Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17. Apakah Cukup

Part 17 Apakah Cukup?

'Kau menerima perjodohan tersebut hanya karena tak ingin mengecewakan mama dan papamu, kan?'

'Rayyan sudah menikah dengan Celin dan Kei berselingkuh dengan Rosaline. Memangnya apalagi yang ingin kau pertahankan dari pernikahan kalian, hah?'

'Kenapa kau tidak membiarkannya saja?! Daripada menyiksa dirimu sendiri seperti ini? Apa kau mencintainya?'

Leta tak menjawab. Pertanyaan tersebut malah membuat dadanya terasa semakin sesak.

'Aku tak peduli jika kau mencintainya. Itu hanya karena kau yang mulai terbiasa dengan dirinya, mulai beradaptasi dengan pernikahan kalian. Itu bukan cinta, Leta. Yakinkan dirimu itu bukan cinta seperti yang kau rasakan saat ini. Semua itu hanyalah apa yang kau lakukan setiap hari. Kau bertemu dengannya setiap hari. Juga karena kehamilanmu. Karena itu anak Kei. Bukan karena kau mencintainya. Kau terlihat tidak bahagia dengannya. Kalian bahkan terlihat sering bertengkar. Setiap berada di tempat umum, kau selalu menyendiri dan terlihat murung.'

'Tinggalkan dia, Leta. Kau bukan prioritas utamanya. Kau bukan satu-satunya baginya. Kau tahu dia mencintai Rosaline, kan? Hanya ada Rosaline di dalam hatinya. Dan kau pikir dia akan semudah itu berpindah hati untuk mencintaimu? Meski kau istrinya.'

Leta terisak. Semakin ia mencerna kata-kata yang dilontarkan Ken, hatinya terasa semakin sesak dan isakannya semakin keras. Kenapa bukan aku?

'Karena kau tak lebih istri yang harus dinikahinya demi kebahagiaan Celin. Dia saja tak pernah memperjuangkan kebahagiaannya, memangnya apa yang membuatmu berpikir dia akan mencintaimu untuk kebahagiaanmu, hah?'

'Jika dia cukup mencintai Rosaline, bukan tanggung jawab dia untuk memastikan kebahagiaan Celin. Jika Celin tahu, apakah menurutmu dia akan bahagia menikah dengan Rayyan, yang malah mencintaimu. Dia sendiri yang membuat masalah ini semakin rumit. Dia pikir melakukannya untuk kebaikan semua orang dan dia pikir dia melakukan yang benar. Itulah masalah Kei. Selalu merasa paling benar!'

'Celin bisa menemukan pria lain yang lebih bisa mencintainya. Tetapi dia malah merusak hubunganmu dan Rayyan, dan hubungannya sendiri.'

'Cukup, Ken! Cukup! Aku tak ingin mendengarkan lagi.'

'Kupikir aku akan baik-baik saja.' Suara Ken lebih keras lagi. Bahkan jika Leta menutup telinga, suara pria itu masih mampu menembus gendang telinga wanita itu. 'Kupikir semua yang kurasakan karena aku yang tak terbiasa jauh darimu, tapi aku salah, Leta. Aku mencintaimu. Aku tidak baik-baik saja dengan pernikahan kalian dan aku baru menyadarinya. Aku mencintaimu!'

Leta tersentak dengan keras. Dadanya berdegup kencang dengan emosi yang tiba-tiba menerjang perasaannya. Keringat membasahi seluruh permukaan wajahnya dan ketika memandang ruang tamu yang sunyi, ia baru menyadari semua itu adalah mimpi.

Atau ... ingatan masa lalunya?

Dengan napas yang masih terengah, wanita itu menegakkan punggung. Kembali menatap ruang tamu yang sunyi. Ia yang melarang Laila mematikan lampu karena masih ingin duduk di sana. Duduk menunggu Kei pulang.

Jam sudah lewat tengah malam, tetapi sepertinya tak ada tanda-tanda keberadaan pria itu di apartemen. Leta beranjak dari duduknya dan berjalan ke dapur untuk mengambil air dingin. Membasahi tenggorokannya yang kering meski wajahnya masih dilembabi oleh keringat.

'Aku tidak baik-baik saja dengan pernikahan kalian dan aku baru menyadarinya. Aku mencintaimu!'

Suara Ken bergema di benaknya. Itu tidak mungkin salah satu ingatannya. Ken tak mungkin mencintainya. Hubungan mereka tak pernah melewati batas sejauh itu. Ken menyayanginya seperti saudara pria itu sendiri.

Semua itu hanya mimpi, Leta berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

'Sejak kau menikah dengan Kei, kalian tampak menjauh. Mama pikir ya memang karena kau sudah mulai fokus dengan pernikahanmu dan Ken fokus dengan pekerjaan barunya. Jadi kalian hampir tak pernah saling bertemu.'

Kata-kata Sesil membalas keyakinan yang baru saja ia tanamkan di hatinya. Tetapi ... saat melihat gaun pengantin pernikahannya dan Kei, ia mendatangi rumah lama mereka yang sebagian besar sudah dilahap api. Beberapa barang-barang yang terselamatkan, semuanya dikumpulkan di paviliun. Bertumpuk dantak beraturan. Masih ada penjaga keamanan yang tinggal di sana, menunggu apa pun perintah Kei terhadap semua barang-barang tersebut. Dan disanalah ia menemukan beberapa album foto pernikahan yang terselamatkan. Ada foto Ken dan dirinya di hari pernikahan tersebut, dan mereka tampak tersenyum ceria. Lalu kenapa hubungan mereka tiba-tiba memburuk? Kenapa mereka harus saling menjauh?

"Kau belum tidur?"

Leta terlonjak, hampir menumpahkan air dalam gelas yang dipegangnya. Kepalanya berputar dengan cepat ketika tiba-tiba Kei sudah ada di sampingnya. "K-kei?"

Kei terkekeh, lengannya bersandar pada pinggiran meja pantry dan tubuhnya menghadap Leta.

Kening Leta berkerut menyadari ada yang aneh dengan cara pria itu menatapnya. Jas yang sudah dilepas dan dasi yang terurai. Lengan kemeja yang digulung hingga ke siku dan ujungnya yang sudah keluar dari celana. "Kau mabuk?" Aroma pekat alkohol segera memenuhi hidungnya, memaksanya sedikit menjauh karena ia tak terbiasa dengan cairan memabukkan tersebut.

"Mau ke mana kau?" Kei menarik lengan Leta hingga wajah wanita itu menabrak dadanya.

"Lepaskan, Kei. Kau mabuk."

"Aku hanya minum sedikit."

Leta berusaha melepaskan diri, tetapi Kei malah mengangkat tubuhnya dan membawanya ke dalam kamar. Langkah pria itu sempat terhuyung karena pengaruh alkohol, membuat Leta sendiri tak berani banyak bergerak agar mereka berdua tidak tersungkur di lantai. Hanya ketika mereka sampai di tempat tidur, Leta merangkak ke tepi dan tak membiarkan dirinya kembali ditangkap pria itu. "Kau perlu berbaring."

Kei terkekeh. "Tidak. Aku membutuhkanmu."

Leta segera melompat turun saat Kei menjatuhkan tubuh ke ranjang berusaha menggapainya.

"Mereka bilang minuman itu akan meringankan sakit kepalaku," gerutu Kei tak terlalu jelas sambil tertawa kecil. "Tapi mereka salah. Hanya kaulah yang akan meringankan sakit kepalaku."

"Bergabunglah denganku. Melihat mereka membuatku tak berhenti mengingatmu."

Leta tak mengatakan apa pun, berbalik keluar dan menutup pintu. Sementara Kei tetap berbaring di tengah ranjang. Matanya terbuka, menatap langit-langit kamar sambil mengembuskan napas panjangnya.

Saat matanya terpejam kembali, bayangan wajah Leta tak berhenti memenuhi kepalanya. Apa yang akan terjadi pada pernikahan mereka selanjutnya? Saat putra mereka saja tak mampu menghentikan Leta pergi dari hidup mereka. Ia membutuhkan wanita itu. Teramat sangat hingga rasanya seperti membutuhkan udara untuk bernapas. Lebih besar dibandingkan putra mereka. Lebih dan lebih besar lagi.

***

Semangkuk sup yang masih mengepulkan asap sudah siap di meja makan ketika Kei keluar dari kamar. Rasanya tak pernah selezat koki-koki restoran, tetapi anehnya ia tak pernah merasa kecewa. Semua makanan yang disajikan Leta dan mamanya di hadapannya selalu menjadi yang terbaik. Dan rasa hangat yang mulai mengaliri tenggorokan, membuat perutnya terasa lebih baik.

"Tadi malam ..."

"Aku baik-baik saja," penggal Leta tanpa menoleh pada pria itu. Menghabiskan suapan terakhirnya dan meneguk habis jusnya. "Siang ini aku akan ke rumah sakit, kau ingin aku menyiapkan meja makan atau kau mungkin punya acara makan siang sendiri?"

"Kau terdengar kesal."

"Aku? Bukan kau?"

"Kau."

"Tidak."

Kei diam. Leta mengangkat piring kotornya sendiri dan milik Kei yang masih tersisa setengah. Kenapa ia selalu menyiapkan meja makan sementara makanannya tak pernah cocok di lidah pria itu? Kenapa ia harus merepotkan diri melakukan semua ini jika Kei tak menyukainya?

Leta setengah membanting piring-piring tersebut di wastafel dan berdiri terdiam di sana. Berusaha mengembalikan napasnya yang terengah tanpa suara.

"Kau marah?" Kei kembali memecah keheningan tersebut.

Mata Leta terbuka meski tubuhnya tidak berbalik menghadap pria itu di meja makan. "Aku tak tahu apakah aku berhak marah ketika menemukan suamiku bersenang-senang di luar sana? Aku bahkan tak tahu apa yang harus kulakukan di rumah ini denganmu? Aku ... aku tak tahu apa yang harus kurasakan terhadapmu. Aku mengikuti perasaanku untuk kembali ke tempat ini. Karena kau dan baby Ace, tetapi ... kenapa aku merasa kau menjauhiku?"

"Aku tidak menjauhimu. Dan aku tidak bersenang-senang di luar sana seperti yang kaupikirkan. Tadi malam hanya makan malam dengan klien menggantikan papa."

Leta memutar tubuhnya dengan cepat. "Seorang wanita?"

Kei mengernyit. "Bagaimana kau tahu?"

Leta melempar celemek yang tergeletak di samping wastafel. "Tak mungkin seorang pria menciummu dan meninggalkan noda lipstiknya di lehermu, Kei."

Kei terdiam. Kerutan di keningnya semakin menumpuk saat ia berusaha mengingat. "Ya, memang. Tapi itu tidak seperti yang kau pikirkan. Dan tidak mungkin di leher."

"Kau tak perlu menjelaskan apa pun," tandas Leta semakin kesal. Memang tidak di leher, tapi di kerah kemeja pria itu yang ada di keranjang pakaian kotor. Tetapi membayangkan bagaimana noda itu ada di sana saja sudah membuatnya begitu marah. Sebenarnya berapa banyak wanita yang terlibat dalam pernikahan mereka selain Rosaline.

"Memang tak ada yang perlu dijelaskan," sahut Kei penuh penekanan, tetapi kemudian pria itu terdiam, menyadari sesuatu. "A-apa kau tadi mengatakan datang kembali ke sini karena mengikuti perasaanmu?"

Leta tak membalas. Ia sendiri tak menyadari kata-katanya, tetapi seketika menyesali kalimatnya ketika Kei memutari meja pantry dan berjalan mendekatinya. "Jangan mendekat."

Kei tentu saja tak mendengarkan peringata tersebut. Hingga Leta mundur dan punggung wanita itu menempel di pintu lemari pendingin dan memeluk wanita itu. "Kau masih merasakannya, kan?"

Rontaan Leta membeku. Jantungnya berdegup dengan kencang.

"Ingatanmu tentang kita memang hilang tetapi perasaan itu, kau masih merasakannya, kan?"

Leta terdiam.

"Kau masih mencintaiku."

"Lalu kau?" Suara Leta lirih.

Kei tak menjawab, pria itu menarik kepalanya. Menatap dalam kedua mata Leta sebelum kemudian mencium bibir sang istri dengan luapan cinta yang memenuhi dadanya. Leta membalas ciumannya. Tangannya bergerak membalas pelukan Kei.

Mereka memang saling mencintai, tetapi apakah itu cukup bagi mereka berdua?



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro