Bloody Valentine
Penulis: Arina | A2NNALUP
Lorie menunggu sang kekasih yang katanya tengah dalam perjalanan menuju ke sini. Taman Kota Rochester.
Malam terasa begitu indah, dengan banyaknya pasangan muda mudi yang berkeliaran di sekitarnya. Ia menatap mereka semua satu per satu. Romantis.
Membayangkan kejutan apa yang akan kekasihnya berikan, ia tersenyum sendiri.
Mengambil ponsel di saku, lalu menekan tombol on. Muncullah wallpaper foto dirinya dan sang pujaan hati. Bukan main, jantungnya berdegup kencang tanpa bisa ia hentikan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 21:00, tetapi pria bermanik kelam itu belum juga menampakkan batang hidungnya.
Lorie berpikir, jika kekasihnya pasti sedang menyiapkan kejutan yang tidak di sangka-sangka. Seperti tahun sebelumnya.
Sudah sekitar tiga puluh menit ia menunggu, tetapi yang ditunggu tak kunjung muncul. Ia tetap berpikir positif.
Menganyun-ngayunkan kaki seraya memutar lagu Give Love milik AKMU, jarinya menari lunak di atas benda pipih di genggamannya. Bibirnya merekah tanpa sadar, benaknya memutar kenangan indah yang telah terukir bersama.
Alunan irama terus berputar, mengiringi kekhawatiran yang semakin mendera. Ada apa ini? Kenapa perasaannya tiba-tiba menjadi takut dan khawatir?
Mengabaikannya, ia terus menunggu dan menunggu si pemilik hati yang tak jua hadir. Lorie tidak akan menyerah begitu mudah, Hari Valentine hanya ada sekali dalam setahun. Ia tidak ingin melewatkannya.
Derap langkah kaki tertangkap indra pendengaran, ia menoleh. Mendapati yang datang bukanlah pacarnya, ia kembali meluruskan pandangan.
"Halo, Lorie," sapa seseorang yang sudah duduk di sebelahnya.
Lorie menoleh, menatap orang tersebut dengan penuh tanda tanya. "Siapa?"
"Perkenalkan, aku Ben. Teman sejurusan Renald di kampus," jawabnya lugas.
"Oh." Lorie ber-oh ria.
Kehadiran Ben membuatnya sedikit tidak nyaman, terutama Ben merupakan orang asing baginya. Tidak mempedulikan Ben yang terus berusaha mengajaknya berbicara, Lorie terus menatap jam tangannya dengan gusar.
Kenapa Richard belum juga datang? Sudah sejam berlalu ia menanti tanpa kepastian. Padahal, Richard sudah berjanji akan datang malam ini.
"Richard beruntung, ya?" Pertanyaan tersebut menarik perhatian perempuan berhidung bangir itu.
"Semua orang punya keberuntungannya masing-masing," jawab Lorie singkat.
"Benarkah? Kurasa keberuntungan tak pernah berpihak padaku, mungkin malam ini aku akan mendapatkan keberuntungan yang selama ini kunanti," ucapnya sembari menyeringai.
Lorie semakin merasakan keanehan pada Ben, ucapan dan pertanyaan yang diberikan seolah-olah ingin mengetahui lebih dalam. Ia benci orang seperti itu.
"Sudah pukul sepuluh malam, aku pergi dul—" ucapan Lorie terhenti kala Ben menahan tangannya.
"Kenapa buru-buru sekali? Belum malam sekali, jam sepuluh belum masuk malam menurut manusia-manusia nakal. Iya, 'kan?" Ia mengedipkan sebelah matanya, menggoda perempuan cantik di hadapannya.
"Ah, iya. Aku baru ingat." Ia merogoh sesuatu dalam kantongnya. "Ini untukmu. Selamat Hari Valentine," lanjutnya seraya menyodorkan sebatang cokelat almond.
Lorie menatap cokelat tersebut dengan ragu, bibirnya terkatup rapat. Apakah tidak apa-apa menerima pemberian dari pria yang baru saja kau kenal, walaupun pria itu satu jurusan dengan kekasihmu?
Ben yang tidak mendapatkan sahutan dari Lorie, akhirnya meraih tangan kanan Lorie dan meletakkan cokelat pemberiannya di atas telapak tangan perempuan berbaju merah muda itu.
"Makanlah," desaknya. Lorie semakin yakin jika ada yang tidak beres dengan pria di sebelahnya.
Ben terus menatapnya dalam, memperhatikan setiap gerak-geriknya. Mendesah dan pasrah. Ia membuka bungkus cokelat itu secara perlahan, seraya matanya mengawasi Ben.
Seharusnya, ia memakan cokelat pemberian Richard. Karena memang kebiasaan itu yang ia tanamkan sejak dulu. Walaupun banyak teman-teman yang memberinya cokelat, ia tidak akan memakannya sebelum memakan pemberian sang kekasih.
Tanpa menghiraukan Ben, Lorie kembali menutup bungkus cokelat. "Aku akan memakannya saat di rumah, terima kasih."
Ia langsung berdiri, pergi berlalu tanpa pamit seperti sebelumnya. Tidak peduli dengan pendapat pria itu tentangnya, ia harus bergegas ke rumah Richard.
Sepertinya ada yang aneh dengan Richard. Pria itu tidak akan pernah melewati janjinya. Kalau ia bilang saat itu, maka saat itu pula pria itu akan pergi.
Orang berlari terdengar di belakangnya, ia berbalik dan mendapati Ben yang berlari menyusulnya. Ia panik, langsung saja berlari tanpa menghiraukan teriakan Ben.
Mereka terus berkejaran, Lorie menyiapkan ancang-ancang apabila Ben menyakitinya, ia akan langsung mengarahkan tendangan mautnya ke harta benda milik semua pria.
"Lorie! Berhenti!" teriak Ben sedikit memekakkan telinga.
"Berengsek!"
Ben semakin mempercepat larinya, sedikit lagi menyamai larinya Lorie.
Dapat!
Ia memegang pergelangan tangan perempuan tersebut erat. Lorie memberontak, Ben semakin beringas dengan memeluk Lorie hingga perempuan itu hampir kehabisan napas.
"Lepas! Siapa kau?! Berani-beraninya menyentuhku!"
Ben tertawa mengerikan, menimbulkan rasa takut dalam hati perempuan itu. Ia yakin, keberuntungan tengah berpihak padanya.
Terlihat dari ujung jalan, mobil melaju dengan kecepatan tinggi dan ugal-ugalan. Ben sudah bersiap mendorong Lorie saat mobil itu mendekat.
Sayangnya, sepuluh meter mendekati tempatnya berpijak, mobil itu berputar-putar hilang kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan.
Ben terhenyak, bergegas ia membawa Lorie berlari. Mengabaikan rintihan yang keluar dari bibir ranum Lorie.
Angin berdesir kencang, seolah menyambut pemimpin semesta yang tengah berkunjung.
"Lama tak jumpa, Ben," sapa seorang pria yang sangat Lorie kenali.
Richard! Di sana kekasihnya, berdiri di atas angin. Lorie menatapnya ngeri, takut jatuh.
"Ka ... kau ...," ucap Ben terbata-bata sambil menunjuk wajah Richard.
"Ya, aku. Rajamu!" tekan Richard. Ia mengamati keadaan sekitar yang tampaknya mengalami perhentian pergerakan. Tidak ada yang bisa bergerak, kecuali mereka bertiga.
"Kau bukan Rajaku! Kau hanya pecundang yang bersembunyi di balik ketiak wanita," ejek pria yang tengah menggenggam tangan Lorie kencang.
Richard tertawa. Tawanya membuat bulu kuduk meremang, termasuk Ben. Pria yang sempat mengejeknya.
"Lihatlah! Kau masih takut saat mendengar tawaku, sepertinya Mariana akan terhibur kalau melihat wajah bengismu menjadi ciut seperti itu."
Lorie langsung menatap Richard tajam. Bagaimana bisa prianya menyebut nama wanita lain di hadapannya tanpa beban?
"Hei!" teriak Lorie kesal, merasa diabaikan.
"Oh, ada orang lain di sini. Perkenalkan, aku Richard. Raja Semesta Alam," ucapnya memperkenalkan diri.
Lorie memutar bola matanya malas. "Sepertinya kau lupa kalau kita ada janji temu hari ini, Sayang."
Pria yang katanya seorang raja membelalakkan matanya terkejut juga bahagia.
"I got you!"
"Kau Lorie?" tanyanya memastikan.
"Pertanyaan konyol macam apa itu? Bagaimana bisa kau melupakan namaku dengan mudahnya?" Lorie menatap Richard aneh.
"Hum. Akhirnya aku bisa membunuhmu dengan tanganku langsung," gumam Richard. Ben yang memiliki pendengaran tajam, membelalakkan matanya saat mendengar gumaman Richard.
"Dia ingin membunuhmu," bisik Ben pada Lorie. Tidak ingin dibodohi, Lorie menatap Ben menantang.
"Yang kau tuduh itu kekasihku, bagaimana mungkin ia membunuhku tanpa alasan yang jelas?" Lorie tersenyum sinis saat melihat Ben tak berkutik.
"Kau adalah target," bisiknya lagi.
"Target apa maksudmu?"
"Dalam jantungmu, terdapat manik dengan kekuatan maha dahsyat. Di mana setiap pemimpin alam akan memperebutkannya untuk menambah kekuatan mereka dan Richard merupakan salah satu di antara mereka," jelasnya. Masih mempertahankan intonasi suara yang pelan agar Richard tidak dapat mencuri pembicaraannya.
"Mengapa ada di dalam jantungku?"
"Kau adalah keturunan asli dari pernikahan silang antara penguasa hutan dan manusia. Saat melahirkanmu, penguasa hutan harus mengorbankan diri demi keselamatan dirimu. Karena, hanya ayah dan ibumu yang berhasil menghadirkan seorang anak dari seluruh penguasa yang mencoba pernikahan silang itu."
Lorie mengangguk paham. Jadi, terjawab sudah pertanyaan yang ia simpan selama puluhan tahun.
"Sebaiknya kau pergi dari sini, aku tidak akan membiarkan dia mendapatkan apa yang diinginkannya," pinta Ben.
"Apa yang Richard dapatkan selain kekuatan jika ia mendapat jantungku?" Tanpa diduga, Lorie malah mempertanyakan hal tersebut daripada menghiraukan permintaan Ben.
"Kau mau mengorbankan diri demi pria itu? Kau gila!" bentak Ben. Kali ini, ia tidak dapat menahan intonasi suaranya.
"Ya, aku memang gila!" Lorie balas berteriak.
"Ck! Kalian seolah menganggapku tidak ada di sini." Richard bersuara, senyumnya mengembang indah. Menatap manik Lorie dalam.
"Kau memang selalu paham dengan apa yang kuinginkan."
Lorie berjalan mendekati angin yang menahan tubuh kekasihnya. Sampai di dekat angin itu, ia berteriak, "Ambillah apa yang kau inginkan dariku, aku rela!"
"Lorie!" teriak Ben. Kalau ia tidak bisa menjadi salah satu pemimpin alam, maka tidak ada yang boleh mendapatkan manik tersebut.
Perlahan angin yang menopang tubuh Richard mengecil dan akhirnya menghilang. Pria itu berdiri di hadapan Lorie.
"Mengapa kau rela memberikannya secara cuma-cuma kepadaku?" Tatapan sendu itu diberikan pada Lorie.
"Selama ini hidupku selalu membosankan, karena tidak ada orang tua yang mendampingi. Namun, sejak kehadiranmu, semuanya berubah. Hari-hariku lebih berwarna dan indah, aku menikmati setiap momen yang kita lalui bersama." Lorie menyentuh wajah Richard yang terasa sedikit berambut.
"Selama kita menjalin hubungan, selalu dirimu yang memberikan hadiah yang tak pernah dapat kuduga. Semuanya aku sukai. Namun, jarang sekali diri ini memberimu hadiah yang berarti." Lorie meraih tengkuk Richard, lalu menyatukan kedua bibir mereka.
Di saat mereka tengah saling menyalurkan perasaan yang ingin meledak satu sama lain, Lorie meraih tangan kekasihnya yang memiliki kuku-kuku panjang.
Di arahkannya pada jantung yang saat ini sedang berdetak tidak karuan.
Jleb ....
Darah merembes keluar dari dalam baju berwarna merah muda yang perempuan itu kenakan. Saat kuku-kuku tajam itu menusuk semakin dalam, mereka tetap berciuman. Lorie yang menahannya, anggaplah sebagai hadiah valentine terindah dalam hidupnya.
"Tidak!" teriak Ben tidak terima.
"Selamat jalan, Sayang." Richard meraih tubuh Lorie yang terkulai tak bernyawa.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro