Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

✨| Gadis Halte Bis

Oleh Acasya

Semilir angin membawa rindu. Sepasang bibirku yang kering pucat, terkatup rapat. Seakan keduanya direkatkan satu sama lain dalam waktu yang sangat lama. Penaku berhenti pada titik yang membesar, hening, hanya terdengar suara jangkrik dari kejauhan. Tak ada lagi asap yang mengepul manja dari cangkir kecil itu, kopinya bahkan terasa dingin, dan kafein tak mampu lagi menahan kantuk dari mata.

Aku berdiri di atas halte tua yang sedikit bobrok, hasil janji perombakan yang tak kunjung ditepati. Dengan jam tua yang sudah berkarat di ujung sisi kanan. Aku selalu berdiri disini, atau kadang duduk menjauhi sinar matahari waktu bangku biru yang catnya terkelupas itu tidak basah. Hingga waktu mempertemukan kita disini.

Kau hampir membuatku tertawa ketika kita bertemu untuk kali pertama. Senin yang terik waktu itu, kau salah memakai dasi, terlihat warna biru tua itu mencolok dari seragam putih abu-abumu yang masih baru. Kau selalu saja tertinggal bis pertama dan terkadang tali sepatumu masih tak terikat itu melambai lucu. Aku menahan tawa lepas ketika kau jatuh terjerembab waktu menginjak tali sepatumu sendiri.

Aku terkadang mengamati dari tempat duduk belakang sewaktu di bis. Mulai dari merapikan rambut, menghafalkan materi, hingga mencoba mengistirahatkan mata yang lelah belajar semalaman. Bahkan ketika aku bosan dan tak ada jadwal kuliah, aku tetap menunggu di halte ini, hanya ingin melihat rambut ikal hitam, dan wajah ovalmu yang terkadang menguap itu.

Aku bahkan pernah menahan supir untuk berangkat, ketika melihatmu yang berlari dari kejauhan. Keringat mengucur dari keningmu, seragam yang kau kenakan sudah basah, untung kau berhasil naik bis itu membuatku tersenyum puas. Hingga akhirnya, kau sadar kita selalu berada di halte dan bis yang sama. Walaupun, butuh waktu yang lama untuk menyadarinya. Naya, katamu memperkenalkan diri.

Kau sering menyapaku hanya untuk sekedar basa-basi, namun itu cukup membuatku salah tingkah. Katamu, enak ya kuliah, bisa berpakaian bebas, rambut boleh dicat atau gondrong. Aku tersenyum, ini berat jika kau merasakannya nanti, tapi aku hanya bisa meng-iyakan saja, biarlah waktu menjawab. Kau bertanya banyak hal tentang bagaimana menjadi orang dewasa. Aku berusaha menjawabnya dengan kesan wibawa agar kau terpukau dengan jawabanku.

Tring...

Jam alarmku berbunyi. Aku membuka mataku, ternyata lagi-lagi hanya mimpi yang aku rindukan. Sudah 18 tahun berlalu, Rambutku sudah mulai memutih dan kerutan di wajahku sudah mulai tampak. Jiwa memaksa ragaku untuk pergi kembali ke halte itu.

Tapi percuma, aku tidak bisa menemukannya lagi disana. Tuhan menjemputnya terlalu cepat. Dadaku terasa kosong, sakit sekali seakan kekosongan itu memenuhi seluruh rongga disana. Aku terbatuk-batuk badanku terjatuh lemas ke lantai, mengaduh dan bertanya dimana Tuhan berada. Menyumpah serapahi takdir yang membuatnya tiada, hatiku menjerit keras walau mulutku masih tertutup rapat. Sebuah tanya kembali, Kemana hari-hari itu pergi?

"Ayah..." suara gadis kecil memekakan indera pendengaranku.

Namira namanya, ia membantuku duduk kembali ke atas kursi dengan wajah khawatirnya. Aku mengusap surainya lembut memberi isyarat kalau aku baik-baik saja. Parasnya mirip sekali dengan ibunya. Ia anugerah terbaik dari Tuhan untukku. Hasil buah cintaku dengan istriku, almarhum Naya. Gadis di halte bis itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro