Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29. Kesempatan

Part 29 Kesempatan

“Kau tak ingin menemui Celin?” Leta mengamati dengan hati-hati ekspresi sang suami. Yang menjadi lebih beku dari sebelumnya. Berhenti mengunyah dan meletakkan sendok serta garpunya ke piring.

“Aku sudah kenyang.” Kei menandaskan kopinya dan beranjak dari duduknya.

Leta hanya menatap langkah Kei yang berjalan naik ke lantai dua, tempat ruang kerja pria itu berada. Sudah seminggu sejak operasi Celin dan sang ipar sudah keluar dari rumah sakit dua hari yang lalu. Tetapi Kei sama sekali belum menengok sang adik. Selalu menghindar setiap kali ia mencoba mengungkit tentang keponakan baru mereka.

Sehari setelah melahirkan, ia datang menjenguk Celin. Pertemuan yang canggung dan hanya Rayyan yang bersikap tenang seperti biasa. Seolah tidak ada apa pun yang terjadi. 

‘Kau lihat, dia mirip denganku.’

‘Kakak benar.’

‘Tampan bukan?’

Leta tertawa kecil. ‘Apa kakak setampan itu?’

Rayyan melengkungkan senyumnya. ‘Celin bilang yang terbaik. Lebih tampan dari suamimu tentu saja.’

Tawa Leta sedikit lebih keras. ‘Seharusnya dia mirip dengan Celin agar kakak tidak besar kepala seperti ini.’

Rayyan mengangguk setuju. ‘Kau benar. Dia yang mengandungnya selama sembilan bulan, dia yang …’ Rayyan tak melanjutkan. Perasaan sesak di dadanya kembali muncul setiap kali ingatan ketika mereka berada di ruang operasi kembali muncul di benaknya. ‘Kau tahu.’

‘Mungkin adiknya akan mirip dengan Celin,’ sahut Leta kemudian. Senyum Rayyan membeku, kemudian kepala pria itu berputar dan melihat punggung Celin di tempat tidur. Wanita itu lebih banyak menghabiskan waktu untuk berpura tidur, sengaja tidur, dan memang butuh tidur yang lebih banyak. Menjadi lebih diam dan setidaknya tidak mengatakan apa pun tentang perpisahan atau waktu untuk diri sendiri. Jadi Rayyan membiarkannya.

‘Entahlah. Apa kau dan Kei memiliki rencana untuk anak kedua kalian?’

‘Ya, tapi butuh waktu untuk pulih.’

‘Dia masih saja bersikap egois.’

‘Hubungan kami membaik. Meski ingatan Leta belum kembali, dan beberapa hal yang belum terselesaikan dengan Ken, kami cukup baik.’

‘Kakak berharap yang terbaik untukmu.’

‘Terima kasih, Kak. Leta juga berharap yang terbaik untuk kakak. Selalu.’

Leta mengembuskan napasnya dengan panjang.  Akhir minggu depan sang mama sudah memanggilnya untuk acara makan malam keluarga. Bagaimana ia harus memberitahu Kei? Sementara pria itu menjadi lebih pendiam dan sering murung sepanjang minggu tersebut.

“Aku tak akan datang.” Tolak Kei dengan tegas bahkan sebelum Leta menyelesaikan kalimatnya. Pagi itu akhirnya Leta memberanikan diri untuk mengatakannya.

“Kau ingin aku dan baby Ace datang sendiri?”

“Aku tak akan melarangmu pergi, mereka keluargamu. Kalau kau ingin aku mengantarmu, aku akan mengantar kalian.”

Leta merapatkan mulut, menggigit bibir bagian dalamnya demi menahan sakit hati. “Apa kau menyalahkanku?”

“Ini tak ada hubungannya denganmu, Leta.” Kei menyelesaikan simpul dasinya dan mengambil jas, lalu berjalan melewati Leta yang berdiri di dekat pintu. Tanpa mengatakan apa pun lagi, pria itu berjalan keluar.

Dan akhir minggu itu, Kei benar-benar hanya mengantarnya sampai di depan pintu gerbang kediaman Syailendra. Memberikan barang-barang Leta dan baby Ace pada pengasuh lalu naik kembali ke dalam mobil dan melaju pergi.

Leta kembali menahan perih yang mengiris dadanya. Pria itu pergi, tanpa mengatakan apa pun.

“Nyonya?” Pengasuh memanggil Leta yang masih menatap ujung jalanan, tempat mobil Kei menghilang dari pandangan.

Leta menoleh dan mengangguk, mendorong kereta baby Ace masuk ke dalam gerbang yang baru saja dibuka oleh penjaga. Keduanya sedang berjalan di tepi jalan ketika pintu gerbang kembali terbuka dan mobil berwarna merah muncul. Berhenti tepat di samping Leta.

“K-ken?” Leta tentu saja terkejut ketika kaca mobil terbuka dan wajah Kenlah yang duduk di balik kemudi. “A-apa yang kau lakukan di sini?”

Ken mengedikkan bahu ke belakang. “Mengantar barang-barang keponakan baru. Dari mama dan papa. Dan apa yang sekarang kau lakukan?”

“Hanya acara makan malam dengan keluarga.”

“Aku tahu. Tapi bukan itu maksud pertanyaanku. Kau datang sendirian? Berjalan kaki.”

“Tentu saja naik mobil. Dan tidak sendirian. Bersama pengasuh baby Ace.”

Ken mendengus, mematikan mesin mobil dan melompat turun. Menggantikan Leta mendorong kereta dorong baby Ace.

“Aku bisa sendiri, Ken?”

“Kei membiarkanmu pulang ke rumah orang tuamu sendirian?”

Leta tak menjawab, tetapi sorot matanya yang sempat tertangkap oleh Ken lebih dari cukup bagi pria itu untuk dijadikan jawaban.

“Sekarang dia terlalu malu untuk menatap Celin, kan?” dengus Ken lagi. Yang membuat Leta semakin kehilangan kata-kata. “Lihatlah, sekarang akhirnya dia menyadari pemikirannya yang salah, kan?”

“Bagaimana keadaanmu?” Leta segera mengalihkan pembicaraan.

Ken menyentuh hidungnya. “Dia mematahkan hidungku, untuk kedua kalinya,” ucapnya kemudian berhenti, mengangkat kereta bayi baby Ace melewati dua undakan. “Dan kau, tampaknya tidak lebih baik dari aku, ya?”

Leta kembali kehilangan kata-kata. Mengambil alih kereta baby Ace dan berkata lirih, “Aku masuk dulu.”

Ken mengangguk, tersenyum tipis melihat punggung Leta yang masuk ke dalam rumah. Ya, hubungan memang terkadang naik turun. Tapi masalah dalam pernikahan Leta dan Kei terlalu banyak. Tak pernah tidak berada di ujung tanduk.

*** 

“Sendirian?” Adiva menyadari ketidakhadiran Kei saat mengangkat baby Ace dari keretanya. 

“Kei ada sedikit pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan. Tadi hanya sempat mengantar Leta di depan.”

“Tidak singgah dulu?”

Leta memberikan seulas senyum, tanpa mengatakan apa pun. Mengalihkan pembicaraan dengan mengambil satu tas yang dipegang pengasuh baby Ace dan berjalan mendekati tangga.

“Pekerjaan?” Rayyan menahan lengan Leta yang hendak menginjak anak tangga pertama. “Aku baru saja pulang dari kantor mertua kita dan semua asistennya sudah pulang.”

Sama seperti ketika berhadapan dengan Ken, ia pun tak bisa berbohong di hadapan sang kakak.

“Ada masalah?”

Leta menggeleng pelan.

“Apa masih tentang Celin?”

“Apa Celin sangat marah pada Kei?”

Rayyan menghela napas rendah dan mengangguk. “Ia sengaja mematikan ponselnya karena tak ingin bicara dengan Kei. Juga jadi lebih pendiam denganku. Biasanya dia sangat cerewet.”

Leta terdiam ketika menangkap kesedihan di kedua mata sang kakak. “Kakak mencintainya?”

Rayyan mengerjap terkejut, menatap sang adik lebih lekat dan tak bisa meraba perasaannya sendiri. “Ck,” decaknya lirih sambil mengusap ujung kepala Leta. “Aku akan berusaha membujuk Celin.”

Leta mengangguk penuh terima kasih akan bantuan tersebut. Mengatakan akan ke atas dulu untuk meletakkan barang-barangnya dan baby Ace. Berharap usaha sang kakak turut membantu memperbaiki perasaan Kei.

Rayyan membalikkan badannya, hendak menyusul mamanya yang ke halaman belakang ketika melihat Celin yang berdiri di pintu besar, menggendong putra mereka. Pria itu gegas mendekat. “Ada apa?”

Celin melanjutkan langkahnya sambil menjawab, “Aku harus mengganti popoknya.”

“Biarkan aku saja.” Rayyan mengulurkan kedua lengannya dan mengambil baby Zach dari gendongan Celin lalu membawanya masuk ke dalam kamar.

“Kau tak perlu melakukan semua ini hanya karena kau merasa bersalah padaku, Rayyan.”

Gerakan tangan Rayya yang baru saja melepaskan celana baby Zach. “Rayyan?”

Celin membuang pandangannya. “Sebelumnya kau tak pernah mempermasalahkan panggilanku, kan?”

Rayyan kembali beralih pada baby Zach, setelah dua minggu banyak membantu dalam mengurus baby Zach, ia sudah menjadi lebih lihat dalam mengganti popok bayi. Dan setelah memastikan putra mereka merasa nyaman dan kembali pulas tidur hanya dalam hitungan detik, perhatiannya kembali pada Celin. “Kita sudah membahasnya, Celin. Tidak ada yang berubah dalam pernikahan ini.”

“Dan aku tak bisa berpura bahwa semuanya yang dilakukan kak Kei  tak benar-benar terjadi.”

“Lalu apa yang kau inginkan?”

Celin terdiam. Ia masih sangat mencintai Rayyan. Membayangkan akan kehilangan sang suami tentu saja akan menghancurkan perasaannya. Akan tetapi, saat melihat Rosaline. Membayangkan wanita itu harus kehilangan kak Kei yang menikahi adik angkatnya. Tentu saja kehancuran yang didapatkannya tak bisa dibandingkan dengan penderitaan yang didapatkan Rosaline. Begitu pun dengan yang didapatkan oleh Rayyan.

“Bercerai.”

“Aku tahu kau tak menginginkannya, Celin.”

“Lalu apa yang kau inginkan?”

“Sejak Kei dan Leta menikah, aku tak pernah punya keinginan apa pun lagi, Celin. Bahkan saat menikahimu, satu-satunya yang kuharapkan adalah sikapku tak sampai melukaimu agar dia juga tidak melukai Leta. Aku berharap bisa membuatmu bahagia agar dia juga bisa membahagiakan Leta.”

“Tanpa sadar, aku terbiasa melakukan semua itu padamu. Hingga sampai di titik tak bisa berhenti mencemaskan semua hal tentangmu dan merasa bersalah karena aku melakukannya bukan untukmu.”

“Aku tak butuh rasa bersalahmu.” Celin menahan air mata yang mulai menggenang di kedua matanya tak sampai meleleh. Rupanya Kejujuran semenyakitkan ini.

Rayyan menahan lengan Celin yang hendak berputar. Kembali saling berhadapan. “Dan sekarang, satu-satunya hal yang kuinginkan adalah kau dan baby Zach.”

Celin membeku, wajahnya masih tertunduk karena tak sanggup menatap mata Rayyan. Pun bisa merasakan ketulusan dalam kata-kata pria itu. 

“Meski terlambat, tidak bisakah aku menginginkan itu sekarang?”

“Apa kau masih mencintai Leta?”

“Aku tak bisa menjawabnya. Kami benar-benar menyelesaikan hubungan kami saat kita menikah. Aku berusaha menganggapnya sebagai seorang adik yang kukasihi dan melupakan perasaan cinta kami. Dia lebih dulu membuka lembaran barunya dengan Kei, dan saat aku mengatakan padanya tak bisa mencintaimu, dia memberitahuku bahwa pernikahan kita lebih nyata. Wanita yang sudah kunikahi lebih nyata dibandingkan perasaan kami. Aku tak benar-benar memahami kata-katanya, sampai kau mengatakan bagaimana caramu mencintaiku. Sampai aku melihatmu mengorbankan nyawamu untuk melahirkan anak kita.”

Celin masih bergeming. Kata-kata Rayyan sukses menyentuh hatinya. Dan meski ia berusaha meyakinkan diri bahwa semua itu adalah kebohongan, ketulusan pria itu padanya sama sekali tak berubah. Pun sebelumnya perasaan cinta itu bukan untuknya.

“Apa aku tak memiliki kesempatan itu?”

Air mata Celin meleleh, membiarkan Rayyan membawa tubuhnya ke dalam dekapan pria itu dan terisak pelan. Bagaimana mungkin ia bisa menolak apa yang diinginkan pria itu darinya?

“Tapi Rosaline?”

Rayyan tak tahu. “Semuanya akan baik-baik saja.”

“Sekarang aku tahu alasan kenapa dia selalu bersikap dingin dan tak bersahabat padaku.”

“Sebelumnya dia memang seperti itu.” Rayyan sedikit melonggarkan pelukannya untuk melihat wajah Celin. Menyeka air mata di bawah pipi sang istri. “Ah, kau juga harus bicara dengan kakakmu.”

Celin memberengut. “Kau mengatakan ini karena Leta.”

“Untuk kalian berdua.”

Celin ingin merasa cemburu. Tapi ia pun tak punya hak untuk melarang sang suami menyayangi Leta.

“Aku tahu kau marah padanya, aku juga tak benar-benar menyukainya karena keras kepalanya dan selalu merasa paling benar sendiri. Tapi … aku juga tahu kau sangat menyayanginya. Seperti dia sangat menyayangimu, minus caranya yang terkadang salah.”

“Kau juga seperti itu pada Leta.”

Rayyan mengangguk dan tertawa kecil. “Hmm, kau benar.”

Celin diam. Senyum mulai melengkung di bibirnya, keduanya saling pandang. Sejenak keheningan melingkupi keduanya, sampai kemudian Rayyan menempelkan bibir mereka. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro