14. Gaun Pernikahan
Part 14 Gaun Pernikahan
"Kalaupun memang ada, sekarang dia istriku, Celin." Kei tiba-tiba muncul dan duduk di samping Leta. Merangkul pundak wanita itu dan membawa tubuh mereka lebih merapat. Bahkan menyempatkan untuk mencium pipi Leta sebelum melanjutkan kalimat posesifnya. "Siapa pun dan berapa pun pria yang pernah ada dan mungkin lebih dicintainya, semua tak ada artinya. Sekarang dia milikku."
Celin mendecakkan lidahnya. "Ya, ya, ya. Dia milik kakak sekarang. Tak ada yang berani memilikinya."
"Dan untuk apa kau memikirkan wanita mana pun yang mungkin pernah ada di hati suamimu sebelum menikah? Sekarang dia mencintaimu dan sudah menjadi milikmu. Tak ada siapa pun yang lebih berhak berada di hatinya selain kau."
Wajah Celin merona saat tersenyum semringah. "Ck, kenapa kata-kata kakak selalu membuatku bahagia."
"Ya, hanya itu yang kubutuhkan. Jadi tetaplah tersenyum dan bahagia seperti saat ini."
Celin mengangguk dengan senyum yang lebih lebar lagi. Sementara Leta hanya terhenyak dengan kata-kata Kei. Ya, Kei bahkan rela melepaskan Rosaline dan menikah dengannya demi Celin.
"Selebihnya biarkan kakak yang mengurusnya untukmu."
"Tidak. Aku dan Celena bukan anak kecil lagi, Kak. Biarkan kami yang mengurus untuk diri kami sendiri. Termasuk Celin." Celin menatap Leta. "Sekarang sudah ada Leta dan baby Ace, yang harus kakak lebih bahagiakan."
Kei sempat terdiam dengan pernyataan Celin. Tak menampik kebenaran dalam kalimat tersebut.
"Jangan membuat Leta cemburu padaku." Celin mengerlingkan mata pada Leta, ya membalasnya dengan seulas senyum tipis. "Kau tidak akan mencemburuiku, kan?"
"Tidak akan," balas Kei. "Istri mana yang akan mencemburui adik iparnya sendiri."
Leta menoleh pada Kei, yang juga membalas tatapannya. Sejenak keduanya hanya saling pandang, selanjutnya pria itu mendaratkan ciuman di bibirnya yang membuatnya terkejut.
Celin tertawa dan membuang pandangannya ke samping. "Kenapa kalian tidak kembali ke kamar saja?"
"Hentikan, Kei." Leta menjauhkan wajahnya. Tubuhnya hendak bergeser lebih jauh lagi, tetapi lengan kursi sudah menempel di pinggangnya dan Kei memang duduk serapat itu dengannya.
"Aku akan menciummu."
Wajah Leta benar-benar memerah dan rasa malunya berlipat ketika Rayyan dan Rosaline bergabung dengan mereka. Tetapi beruntung pria itu segera menghentikan aksinya tersebut.
"Dia bilang aku harus mengatakannya lebih dulu saat menciumnya. Kau tadi mendengarku, kan, Celin?" Kei menyandarkan tubuhnya di punggung sofa dengan tetap lengan merangkul pundak Leta.
"Aku sudah terbiasa dengan rasa malu itu, Leta." Tawa Celin semakin keras. "Setidaknya, itu ungkapan kasih sayangnya padamu."
Rayyan duduk di samping Celin, yang langsung bergelayut manja di lengannya.
"Mereka benar-benar terlihat mesra, kan, sayang." Celin tersenyum lebar, menyandarkan kepalanya di pundak sang suami. "Membuat orang cemburu saja."
Rayyan hanya memberikan seulas senyum tipis. Menatap Leta yang berusaha mengalihkan pandangan ke mana pun dengan wajah merona merah. Ya, sifat posesif Kei sering kali membuat wanita itu harus menahan malu. Terutama jika ada dirinya maupun Rosaline. Dan kemesraan tersebut masih saja mengusiknya, seberapa keras pun ia sudah berusaha memendam perasaannya. Mencoba mencintai Celin dan sang buah hati di perut wanita itu dengan sepenuhnya.
"Hmm, siapa pun pasti cemburu melihat betapa Kei mencintai Leta," celetuk Rosaline yang duduk di seberang meja. Tepat di depan Kei dan Leta. "Apa pun alasannya, terlihat seperti itu."
Raut Leta membeku, menatap sang kakak dan Kei yang saling pandang, lalu sang suami menjawab sambil beralih pada mamanya. "Kenapa kau tidak menikah saja? Agar kau bisa terlihat seperti dicintai suamimu."
Kontan kalimat tersebut segera menciptakan ketegangan di seluruh ruangan. Senyum Celin seketika membeku dan wajah Leta pucat pasi. Tetapi lebih pucat raut wajah Rosaline yang masih diselimuti kecemburuan.
"Kak Kei?" lirih Celin. Menegakkan punggungnya dan menatap heran sang kakak. Semakin keheranan ketika Kei tiba-tiba melanjutkan kalimatnya.
Beruntung ketegangan tersebut akhirnya pecah dengan langkah Adiva yang menggendong baby Ace. Bibir Kei yang mengeras seketika melengkung. Membentuk senyum yang dingin dan tak mengurangi ketajaman tatapannya pada Rosaline. "Aku hanya bercanda, Rosaline. Aku bahkan tak peduli jika rumah tanggaku dan Leta terlihat memiliki banyak masalah. Yang kutahu, aku menginginkannya dan dia milikku. Kami akan berbahagia, bersama putra dan mungkin juga putri kami."
Adiva yang mengambil tempat di samping sang menantu pun berdecak kagum. "Ya, hanya itu yang kami butuhkan sebagai orang tua, Kei. Kalian semua bahagia dengan hidup kalian masing-masing."
Tanggapan tersebut mengurangi tatapan dingin Kei pada Rosaline, yang digantikan kepuasan. "Mama tak perlu khawatir."
"Dan berikan kami cucu yang banyak," canda Adiva yang membuat wajah Leta tak bisa lebih merah padam lagi.
Senyum Kei melebar. Mengambil baby Ace ke dalam pangkuannya. "Tenang saja. Kei akan memberikan lebih dari cukup agar mama sibuk tertawa karena mereka."
Adiva tertawa. Satu-satunya yang tertawa paling lepas di antara semua orang.
"Kei punya beberapa kenalan. Apa mama ingin Kei mendapatkan salah satu yang mungkin akan cocok dengan Rosaline?"
Pertanyaan tersebut membuat Rosaline berang bukan main, balasan telak yang diberikan Kei.
***
"Kak Kei tidak suka bercanda." Celin mengungkapkan keheranannya ketika kembali masuk ke dalam kamar. Duduk di tepi ranjang dan sementara Rayyan berdiri di depan lemari pakaian.
Gerakan tangan Rayyan yang tengah melepaskan jam tangan di pergelangan seketika terhenti, kepalanya berputar menatap sang istri dengan wajah muram. Kasih sayang Kei yang berlebih untuk Celin dan Celena terkadang membuat wanita itu lebih peka terhadap sang kakak. Pun lebih sering Kei yang menutupi semua kebohongan dengan sangat cerdik.
"Apa?"
"Kenapa kak Kei bicara seperti itu pada Rosaline? Mereka terlihat aneh."
"Mereka memang seperti itu."
"Aku merasa mereka saling menyindir. Apa ada masalah? Kak Kei terdengar marah dan itu serius."
Rayyan berjalan mendekat. Membungkuk di depan Celin untuk melepaskan sandal sang istri dan menaikkan kedua kakinya ke tempat tidur. "Istirahatlah. Apa tadi siang kau tidur?" tanyanya segera mengalihkan pembicaraan.
Celin menggeleng. "Hanya beberapa saat saja. Aku suka ada Leta di rumah ini."
Rayyan hanya memberikan gumaman rendah. Menarik selimut hingga menutupi dada Celin yang sedang berusaha mendapatkan posisi nyaman dengan tiga bantal.
"Kecuali pembicaraan tentang Ken tentu saja. Kak Kei melarangku memberitahu tentang Ken karena ingatan Leta yang masih belum kembali."
Rayyan mengangguk.
"Apa tadi kau singgah di rumah sakit untuk menengoknya?"
"Ya."
"Bagaimana keadaannya?"
Rayyan tak langsung menjawab. Menyelipkan helaian rambut Celin ke balik telinga saat mengamati kemuraman yang semakin pekat di sana. "Masih sama."
Celin menghela napas panjang dan rendah. "Kalau Leta tahu Ken yang menyelamatkan nyawanya, apa Leta akan marah pada kak Kei karena menyembunyikan semua ini?"
Rayyan tak bisa menjawab. "Tidurlah. Sepertinya air putihmu habis. Aku ke dapur sebentar," ucapnya sambil membawa gelas kosong yang ada di nakas.
***
"Kenapa kau berkata sekasar itu pada kak Rosaline?" cecar Leta menyusul Kei masukke dalam kamar mandi setelah menidurkan baby Ace di tempat tidur.
Kei mematikan keran air. Tak berminat menjawab pertanyaan tersebut.
"Kei?"
"Aku hanya bercanda."
"Setelah saling mencintai, sekarang kalian saling membenci?"
"Jangan mengungkit hal itu."
"Kalian terlihat begitu emosi."
"Dia yang memulai dulu."
"Kata-katanya memang kasar, tapi kau tak perlu menjawabnya seperti itu."
Kei mendengus. "Jadi dia boleh berkata kasar tetapi tak bisa mendengar kata-kata kasar untuk dirinya sendiri."
"Kau yang keterlaluan."
Kei terdiam sejenak. "Ap akita akan bertengkar lagi karena Rosaline? Sejujurnya, aku sudah muak dengannya."
"Kau muak pada orang yang penah kau cintai semudah ini?"
Mata Kei melebar dengan serangan pertanyaan Leta yang mulai mengusik emosinya. "Itu tiga tahun yang lalu, Leta. Berhenti mengungkit masalah yang sudah selesai."
"Aku tak ingat bagaimana kita menyelesaikan masalah ini dengan masih mempertahankan pernikahan ini. Jika benar-benar sudah selesai, hubunganmu dan kak Rosaline tidak akan menjadi seperti ini."
"Lalu kau ingin hubungan kami menjadi seperti apa?"
Leta sendiri tak tahu. "Kak Rosaline masih mencintaimu. Aku tahu itu."
"Apakah itu penting? Lebih penting dibandingkan kita yang saling mencintai?"
"Itu terdengar seperti kita berbahagia di atas patah hatinya."
Mulut Kei terbuka, tetapi tak ada sepatah kata pun yang keluar selain desah kefrustrasiannya. Tangannya menggusur di rambut kepala dan menggosoknya dengan kasar. "Dan sekarang, tepatnya apa yang kau inginkan, hah?"
Leta tak menjawab.
"Jika kau ingin hubungan kami menjadi baik-baik saja. Itu tak akan mungkin selama dia masih mengusik pernikahan kita." Kei mengangkat kedua tangannya, wajahnya yang mengeras menyelimuti kemarahan di kedua matanya. "Inilah alasannya aku tak ingin ke sini. Kau selalu menjadi seperti ini setiap kita berkunjung ke sini. Berpura baik-baik saja di depan Rosaline, merasa bersalah padanya karena kau anak angkat di rumah ini dan merasa dia lebih berhak bahagia dibandingkan dirimu sendiri."
Leta terperangah, bibirnya kelu. Kata-kata Kei seperti ribuan jarum yang menusuk tepat di dadanya. Dan ia tak tahan mendengarkan lebih dari itu. "Lalu apa kau tidak seperti itu? Kau juga menikahiku karena Celin, kan? Kau melepaskan kak Rosaline demi adikmu."
Kei menggeram. "Jadi kau ingin aku kembali bersamanya?"
Leta bergeming, menatap amarah di kedua mata Kei. Dadanya terasa berdenyut. "Apa kau ingin kembali padanya?"
"Tidak. Tentu saja tidak, Leta. Kenapa kau masih saja menanyakan pertanyaan sialan itu, hah?"
"Masih mencintai dia dan tak bisa kembali padanya?"
Geraman Kei lebih keras. Matanya terpejam, benar-benar frustrasi menghadapi emosi Leta yang rupanya masih saja sensitif bahkan setelah melahirkan. "Tidak mau, bukan tak bisa. Apa kau paham perbedaannya?"
"Gaun pernikahan kita, apa itu seharusnya menjadi milik kak Rosaline?"
Kei benar-benar ingin berteriak saking frustrasinya. Menatap raut Leta yang berkecamuk, tetapi ialah yang lebih dibuat gila oleh wanita itu. Entah apa yang ada di pikirannya, tubuhnya menghambur ke arah wanita itu hingga punggung Leta membentur pintu kamar mandi dengan keras. Dan sebelum wanita itu sempat menebak apa yang akan dilakukannya, ia sudah lebih membungkam bibir sang istri dengan ciuman yang kasar. Menghentikan omong kosong sialan ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro