Mumet Love Condision
Oleh Uci Jaya
"Cak. Cakra!"
Cakra tersadar dari lamunannya lalu menoleh, mendapati Nunik yang bertampang kesal dan sedang mengipasi diri menggunakan tangan. Cakra berdeham lalu menyengir bersalah.
"Panas ya, Nik?" tanya Cakra asal.
Nunik terdiam, tidak menjawab pertanyaan basa-basi dari Cakra, si imut kebanggaan SMK Pattinusa karena mengharumkan nama sekolah di bidang akademis.
Cuaca siang hari ini memang panas. Namun, tak sepanas kisah perselingkuhannya dengan Cakra. Perselingkuhan yang sudah terjadi tiga bulan lamanya hanya karena mereka merasa bosan dengan pasangan masing-masing. Perselingkuhan yang semakin hari membuatnya tercekik oleh rasa bersalah karena sudah tega bermain hati di belakang Panji. Perselingkuhan yang tidak ada pembenaran apa pun bagi yang berselingkuh.
"Nik, maaf," sesal Cakra karena Nunik mengabaikannya, membuat gadis manis itu memutar bola mata dan menyandarkan punggung ke sandaran sofa. "Pikiran gue lagi ruwet."
Nunik masih diam dan hanya menatap Cakra yang sering melamun sejak datang tiga puluh menit yang lalu. Cakra memang selalu datang setiap siang sepulang sekolah. Namun, tidak pernah dalam keadaan seperti ini. Nunik menghela napas panjang, lalu berusaha berpikir positif bahwa kedatangan Cakra kali ini tidak ada hubungannya dengan ajakan cowok itu.
"Cak—"
"Nik, ayo kita putus," potong Cakra, membuat mata Nunik membelalak kaget.
Gadis manis bertubuh mungil itu merasa jantungnya seakan berhenti berdetak. Kepalanya mendadak mumet. Percuma berpikir positif. Nunik tahu kata-kata itu akan keluar dari mulut Cakra karena semalam mereka sempat memperdebatkan hal itu lewat pesan. Namun, Nunik tak menyangka akan secepat ini.
Nunik tahu sebentar lagi dia akan menangis karena dadanya penuh sesak dan matanya mulai berkabut. Cinta yang dirasakannya kepada Cakra sudah terlalu parah. Cinta yang dia punya untuk Cakra tak sebanding dengan cinta yang pernah diberikannya kepada Panji. Namun, cinta yang tercipta dari sebuah kesalahan, apa layak diperjuangkan? Sedang orang yang akan diperjuangkannya itu memilih pergi.
Cakra membiarkan Nunik yang sudah terisak untuk beberapa saat. Nunik sendiri berusaha untuk mengendalikan diri. Semua pasti berubah, mau tidak mau. Semua pasti berpisah, ingin tidak ingin. Semua pasti berakhir, siap tidak siap.
"Cak," kata Nunik setelah sedikit tenang. "Pulang sana sebelum gue menggila."
Cakra menghela napas panjang lalu bangkit dan berjalan pergi tanpa sepatah kata. Nunik menatap punggung mantan selingkuhannya itu lama, sampai tak terlihat lagi oleh mata basahnya.
Perih. Ini sungguh perih.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro