Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6

introduction
noun.
the definition of introduction is making something known for the first time, or formally telling two people who the other person is.

• Chapter 6 •
Introduction

Berlian menyeka telapak tangannya yang basah di celana panjang yang ia kenakan sekali lagi. Ia menggigit bibir bawahnya sampai hampir berdarah.

"Ada apa lo ngajak gue makan bareng?" tanya Berlian, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya yang sudah tak terbendung.

Ada apa, batin Daniel mengulangi ucapan Berlian.

"Pengen aja." Daniel menjawab sekenanya.

"Ya.. kenapa?"

"Gue belom tau alesan pastinya. Nanti kalo udah, gue kasih tau lo deh."

Daniel meraih menu makanan yang baru saja diberikan oleh pelayan kepadanya dan langsung memfokuskan pandangan ke sana, menghindari kontak mata dengan Berlian selama beberapa saat sekaligus mencari alasan yang tepat, takut-takut perempuan itu malah jadi curiga terhadapnya dan bertanya lebih lanjut.

Tapi untungnya, Berlian hanya diam.

"Lo mau pesen apa?" Kini giliran Daniel yang bertanya. Pandangan matanya beralih dari menu makanan menatap Berlian.

"Ng—" Berlian menerka-nerka, tak berani membalas tatapan Daniel dan memilih untuk tetap melihat layar ponselnya yang terletak di atas meja. "Sama kayak lo aja deh."

Alis kanan Daniel terangkat. "Emang lo tau, gue mau pesen apaan?"

Benar juga.

Saat ini mereka sedang duduk di salah satu tempat makan yang berada tak jauh dari lingkungan kampus dan dapat ditempuh hanya dengan berjalan kaki. Dan keadaannya saat ini sama sekali tidak menguntungkan bagi Berlian karena dirinya benar-benar tak mengetahui menu-menu makanan di sini.

"Nggak tau.."

"Nih, liat sendiri deh menunya," kata Daniel, menyodorkan menu makanan kepada Berlian dengan senyumnya.

Tanpa mendongakkan kepala untuk menatap Daniel, Berlian menarik menu makanan dan langsung mengalihkan seluruh pandangannya ke sana.

Berlian tersenyum senang saat mendapati sebuah menu di sana. "Pesen salad avocadonya deh."

"Salad?" tanya Daniel. "Lo veggie?"

Cepat-cepat Berlian menggeleng. "Diet."

Tawa Daniel terlepas. "Lo? Diet?"

"Iya.." Berlian cemberut. "Berat gue naik 4 kilo semenjak liburan."

Daniel menatapnya lekat-lekat. "Lo keliatan sama aja kok."

Mata Berlian mengerjap selama beberapa kali. Tangannya berpindah lokasi jadi ke bawah meja dan meremas lututnya keras-keras.

Sakit. Ini bukan mimpi.

"Emang lo tau, gue sebelum liburan kayak gimana?"

"Cantik, 'kan?"

Hancur sudah pertahanan Berlian.

Dan kini, yang bisa ia lakukan hanyalah tertawa kikuk. "Hahaha, bisa aja lo," paparnya, kaku sekali.

Daniel hanya mengangkat kedua bahunya. "Minumnya mau apa?"

"Air mineral aja. Kan diet," jawab Berlian.

Dan saat Berlian memperjelas kata-kata tersebut, Deniel semakin dibuat yakin kalau ada yang salah dengan perempuan yang kini duduk di hadapannya.

• • • • •

"Badan udah kayak lidi begitu masih mau diet?!" Jovannus memekik tak karuan.

Sementara Daniel hanya mengangkat kedua bahunya tak acuh sembari memainkan ponselnya di sepanjang perjalanan.

Kaki jenjang ketiga pria itu melintas dengan seksama melewati koridor kampus A Universitas Candramawa lantai satu. Tak jarang beberapa pandangan mahasiswi atau mahasiswa sesekali melirik ke arah mereka atau bahkan ada yang terang-terangan menatap dengan kagum.

"Terus, lo mau ngapain lagi abis ini?" tanya Stevan, dengan pandangan lurus ke depan sebagai pengarah jalan dan kedua tangannya yang masuk ke dalam saku hoodienya.

"Gatau."

Stevan menghela napasnya, lalu menarik Daniel sedikit ke kiri untuk mengikuti arahannya selagi berjalan agar tidak menabrak. Jovannus mengekorinya seperti anak kucing.

"Jadi udah nih, gitu doang? Buntu?" Kini giliran Jovan yang bertanya.

"Gue pengen nanya Helia lagi, tapi—" ucapan Stevan menggantung di udara.

Jovannus bersin.

"Alesan aja lo mah nanya Helia, padahal sepik doang nanya yang lain," ujarnya.

Tangan Stevan spontan meraup seluruh wajah Jovannus dengan satu tangannya.

"Bachooooot."

Jovannus meliriknya sebal dan balas meraup wajah Stevan yang malah terkesan seperti memukulnya. "Bodoamat," paparnya.

Stevan berdecih dan mengalihkan pandangannya ke arah Daniel yang masih saja sibuk dengan ponselnya, tak menghiraukan kicauan keduanya yang memang selalu saja perang. Daniel lebih memilih perang dengan ponselnya, bermain game tanpa bersuara karena kalau ia kehilangan sedikit saja fokusnya, maka tamatlah sudah.

"Lu mau gimana sekarang, Niel?" tanya Stevan sekali lagi.

Daniel bergeming.

"Halah anjing, gua ngomong sama rumput basah," dumal Stevan.

"Yaudahlah ngobrol sama Helia aja sana." Jovannus meledek lagi, kemudian ia menepuk lengan Daniel dan menekan home button pada ponselnya. "Mainnya ntar aja ya bosku."

Langsung saja Daniel berhenti di tempat dan melotot sebesar-besarnya ke arah Jovannus--tersangka yang telah mengeluarkannya dari permainan.

"GOBLOOOOOKKKKK!" pekik Daniel, emosi bukan main. "Winstreak gue rusak, bangsss—"

"Eh, Berlian."

Umpatan Daniel berhenti kala Stevan berujar. Awalnya, Daniel kira kedua sahabatnya itu hanya berniat meledek belaka. Namun, degup jantungnya mendadak berubah tak karuan kala ekor matanya mendapati bayangan perempuan yang ia rasa dapat langsung mengenalinya begitu menoleh. Dirinya mendadak mematung dan tak dapat mengalihkan pandangannya ke tempat Stevan serta Jovannus menatap.

Tepat di depan anak tangga kala Daniel mendongak, matanya mendapati gadis dengan kaos putih serta celana jeans panjangnya yang tengah memeluk beberapa buku di dekapannya tengah melihat ke arahnya dengan kaku.
Sadar akan situasi, ekspresi pada wajah Daniel langsung berubah secepat kilat.

"Hai." Daniel ikutan menyapanya.

Melihat ekspresi di wajah Daniel yang berubah 180 derajat dari ekpresi sebelumnya membuat Stevan dan Jovannus saling tukar pandang satu sama lain.
Salah tingkah sendiri melihat senyuman di wajah tampan Daniel, Berlian cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke arah dua cowok di samping Daniel dan memerhatikannya bergantian.

"Kalian kok tau gue?" tanya Berlian tiba-tiba.

Daniel mengumpat dalam hati.

Kenapa sih, perempuan ini tuh detail banget? Kalau sudah tahu sifatnya seperti ini kan Daniel jadi tidak bisa santai dan harus ekstra hati-hati selagi menjalani misinya. Dan masalahnya adalah, Daniel paling malas dengan hal yang merepotkan seperti berhati-hati atau semacamnya.

Daniel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan terkekeh. "Gue nyeritain tentang lo ke mereka," kilah Daniel, mencari alasan yang paling logis untuk dikatakan.
Mata Berlian mengerjap selama beberapa kali.

Namun rupanya, bukan hanya Berlian yang nampak terkejut di sini. Karena sekali lagi, baik Stevan maupun Jovannus menatap Daniel dengan bingung kemudian saling tatap satu sama lain.

Apa ini masuk ke dalam salah satu rencana milik Daniel?

"Nyeritain gue?" ulang Berlian, takut-takut ada yang salah dengan pendengarannya.

Stevan yang dalam sepersekian detik sudah mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Daniel, terlebih kala pandangan Berlian bertemu dengannya Daniel langsung cepat-cepat melotot seolah memberi kode, menyenggol lengan Jovannus yang sepertinya masih dalam fase download.

Tersentak, Jovannus cepat-cepat menganggukkan kepalanya.

"Iya, katanya dia lagi deket sama cewek," kekeh Jovannus, tersenyum meledek. "Ternyata lo orangnya."

Ingin sekali Daniel menghela napasnya tanda lega dan menyubit kedua pipi chubby milik Jovannus karena akhirnya sekali dalam hidupnya cowok itu berbuat sesuatu yang berguna. Tapi, Daniel menahannya.
Berlian tersedak di tempatnya.

"Ampe keselek gitu," ledek Jovannus lalu menepuk pundak Daniel. "Kasih minum dong, Niel."

Padahal dalam hati Daniel tengah mengumpat, karena Jovannus secara tidak langsung memberinya pekerjaan tambahan. Tapi ia cepat-cepat memasang raut wajah khawatir miliknya. Daniel maju selangkan dan berdiri di hadapan Berlian.

"Mau minum?" tanya Daniel.

Berlian cepat-cepat menggeleng.

Sementara Stevan yang sejak tadi hanya menonton drama kawakan di hadapannya ini hanya bisa menghela napas dengan kedua tangan yang dilipat di dada.

Jovannus tak lagi dapat membendung tawanya. Ia terkekeh, keras sekali sampai Daniel dan Berlian beralih menatapnya.

"Maap-maap," kata Jovan, mengangkat kedua tangannya di udara. "Saya permisi dari sini."

Kemudian cowok itu segera berjalan melewati Berlian dan menaiki anak tangga. Meninggalkan Daniel dan Stevan yang masih tak bergerak barang se-senti pun dari tempatnya.

Kali ini Daniel menatapnya dengan tatapan sendu meminta tolong untuk dibebaskan dari situasi ini. Stevan yang mengerti pun menghela napasnya panjang. Memang tidak ada harapan bagi Daniel untuk berlama-lama dengan posisi seperti ini dengan seorang perempuan.

Pacaran saja tidak pernah. Jadi, apa yang bisa diharapkan darinya?

"Jadi, lo Berlian yang sering diceritain Daniel." Stevan mulai mengikuti alur yang dibuat sahabatnya kemudian menjulurkan tangannya. "Salam kenal, gue Stevan.

Walau ragu, Berlian membalas jabatan tangan Stevan.
"Gue tau lo kok."

Alis kanan Stevan terangkat. "Tau dari?"

"Lo mantannya Helia, kan?"

Mulut Stevan langsung membentuk 'O' kecil dan manggut-manggut.

Daniel segera meletakkan ponselnya ke dalam saku celananya dan langsung meraih pundah Stevan untuk dirangkul.

"Iya, dia mantannya," kata Daniel membenarkan. "Kalo kita jangan sampe jadi mantan 'kan?"

Bisa kah Stevan permisi dari sini? Asam lambungnya tiba-tiba saja naik. Dia benar-benar ingin muntah sekarang juga.

Berlian tersedak sekali lagi.

Daniel hanya tersenyum kuda. "Jangan minum es melulu makanya, batuk kan."

Kepala Berlian cepat-cepat menggeleng. "Enggak kok, kan lagi diet mah gak minum es."

"Oh gitu," ucap Daniel, seperti kehabisan kata-kata.

Apa kata Stevan? Tidak ada harapan baginya soal permasalahan seperti ini. Coba kalau membahas game kesukaannya, sudah pasti Daniel jabani sampai dua hari tiga malam sekalipun.

"Yaudah deh, gue duluan ya. Ada kelas," kata Daniel kemudian. Memilih untuk kabur dari situasi garing tak terkendali semacam ini.

"Iya, gue juga mau pulang," balas Berlian.

"Hati-hati ya, sorry gak bisa anter balik." Daniel menepuk pelan pundak Berlian, membuat cuping cewek itu merah seperti kepiting rebus. "Nanti gue WhatsApp ya, kali aja besok bisa berangkat bareng."

Kemudian Daniel melenggang pergi begitu saja seraya menarik lengan Stevan untuk ikut naik tangga bersamanya.

Saat tiba di lantai dua, Stevan menoleh ke arahnya.

"Apaan tuh barusan?"

Daniel mengangkat kedua bahunya acuh. "Perkenalan?"

"Perkenalan apaan?"

"Perkenanan awal, kalo kita juga bisa ngikutin alur cerita dia atau bahkan bikin plot twist sendiri."

"Sejak kapan lo baca novel?"

Kali ini giliran Daniel yang menatap Stevan, hanya saja tatapannya telihat jijik dan aneh.

"Lo tiap belajar Bahasa waktu SMA molor apa gimana?"

"Pacaran gue di pojok sama Helia."

Apa ada yang punya batu bata di sini?

• • • • •

[ n o t e s ! ! ! ]

Sori telaaatt.. dari kemaren mau update tapi gaada isinya mulu ilaangg. kalo gak percaya kalian bisa coba liat instastory gue di @melanieyjs ;(((

100 komen lagi ya kalo mau lanjut.

Kalo ada quotes favorit kalian atau bagian yang menurut kalian kocak, boleh kalian screen terus upload di insta story. Nanti gue upload ulang.
Tandain instagram gue ya di @melanieyjs

Thanks!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro