Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1

evaded.
verb.
escape or avoid. especially by cleverness or trickery.

• Chapter 1 •
Lazy Boy

Dunia terasa jungkir balik di sekeliling Daniel saat ini. Bukan sekedar umpama melainkan secara harfiah.

Karena, tubuh Daniel memang benar-benar terbalik sekarang. Ia tengah berada di tepian kasur, dengan kaki panjangnya yang menjuntai hampir ke ujung dengan kepalanya yang berada di sisi lain kasur mendongak di bawah. Segalanya yang ia lihat jadi terbalik.

Daniel benar-benar tak tahu harus melakukan apa, dan terlalu malas untuk melakukan hal apapun karena karakter mainannya dalam Mobile Legends saat ini tengah tewas dan masih bersisa dua puluh detik lagi sebelum karakternya tersebut kembali hidup. Ponsel Daniel berada di tangan kanannya yang bergelantungan dengan malas.

Selesai menunggu, Daniel langsung menarik tubuhnya dengan kedua kakinya untuk kembali ke tengah ranjang dan lanjut berkutat dengan ponselnya.

Begitu terus sampai satu jam ke depannya.

Sampai, terdengar suara pintu yang diketuk dengan keras.

"Kang Daniel!"

Daniel menghela napasnya berat. Ia tahu betul siapa pemilik suara itu. Dan juga, itu adalah suara dari satu-satunya orang yang suka sekali memanggilnya dengan nama salah satu member boyband populer di Korea. Jovannus.

"Kudanil!"

Lagi, sang pemilik suara kembali berteriak.

"Gak denger, lagi pake headset!" balas Daniel yang ikut berteriak, masih tak bergerak barang sesenti pun dari posisinya.

Dor! Dor! Dor!

Pintu kembali diketuk. Kali ini dengan gerakkan lebih bar-bar dari sebelumnya sehingga suara ketukkannya terdengar begitu keras.

"Bukain apa! Pusing pala gue dengernya," ujar seseorang di luar sana, suaranya terdengar berbeda dari yang sebelumnya.

"Buruan!" sahut Jovannus. "Capek gue liat muka Stevan yang ditekuk mulu kayak keset."

Dan lagi-lagi Daniel hanya bisa menghela napasnya. Karena setelah ini ia pasti tidak akan bisa bermalas-malasan dan bermain games sendiri sepuasnya, melainkan harus melayani kedua tamu yang sudah pasti banyak maunya kalau sedang main di rumah Daniel. Baik pagi, siang maupun malam.

Akhirnya Daniel bangkit dan dengan langkah gontai menuju pintu kamarnya, menarik selot kunci dan membukakan pintu untuk Jovannus dan Stevan.

"Gitu dong dari tadi!" papar Jovannus, langsung saja menerobos masuk seenaknya.

Sementara Stevan memasang wajah tak kalah jengkel dari Daniel dan menyusulnya masuk, menutup pintu serta menguncinya kembali.

"Ngapain lo pada kemari?" tanya Daniel, duduk bersila di atas ranjang dan menatap Jovannus serta Stevan yang kini tengah bersandar dengan santai di atas sofa yang berada di kamarnya secara bergantian.

Stevan hanya mengangkat kedua bahunya.

Mendapat reaksi acuh dari Stevan, Daniel beralih menatap Jovannus yang entah sudah sejak kapan memegang ponselnya. "Jo," panggil Daniel.

Jovannus mendongak. "What?"

"Lu ngapain kemari." Daniel memperjelas tanpa ada nada bertanya.

Tidak langsung menjawab, Jovannus terlihat mencari-cari sesuatu di ponselnya dan menunjukkan layarnya kepada Daniel. "Lo kenal dia?"

Daniel spontan mengernyit. Ia tengkurap dan maju untuk memperhatikan gambar sosok perempuan yang ditunjukkan oleh Jovannus dengan jelas.

"Siapa?" Daniel malah balik bertanya.

Jovannus nampak kecewa selama beberapa saat. Ia sedikit memiringkan kepalanya dan kembali memerhatikan layar ponselnya dengan seksama.

"Aneh. Gue gak kenal dia, Stevan gak kenal dia, lo juga gak kenal dia," gumam Jovannus.

Daniel semakin bingung. "Terus kenapa?"

"Gak semua orang harus kenal dia kali," sahut Stevan yang sedari tadi memerhatikan.

"Bukan itu," pungkas Jovannus.

"Terus?" pancing Daniel, Stevan juga nampak menunggu. Karena sepertinya Jovannus menyeretnya ke sini demi bisa memastikan sesuatu soal perempuan itu.

"Banyak yang bilang.. kalo dia deket sama kita."

Sepertinya ada yang salah dengan telinga Daniel dan Stevan.

• • • • •

Kembali masuk kuliah, bukanlah sesuatu yang Daniel idam-idamkan dan masuk ke daftar sepuluh hal yang paling ia inginkan di usia kepala dua.

Setelah selesai berurusan dengan mobilnya di tempat parkir, Daniel melangkahkan kakinya memasukki kawasan gedung jurusan Psikologi di Universitas Candramawa tempatnya terdaftar sebagai mahasiswa.

Dan saat Daniel mulai melangkah menjelajahi koridor, ia merasa banyak sekali pasang mata yang tertuju padanya. Bahkan, lebih banyak dari sebelum-sebelumnya yang pernah ia terima. Lantas, ia bergerak risih dan memindahkan ranselnya yang sebelumnya berada di pundak kiri jadi berubah ke pundak kanan, dan sesekali Daniel membalas tatapan orang-orang tersebut yang entah kenapa begitu ia tatap langsung saja mengalihkan pandangannya.

Daniel mendesis pelan. Apa-apaan sih ini.

Walaupun begitu, Daniel tetap melangkah maju tanpa gentar sedikitpun.

"Bapak Ketua Himpunan!"

Daniel berhenti melangkah, memejamkan matanya jengkel dan menggeretakkan giginya.

Siapa lagi sih yang paling bisa bikin Daniel dan Stevan jengkel bukan main kalau bukan seorang Jovannus Andreas Lim.

"Sombong bener, Pak, main nyelonong aja," tuturnya, saat sudah berdiri di samping Daniel. Jovannus menarik tangan Daniel agar melanjutkan langkah bersamanya.

"Bisa nggak, jangan manggil gue kayak begitu?" tanya Daniel, melirik Jovannus dengan sinis.

Jovannus balas meliriknya sesaat, namun kembali menatap ke depan dan sesekali menyapa beberapa mahasiswi lewat yang bahkan tak dikenalnya. "Kan emang lo Ketua Himpunan sekarang."

"Ya gak usah teriak-teriak juga," balas Daniel.

"Intinya saya akan melakukan yang terbaik untuk Universitas Candramawa," ucap Jovannus, menirukan perkataan Daniel tempo hari dengan suara beratnya.

Tangan Daniel lantas bergerak cepat menoyor kepala Jovannus. Dan tentu saja, bukan Jovan namanya kalau tidak memberikan reaksi berlebihan dengan terdorong ke depan secara dramatis dan memegangi kepalanya bagaikan habis dipukuli dengan batu bata.

"Bapak jahat!" tukas Jovannus. "Bapak tega! Bapak gak sayang sama Jovan!" Perkataan Jovannus terus berlanjut, berhasil membuat Daniel semakin naik pitam.

Baru saja Daniel mengangkat tangannya dan hendak menoyornya lagi, Jovannus terlebih dahulu bangkit dan mundur beberapa langkah dari lokasi Daniel saat matanya mendapati jarum jam yang tertera pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

Jam sebelas lewat lima.

"Mampus! Bisa mati aku sama Pak Kencrot!" pekik Jovannus, menepuk dahinya sendiri dan memelesetkan nama dosennya Pak Kencoro, seperti kebanyakan mahasiswa lain. "Bye, Pak Ketua Himpunan! Dedek Jovan ada janji!"

Dan setelah itu Jovannus benar-benar langsung ngibrit mendahului Daniel.

Sepeninggalan Jovannus, Daniel benar-benar merasa lega karena gangguan terbesar dalam hidupnya sudah pergi untuk sementara waktu ini. Atau setidaknya, itulah yang ia harapkan.

Kaki Daniel terus melangkah. Entah kenapa perjalanan terasa begitu jauh baginya saat tatapan orang-orang tak kunjung berhenti menghujaminya. Tapi Daniel langsung bersyukur begitu ia mulai menaiki anak tangga dan perlahan kehilangan tatapan demi tatapan.

Baru saja ia melalui beberapa anak tangga, Daniel merasakan ponsel di saku celana levisnya yang ia padukan dengan kemeja biru laut andalannya bergetar dan mengeluarkan suara berderit kecil karena terhalang speakernya. Daniel meraih ponselnya dan melihat nama Stevan tertera pada layar ponselnya.

"Ngapa?" sapa Daniel begitu mengangkat sambungan telepon.

"Lo masuk jam Bu Dwi kan hari ini?" tanya Stevan, to the point.

"Iya, ngapa?"

"Titip absen. Macet banget."

Alis Daniel bertautan. "Gamasuk lo?"

"Gatau," balas Stevan, terdengar pasrah di seberang sana. "Kalo gue sampe dia belom dateng, ya masuk. Dari pada kena semprot."

Enggan berlama-lama, Daniel menghela napasnya. "Iya udah."

"Thanks!"

Dan tepat saat panggilan terputus, Daniel tiba di lantai dua, berbelok dan tanpa sengaja menabrak seseorang lantaran pandangan matanya yang terlalu fokus untuk mengunci kembali layar ponselnya.

Brakk!!

Ponsel Daniel terjatuh, bersamaan dengan tumpukkan buku-buku tebal milik seseorang yang menabraknya.

Rasanya Daniel hendak marah-marah, meledak dan memaki-maki seorang perempuan dengan rambut panjang yang kini tengah menunduk guna meraih buku-bukunya. Tapi Daniel tersadar kalau dirinya juga salah karena berbelok tidak melihat-lihat dan terlalu fokus pada ponselnya. Jadi, Daniel ikut berjongkok untuk membereskan beberapa buku milik perempuan itu dan meraih ponselnya sendiri. Sekilas saat merapihkan urutan bukunya, Daniel dapat melihat dengan jelas nama pemilik yang tertera di pojok kanan atas salah satu buku.

Berlian Trishanty Wen

"Nih," ujar Daniel saat sudah berdiri, memberikan beberapa buku itu kepada sang pemilik. "Jalan pake mata."

Padahal dia juga tidak pakai mata.

"Sorry," katanya, sedikit menunduk saat meraih buku pemberian Daniel.

Kemudian saat pertemuan singkat itu berakhir dengan kepergian perempuan tadi yang mulai melangkah turun ke bawah. Daniel masih terdiam di tempatnya, nampak mengingat-ingat sesuatu dari wajah perempuan tadi yang sekilas dapat ia lihat.

"Itu cewek yang dikasih liat Jovan semalem bukan?" gumam Daniel, lebih kepada dirinya sendiri. Yang Daniel yakini bahwa jawabannya sudah tertera jelas.

• • • • •

[ n o t e ! ! ! ]

BLACKPINK's Rosé as Berlian Trishanty Wen

Terimakasih atas saran dan masukkan yang telah kalian berikan. Gue baca kok, dan bener-bener makasih banyak sama kalian.

Btw, gimana ceritanya? Seru gak? Penasaran gak sama kelanjutannya?

Terus lagi, sifat pemalas Daniel udah kelihatan atau belum menurut kalian?

Dan buat yang nanya, kok lebih panjang prolog daripada ceritanya?
Jadi gini, di prolog itu emang sengaja dipanjangin karena perkenalan cast cerita secara rinci dan buat ngejelasin apa hubungan dan inti "Idols" dari series cerita gue sama Aci. Begitu kurang lebih. Semoga kalian suka ya.

Komen yang banyak deh langsung gue lanjut hahahaha!

Love,
Melanie. Noona-nya Taehyung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro