirannya tidak seperti yang di harapkan. Tak ada tangis atau jerit di sana. Anak itu memang hidup, memiliki dua mata, satu hifung, bibi mungil, serta dua telinga yang benar sempurna.

Lengkp tidak ada cacat sedikit pun. Sampai, ketika pertanyaan sederhana Panji itu muncul dengan sendirinya. Membiarkan pikiran seorang anak kecil mencari tahu mengapa adiknya tidak bersuara.

"Woi! Bengong. Ayok berangkat, gue udah telat Bang!"

Pikiran itu akhirnya berlalu, menyisakan tatap yang selalu Panji khawatirkan. Panji hanya bisa berdoa kelak adiknya benar-benar bisa di terima oleh semua orang.

"Kamu mikirin apa Ji?" tegur halus drngan sentuh yang selalu membuat Panji luluh. Alsha bukan orang yang tua yang menyayangi hanya satu putra, dia tahu apa yang Panji rasakan ketika vonis dokter beberapa tahun lalu mengenai Ardan.

"Jagain Algis buat Mami, dia adik kamu, dia ngga seceria yang terlihat. Mami hanya ingin kamu tahu, Papa kamu benar-benar tidak suka padanya, jadi tolong jangan biarin siapa pun menyakitinya."

Panji hanya bisa mengangguk selain ucapan Alsha yang begitu lirih, wanita itu seperti sedang berpesan kalau dia akan pergi jauh setelah ini.

"ABANG BURUAN!"

"Suaranya cetar, telinga aku sampai mau lepas, aku pamit duluan, sarapannya enak, makasih Mi. Lain kali jangan buat sayur lodeh lagi, aku gak gak suka."

Usai pamit pada Alsha, Panji segera melesat meninggalkan Alsha yang terkekeh setiap kali mendapat protes dari putra sulungnya. Wanita itu tidak lupa apa yang anak-anaknya suka, hanya saja Alsha tahu betul bagaimana Ardan begitu lahap ketika ada hidangan sayur faviritnya itu.

Meski acara sarapannya tidak begitu menyenangkan karena ulah Ardan, kini Alsha harus di kejutkan kembali oleh kedatangan Aries dengan penampilan yang benar-benar berantakan.

"Buatin saya kopi, jangan lupa ngga pake gula."

Alsha hanya mengangguk, setelahnya wanita itu berjalan meninggalkan meja makan sambil mrmbawa piring kotor sisa sarapan tadi. Alsha heran, suaminya akan pulang ketika Ardan tidak ada di rumah, seperti sudah memiliki telepati yang kuat saja.

"Anak itu sudah pergi?"

Suara barinton Aries selalu menjadi fokus Alsha untuk menghentika kegiatannya, wanita itu menoleh, menyahuti dengan anggukkan, sebelum akhirnya dia kembali dengan secangkir kopi pesanan suaminya.

Wanita itu pun meletakan cangkir kopi yang dibuatnya di depan Aries, lalu duduk di sisi yang lain untuk menemani suaminya sebagai rasa hormatnya pada kepala keluarga.

"Saya tidak ingin melihatnya, tapi mengapa kamu membiarkanya hidup. Jangan lupakan satu hal, saya tidak pernah suka melihat anak itu di hadapan saya."

"Aku ngga sejahat pikiranmu, dia anak aku, dia darah daging aku dan juga kamu. Harusnya kamu sadar, ketika kamu mengabaikan kami. Kamu lupa?"

"Darah daging? Aku mau anak yang normal, bukan seperti dia. Dia hanya penyakit, harusnya di matikan."

Kekeh halus yang terdengar begitu menyakitkan telinga, membuat Aries mendecih lalu tangannya terulur untuk mencekam pergelangan tangan Alsha.

Alsha meringis, menahan sakit karena tangan besar Aries begitu kuat. Wanita itu diam bukan berati dia tidak bisa melawan hanya saja dirinya tidak ingin masalahnya terdengar oleh orang lain diluar sana.

"Saya ingatkan kamu, jangan pernah melawan apa yang saya katakan. Jadi patuhi saja jika kamu masih ingin anak itu tetap tinggal."

Setelah mengatakan itu, Aries melepasnya begitu kasar bahkan hampir saja Alsha terjengkang dari kursinya.

Aries bahkan sama sekali tidak merasa bersalah, atau meminta .aaf. Pria itu memilih pergi dan meninggalkan Alsha seorang diri membiarkan semua lukanya kembali terbuka.

Dibalik sana, di depan pintu utama, ada sosok lain yang telah mendengarkan semuanya. Mendengar bagaimama suara lantang Aries menyalahkan kehadiran Ardan.

"Papa akam menyesal setelah ini, aku akan buktikan ke Papa kalau aku bisa menjaga Ardan dan Mami."

🍭🍭

Sepanjang perjalam Panji hanya diam, pikirannya ia bawa kembali pada saat di mana dirinya akan masuk ke dalam rumah, namun urung. Langkahnya ia hentikan ketika mendengar pertikaian kedua orang tuanya. Sampai detik ini Panji masih bungkam. Cowok itu membiarkan semua hal yang dilihatnya berulang kali tidak akan sampai pada Ardan.

Sesekali Panji menoleh ke arah adiknya yang sibuk dengan game yang ada di ponselnya, walau bukan game online, tapi anak itu menikmato permainannya sampai heboh berlebihan.

Satu fakta unik ketika Panji sedang bersama Ardan. Anak itu selalu membawa permen lolipop di dalam tasnya, bahkan Ardan sengaja menaruh beberapa bungkus permen di dalam daskbox mobil milik Panji.

Sejak kecil ketika usianya masih sangat muda, Mami selalu mengajaknga ke supermarket, untuk berbelanja bulanan. Niat hanya belanja, tapi anak itu akan meminta beberapa bungkus permen sebagai stok camilannya.

Awalnya Mami kesal, karena Ardan termasuk anak yang masih harus di perhatikan pertumbuhannya. Mengingat pesan dokter setiap kali kontrol.

"Lo main game terus sih, Gis." seru Panji, ia tidak lupa, Ardan itu tidak akan mendengarnya jika sudah serius. Namun, kali ini berbeda, anak itu bukan hanya tidak mendengar, melainkan dia memang benar-benar tidak menoleh sedikit pun.

Dengan cemas Panji langsung menepi karena sudah sampai, sekaligus membuat Ardan dengan cepat anak itu menoleh, lalu bertanya dengan heran. Panji hanya memberi isyarat kalau dirinya sedang melakukan apa. Anak itu menepuk keningnya, membuat Panji harus mendesah kasar, lalu membantu Ardan.

"Lain kali di pake yang bener, repot deh jadinya." ucap Panji pelan. Ardan mengangguk, mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya anak itu keluar dari dalam mobil.

"Dan, pulang sekolah jam berapa?"

"Nanti di kabarin. Lo kuliah yang bener Bang! Cita-cita jadi dokter harus terwujud."

Teriak Ardan membuat Panji terkekeh. Anak itu tidak pernah bisa membuatnya berhenti tersenyum, walau Panji tahu, ucapan Ardan adalah sebuah kebohongan. Kenyataannya anak itu membenci rumah sakit, membenci dokter dan semua tentang rumah sakit.

Mungkin kalau Panji bertanya pada Ardan apa yang dia suka, anak itu akan cepat menjawabnya dengan lantang dan keras, 'hujan dan candy' meski Panji selalu kesal kalau hujan telah datang mengguyur bumi.

Hujan akan mengingatkan Panji pada Ardan yang terjatuh, tapi tidak pernah menyerah. Hujan adalah Ardan yang tak pernah bisa digenggam dengan mudah.

Sejak saat itu, Panji tidak suka hujan, tidak suka dengan gemuruh keras yang berjatuhan di atas atap rumahnya. Terakhir kali melihat Ardan terluka adalah saat anak itu hendak memeluk Aries, namun ditepis sampai terjatuh.

"Kamu tuli atau gagu sih? Hujan deras dan kamu basah, mau peluk saya? Pikir pakai otak!"

Kini, tidak lagi, Panji tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti Ardan. Cukup saat itu, cukup untuk membuktikan kalau Ardan adalah detik yang kapan saja bisa berhenti.

Panji pun melajukan mobilnya meninggalkan gerbang sekolah Ardan. Membiarkan semua ingatannya berkeliaran. Bahkan dia sadar ketika suara barinton Aries memekik kesal pada Ardan. Sampai membuat anak itu ketakutan, bukan hanya Ardan tapi suara lembut Alsha terdengar begitu kirih dengan air mata yang sudah tidak bisa dihentikannya.

Semua terjadi begitu cepat, ketika Ardan tumbuh dewasa, Aries memilih untuk tinggal diluar, pria itu akan pulang jika Ardan tidak ada.

Sebenarnya Panji rindu pada Aries yang dulu, dekapnya begitu hangat tawanya begitu sempurna untuk di dengar. Tapi, kejadian itu benar-benar membuat Panji kembali dibuat kesal dan dibuat patah berkali-kali.

🍭🍭

"Dan, lo dipanggil Pak Hima,"

Panji yang baru saja sampai di kampus langsung dihadiahi kejutan oleh Sabit. Cowok itu bahkan hampir saja melupakan tas ranselnya, untung saja belum pergi dari parkiran. Sebelum sampai Sabit memang telah menyuruhnya untuk datang lebih awal, namun karena insiden kecil saat di sekolah Ardan waktunya terbuang.

"Pak Hima bilang lo harus ke sana sekarang, ada sesuatu. Kayaknya seru deh Dan."

Panji mendecih membuat Sabit menggeleng. Sabit lupa kalau Panji itu sulit diajak bercanda, sekarang saja cowok itu sudah pergi lebih dulu setelah mengambil ransel di dalam mobil.

"Dana tunggu!"

Suara lantang Sabit membuat Panji menggeleng membiarkan cowok dibelakangnya berlarian mengejar.

Panji juga selalu bersyukur bisa memiliki Sabita sebagai sahabat baiknya. Sejak SMA dulu, Sabit selalu mendukung apapun yang Panji lakukan, dia sama sekali tidak pernah mengira kalau dunia akan sedikit berwarna.

Setelah menempuh jalan cukup lama, dari parkiran ke ruangan dosen menurut Sabit adalah hal yang paling meleahkan. Selain jauh ruangan dosen termasuk ke dalam list yang tak pernah mau Sabit kunjungi.

"Gue duluan, lo tunggu aja. Nanti ke kelas bareng."

Sabit mengangguk, sabit sangat senang bersabahat dengan Panji salah satunya adalah. Panji orang yang pengertian, dia tidak pernah memaksa. Bahkan Sabit juga tahu sedikit tentang Ardan.

"Lama?"

Sabit menggeleng, Sabit hanya tersenyum sebelum Panji kembali melangkah suara Sabit mengalihkan pandangnya. Membuat Panji menoleh dengan satu alis yang terangkat.

"Adek lo, gimama?"

Panji tidak pernah sedikit pun melewatkan kisah Ardan yang menyenangkam baginya. Setiap waktu ketika Panji dan Sabit bertemu pembahasan mereka hanya Ardan. Ardan dengan kehebohannya.

"Dia baik-baik aja, cuma tadi tuh, bikin kesal, alat dengarnya lepas untung ngga rusak, 'kan repot."

"Adek lo kelebihan gula kayaknya. Heboh suka tidak lihat sikon."

Tawa mereka mengudara, setelah obrolan kecil itu langkah mereka pun dibawa pergi meninggalkan ruang dosen. Sepanjang jalan menuju kelas Sabit banyak bercerita membiarkan angin lembut membawa kisahnya. Sementara Panji, cowok itu hanya akan mengingat kejadian pagi tadi ketika Aries pulang ke rumah.

"Minggu berenang yuk!"

Panji hanya diam, cowok itu bahkan sama sekali tidak menyimak apapun yang Sabit lomtarkan. Pikirannya hanya satu, yaitu menjaga Ardan dengan lebih baik.




Hallo! Aku kembali. Ada yang mau kenalan sama Bang Panji?
Nih aku kasih intip si Abang yang kadang bikin emosi naik turun. 🤭

Salam manis 🤭 dan terima kasih
Nah, segini dulu. Selamat menikmati 😊😊

2 Oktorber 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro