Hari Itu
Oleh Veli
Hari itu, hujan mengguyur dengan deras, seolah meminta semua manusia untuk minggir agar awan bisa mencurahkan semua perasaannya.
Hari itu, Ranni senang bukan kepalang. Pasalnya, baru kali ini nada Euro—pacarnya—terdengar begitu serius. Seolah ingin membicarakan sesuatu yang penting.
Mereka berdua sudah berpacaran nyaris 5 tahun. Umur Ranni pun telah menginjak angka 26, hampir empat tahun lagi dia akan berkepala tiga. Waktu yang pas untuk segera menikah dan membangun keluarga dengan lelaki yang ia cintai.
Tring ....
Suara bel lonceng membuat Ranni menoleh. Di sana, ada lelaki tampan dengan rambut hitam legam dan iris cokelat tengah berdiri dengan tubuh yang basah kuyup. Ia celangak-celinguk, mencari sang pujaan hati.
"Di sini!" seru Ranni.
Euro langsung menoleh, namun tak ada senyum yang terukir di wajah lelaki itu. Dia tampak datar, tak seperti biasanya.
"Kenapa kau basah se--"
"Aku harus berbicara denganmu empat mata." Euro menarik tangan Ranni, mengajaknya keluar dari kafe itu. Sedangkan Ranni membelalak. Terkejut dengan tingkah laku pacarnya. Dia berjalan terseok-seok, mengikuti langkah kaki Euro yang besar.
Suara hujan terdengar lebih jelas ketika Ranni berada di luar. Masih dengan tangan yang dicengkeram Euro, mereka berdua berjalan tanpa payung menuju mobil Euro yang terparkir jauh dari kafe. Sepertinya, lelaki itu sama sekali tak peduli dengan hujan. Karena sampai mereka basah kuyup sekali pun, Euro masih melanjutkan langkahnya tanpa menoleh ke arah Ranni.
Merasa tangannya mulai sakit, Ranni memberontak pada Euro, meminta lelaki itu melepaskannya.
"Ro, kau kenapa sih? Bisa lepaskan tanganku? Sakit!" seru Ranni sembari berusaha melepaskan tangannya. Namun, Euro tetap tak mendengar dan melanjutkan langkahnya, membuat Ranni kembali berjalan terseok-seok.
"Lepaskan ... aku, Ro. Sakit ...," kata Ranni mulai memelas. Dia tak berbohong. Pergelangan tangannya sangat perih.
Mungkin karena mendengar nada Ranni yang memelas, Euro akhirnya berhenti berjalan. Lelaki dengan netra cokelat itu menatap Ranni di tengah hujan dengan pandangan yang tak terbaca.
"Aku ingin kita putus."
Ucapan Euro itu langsung membuat Ranni yang tadinya sibuk dengan pergelangan tangannya mendongak. Mencari kesungguhan di mata lelakinya. Dan ketika Ranni menatap netra itu dalam-dalam, dia sadar kalau Euro tak main-main.
Hatinya nyeri seketika. Terasa disobek menjadi seribu bagian secara kejam. Kekasihnya yang selama ini selalu ada untuknya, tiba-tiba ingin putus?
"K-kenapa?" lirih Ranni. Air matanya dengan cepat berlinang. Dia tak percaya seluruh harapannya untuk membangun keluarga hancur seketika karena satu kalimat yang Euro ucapkan.
"Kau masih bertanya? Kau itu jelek, miskin, juga gajimu kecil. Aku benci caramu makan, aku benci tingkah kekanakanmu, aku benci ... hubungan ini. Karena itu mari kita akhiri."
"Ro? Kau k-kenapa?" Ranni masih tak percaya dengan apa yang ia dengar. Euro-nya tidak seperti ini. Euro adalah lelaki yang lembut meski memang benar faktanya lelaki itu berasal dari keluarga kaya.
"Lupakan aku seolah hubungan ini tak pernah ada." Euro menepis tangan Ranni dengan kasar, hingga wanita itu terjatuh, terhempas ke arah aspal.
Lelaki itu masuk ke dalam mobil, memandangi Ranni yang tengah menangis sesenggukan sembari menghapus air matanya yang ikut berlinang.
"Lebih baik seperti ini, Rann. Kita memang ... tak bisa bersama."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro