Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

27. Masa Lalu Para Suami

Part 27 Masa Lalu Para Suami

Kei pun tak kalah terperangahnya dengan pernyataan tersebut. “Kau mengatakannya.”

“Apa aku tak pernah mengatakannya?”

Kei tersenyum.”Hmm, kau selalu mengatakannya. Tapi lewat pesan.”

Leta sendiri juga terkejut. Ia pikir lidahnya tiba-tiba bergerak karena terbiasa. “Hmm, sekarang aku mengatakannya,”gumamnya dengan wajah yang semakin merona. Menahan rasa malu.

Kei kembali mendaratkan satu ciuman di bibir. Satu kali memang tak pernah cukup, tetapi menatap kedua mata Leta yang dipenuhi binar cinta untuknya membuat perasaan di dadanya penuh. Terasa sesak dengan cara yang lengkap dan sempurna.

Perasaan itu lebih kuat dan lebih dalam dari yang pernah dirasakannya selama ini. “Aku juga mencintaimu.”

Perasaan tersebut membucah di dada Leta. Kedua lengannya bergerak ke leher Kei dan menarik tubuh pria itu lebih dekat lagi. 

“Tapi …” Kei mempertahankan jarak di antara tetap dekat, sebelum lebih dekat seperti yang mereka inginkan. “Saat ingatanmu kembali, kuharap …”

“Semua ini tak akan berubah.”

Kei menatap lebih dalam kedua mata Leta. Keyakinan yang menempel di sana begitu lekat.

“Aku bisa merasakan perasaan itu meski ingatanku belum kembali.” Kali ini Leta yang menempelkan bibir mereka. Selama ini, ia sering diselimuti keraguan karena Kei yang terkesan menyembunyikan banyak hal di balik ingatannya yang hilang. Pun begitu, tetap saja sesuatu yang mengikat keduanya terasa lebih kuat dan dalam. Dan saat ia lebih fokus pada perasaan tersebut, ia yakin keputusannya sudah benar. “Aku bisa merasakan itu adalah perasaan yang sama dan tidak akan berubah,” lanjutnya dengan bibir yang masih saling menempel.

Ia bisa merasakan Kei yang tersenyum di bibirnya. Memeluknya semakin erat dan melanjutkan pagutan tersebut dengan ciuman yang lebih dalam. Tubuh mereka semakin merapat, tetapi pria itu tiba-tiba berhenti ketika telapak tangannya menelusup di balik pakaian Leta dan merasakan bekas jahitan di sana.

“K-kenapa?” Leta sedikit menarik kepala, melihat wajah Kei tanpa melonggarkan kedua lengannya.

“Apakah selama ini aku menyakitimu?”

Leta menggeleng. “Kau selalu menyentuhku dengan cara yang lembut dan menyenangkanku.”

“Ya, tapi kau pasti pernah merasa tak nyaman …”

“Tidak.” Leta mencium bibir Kei. Pria itu selalu menahan diri setiap menyentuhnya. Memastikannya kenyamanannya, terutama ketika melihat dan menyentuh perutnya. Pun begitu, masih saja ada kecemasan yang masih tersirat dalam tatapan pria itu.

“Besok kita ke rumah sakit.”

Leta mengangguk, tanpa memperlebar jarak di antara mereka.

“Ya.”

Leta mengangguk lagi.

Kei terdiam dengan jarak yang masih berusaha dipertahankan oleh sang istri. “Ya.”

“Hmm.” Kali ini Leta bergerak lebih dekat. Menyentuhkan bibirnya di bibir Kei. “Kupikir masih aman melakukannya malam ini.”

Napas Kei seketika tertahan. Ia sudah cukup kesulitan menahan diri dengan Leta yang bersikap biasa, bagaimana mungkin sanggup menahan dengan godaan semacam ini. “Kau yakin?” bisinya dengan bibir mereka yang masih saling menempel meski ia tak membalas ciuman tersebut. Belum.

“Seharusnya.”

Kei tak menunggu setengah detik pun untuk membalas ciuman tersebut. Lebih dalam dan panas dari sebelumnya. Hasratnya meluap begitu saja, menginginkan lebih dan lebih dari sebelumnya.

*** 

Leta tak benar-benar mengingat suasana dan pemandangan yang terlihat dari balkon kamar Kei saat pagi. Tetapi itu seperti yang ia ingat ketika bermain ke kamar Ken, tepat di samping kamar Kei. Halaman berumput yang luas di belakang rumah. Sebagian kolam renang yang terlihat dari samping dan dengan tempat untuk bersantai saat sore hari.

Sudah tiga tahun ia menikah dengan Kei, ini bukan pertama kalinya mereka bermalam di sini, kan?

“Di mana Kei?”

Pertanyaan tersebut mengejutkan Leta yang tengah mengamati matahari yang mulai terbit, cahaya merah muncul di sebelah 

Ken duduk di kursi panjang, bersandar pada lengan kursi dan mengarah pada Leta. Sejak tadi ia berada di sana, tetapi bahkan Leta tak menyadari keberadaannya. Seperti wanita itu bersikap seolah tak ada apapun di antara mereka.

“Sejak kapan kau di sana?” Leta melirik ke arah meja. Ponsel, toples camilan, piring, dan cangkir kosong yang sebelumnya terisi dengan coklat hangat. “K-kau tidur di sana?”

“Hanya bangun lebih pagi saja. Tidurku tak pernah nyenyak sejak keluar dari rumah sakit. Mungkin mereka memasukkan obat tidur di obatku. Di sana aku lebih banyak tidur.” Pandangan Ken bergerak mengamati penampilan Leta. Rambut yang terurai berantakan membingkai wajah cantik tanpa polesan make up, kaos kebesaran milik Kei hanya menutupi setengah paha wanita itu, dan pandangannya berhenti pada leher. Yang sebagian tertutup helaian rambut.

Ck, jejak-jejak kemesraan Leta dan Kei masih saja sukses membuatnya diselimuti kecemburuan.

“Di mana Kei?”

“Ke ruangan papa.”

“Ah, mungkin membahas tentang pernikahan Celena dan El Noah. Aku melihat mobil om Arga terparkir di carport jam empat tadi.”

“Ada masalah?”

Ken mengedikkan bahu. “Kemungkinan dia akan membawaku ke Cina. Membantu sedikit pekerjaannya di sana.”

Leta terdiam. Ada kesedihan yang menyelinap ke dadanya.

“Jangan senang duku, aku sudah menolaknya.”

Mata Leta berkedip. “Kenapa kau berkata seperti itu, Ken?”

“Ada yang salah dengan kata-kataku?”

Leta menatap Ken yang menurunkan kedua kaki dan berjalan mendekati pagar balkon. Menyisakan jarak dua meter di antara pagar balkon kamar Kei dan Ken. “Aku tak berharap hubungan kita menjadi seperti ini.”

“Tanpa berakhirnya hubungan kalian, itu tidak mungkin, Leta.”

“Kau membuatku memilih antara Kei dan dirimu. Kalian jelas bukan pilihan.”

“Karena kau mencintai Kei dan menyayangiku?” dengan Ken. “Tapi kau jelas memilih Kei.”

Leta tak menyangkal. “Sampai mana kau akan mengungkit tentang pernikahan kami, Ken?”

“Aku mencintaimu. Tidakkah itu berarti sesuatu bagimu?”

“Kau membuatku berada di posisi yang sulit.”

“Aku menyesal, tetapi seberapa pun kerasnya aku berusaha menerima penyesalan itu. Kenapa tak ada kesempatan untukku? Kenapa hanya aku yang tidak mendapatkan kesempatan.”

“Kau bisa mendapatkannya, Ken. Kau yang tidak mau.”

Ken tertawa kecil. “Aku tahu tak mudah bagimu untuk melupakan Rayyan dan menjalani pernikahan palsumu dengan Kei, Leta.”

“Tetapi pada akhirnya semua berhasil. Aku berusaha menerima pernikahan kami. Aku mencobanya dan berusaha sangat keras dengan hubungan kami. Pernikahan kami lebih jelas dibandingkan perasaanku pada kak Rayyan.”

“R-rayyan?” pekik tertahan Celin terdengar dari dalam kamar Kei.

Wajah Leta memucat, saat berputar ke samping, seluruh tubuhnya menegang melihat Celin yang terperangah di ambang pintu balkon. Ia bahkan tak mendengar kedatangan wanita itu.

Celin berjalan keluar dan melihat Ken yang sama terkejutnya di seberang balkon. “Apa maksudmu tentang Leta yang tak mudah melupakan Rayyan?” tanyanya lalu beralih pada Leta yang berdiri di sampingnya. “Dan apa maksudmu dengan perasaanmu pada Rayyan?”

“Kau salah dengar, Celin.”

Wajah Celin berputar dengan cepat, menatap tajam pada sang adik. “Aku tidak bodoh dan telingaku masih berfungsi dengan baik, Ken. Aku mendengar semuanya.”

Ken melirik pada Leta, yang semakin memucat dan matanya mulai berkaca oleh kecemasan. “Ya. Rayyan dan Leta memang saling mencintai.”

Napas Celin tercekat dengan keras. Kedua kakinya meluruh. Menatap Ken dan Leta yang ia yakin tidak mungkin bercanda dengan pernyataan tersebut. Leta juga tak menyangkal.

“Celin?” Leta mendekat. Menahan lengan Celin yang mundur ke belakang karena kehilangan keseimbangan.

“Tak ada yang tahu hubungan mereka kecuali kami bertiga, juga hubungan Kei dan Rosaline.”

“Cukup, Ken.” Kali ini Leta merangkul pundak Celin. Yang malah menolak bantuan tersebut dan berjalan menjauh. Ke kursi terdekat. 

Leta berjalan masuk dan  keluar dengan segelas air putih. Celin meneguknya hingga tanda, tetapi kemudian tersedak. “Pelan-pelan, Celin.” Tangannya mengelus punggung dan tangan yang lain memegang perut besar wanita itu.

Setelah batuknya mereda, Celin melepaskan kedua tangan Leta dari tubuhnya. Ken sudah tidak ada di balkon kamar sang adik. “Jadi apa maksudnya semua ini?”

Leta tak menjawab, pandangannya bergerak turun karena tak tahan dengan kekecewaan yang menyelimuti kedua mata Celin. Dan wanita itu tak perlu menjawab, keributan di depan pintu kamar Kei segera mengalihkan keduanya.

“Mau ke mana kau?” Kei menahan lengan atas Ken yang hendak masuk ke dalam kamar, tetapi Ken menyentakkan pegangan sang kakak dengan kuat hingga pegangan tersebut terlepas. 

Ken berlari masuk dan berdiri di samping Leta. “Kau baik-baik saja?”

“Aku butuh penjelasan.”

“Penjelasan apa yang kau butuhkan?” Kei ikut bergabung, menatap ketiganya bergantian. Kepucatan di wajah Leta dan Celin lebih menarik perhatiannya. “Ada apa ini?”

“Apa kakak tahu kalau Rayyan dan Leta saling mencintai?”

Wajah Kei seketika menegang dengan pertanyaan tersebut. Menatap Ken dengan bibir yang menipis keras. “Apa yang kau katakan, Celin?”

“Dan kakak mencintai Rosaline.”

“Siapa yang mengatakannya?” desis Kei tajam, tanpa mengalihkan tatapan tajamnya pada Ken. “Kau?”

Ken tak menjawab, tetapi sorot matanya sudah cukup sebagai jawaban dan tinju yang kemudian bersarang di hidung sang adik sebagai balasannya. Tubuh Ken melompat ke belakang hingga punggungnya membentur pagar besi.

“Cukup, Kei.” Leta segera menghadang di antara kedua pria tersebut. Kemudian lekas menghampiri Ken dan membantu pria itu berdiri. Membelalak dengan darah yang mengucur dari hidung pria itu.

Mata Celin terpejam, sesuatu terasa mencengkeram dadanya yang keras. Rayyan mencintai Leta dan kakaknya mencintai Rosaline.

 ‘Hmm, siapa pun pasti cemburu melihat betapa Kei mencintai Leta.’

‘Apa pun alasannya, terlihat seperti itu.’

‘Kenapa kau tidak menikah saja? Agar kau bisa terlihat seperti dicintai suamimu.’

Mereka tidak saling menyindir dengan tanpa alasan, batinnya. Apa artinya semua ini? Jika Rosaline wanita yang dicintai sang kakak, lalu kenapa kakaknya malah menikah dengan Leta? Wanita yang dicintai oleh suaminya. Rayyan Syailendra.

Kepala Celin terlalu buntu untuk memikirkan jawabannya. Yang seketika terpampang jelas di hadapannya.

“Apa aku salah?!” teriak Ken pada Kei yang berdiri satu meter di hadapan Celin dengan kedua tangan terkepal. “Aku sudah mengatakan padamu, kan? Cepat atau lambat kebohongan ini akan terbongkar.”

Kei menggeram dengan kepalan yang semakin kuat, jika bukan karena Leta yang pasti akan menghadang dirinya melukai Ken, bisa ia pastikan hidung sang adik patah.

“Apa kakak menikahi Leta karena Celin?” Pertanyaan Celin terdengar lirih, tetapi getaran dalam suara tersebut bisa tertangkap dengan jelas bagi siapa pun yang mendengarnya.

Mata Kei terpejam, Menarik napas dua kali dan memutar kepala dengan ketenangan yang lebih tertata. Tetapi kemudian berubah menjadi kepanikan ketika genangan yang membentuk di sekitar kedua kaki Celin.

“C-celin?” Kei melompat ke samping sang adik. Sangat yakin itu adalah air ketuban. “Kau harus ke rumah sakit.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro