Aku tidak apa-apa
"Aish, aku tidak percaya ini. Bagaimana bisa Kak Namjoon melukai orang lain padahal dia sendiri tidak menyetir? Bisa kamu bayangkan, Jimin. Bagaimana jika Kakakku yang satu itu yang menyetir?"
Jimin memutar bola matanya malas. "Yah,ya... tapi, Taehyung- ah . Kau sudah dengar sendiri Kak Namjoon dan Pak Han tidak menabraknya. Anak itu yang datang tiba-tiba di depan mobil mereka."
"Sudahlah, Jimin-a jangan membela Kakakku," tukas Taehyung tidak senang dengan pembelaanya.
"Baik, baiklah. Kau yang menang dan Kak Namjoon yang salah dan pantas kita maki."
"Oh, ternyata kau jahat! Berani sekali ingin memaki Kakakku sebelum itu ... langkahi mayatku dulu." Taehyung berbalik menghadap Jimin, menghentikan langkahnya. Tatapannya tajam, serius ingin menghancurkan siapapun yang ingin menjahati saudaranya.
Tanpa banyak Jimin mendorong Taehyung dan gilirannya yang berdiri di depannya. "Ayo, berhenti! Jangan buat masalah menjadi panjang."
"Jimin- na!"
"Kita akan menjenguk seseorang Taehyung-ah," ucap Jimin menurunkan suaranya disertai senyum manis andalannya yang biasanya membuat para wanita menyerah padanya, tapi kali ini berbeda dihadapanya bukan wanita, Ini Taehyung. "Oh, ah, Kamu tidak senang—"
"Tidak." Taehyung juga menyerah tidak ingin berdebat tak penting. Melangkah lebih dekat ke kamar rawat pasien tujuannya. Membaca nama papan tulis di sana untuk memastikan sebelum akhirnya ia memegang kendali membuka pintu kamar. "Ayo, masuk!" ajaknya pada Jimin yang turut dibelakangnya.
"Halo!" seruan itu datang dari Jimin dan Taehyung secara bersamaan ketika mereka melihat Jungkook sedang melamun sambil menatap keluar jendela.
Mata bulat Jungkook mengerjap dengan cepat dan setengah terkejut melihat dua orang remaja lain menghampirinya. "Kalian siapa?"
"Heyy, dia lucu sekali," kata Taehyung bersemangat mendekat dan tanpa ragu duduk di sisi Jungkook. "bukankah begitu, Jimin?"
"Hai, namamu siapa?" tanya Jimin pada Jungkook sekaligus mengabaikan pertanyaan Taehyung sebelumnya.
"Ah, iya-iya! Namaku, Taehyung, Kim Taehyung."
Jimin memukul bahu Taehyung setengah kesal, mendengar seruannya yang bersemangat padahal dia bertanya pada orang lain. Jungkook sendiri masih terpaku diam, bingung dengan kedatangan orang-orang yang tidak kenalnya.
"Namaku Jimin, kami datang untuk menjengukmu," ucap Jimin setelah melihat kebingungan Jungkook. "Dia adiknya Kak Namjoon." Tunjuknya pada Taehyung. "Aku sendiri sepupu sekaligus sahabatnya orang ini."
Mulut Jungkook membulat, mengerti. "Ow, ah, aku Jungkook. Salam kenal!"
"Ah, manisnya." Taehyung dengan gemas ingin mencubit pipi Jungkook, tapi tidak dilakukannya saat melihat lebam-lebam biru dibagian rahangnya. "Apa yang terjadi? Wajahmu lebam seperti itu? Apa luka yang disebabkan Kak Namjoon sangat parah?"
Jungkook menggeleng, ia menutupi bagian pipinya yang sedikit lebam. Ini merupakan bekas tamparan ayahnya sebelumnya. "Tidak apa-apa, ini bukan luka karena Kak Namjoon."
"Lalu apa?" Taehyung mengerenyit bingung. "Tenang saja Kak Namjoon pasti akan bertanggung jawab atas luka-lukamu. Pokoknya dia harus membayar mahal, jika tidak puas kita bisa melaporkannya pada Polisi."
Jimin lelah dengan antusias berlebihan sahabatnya. "Jangan bicara omong kosong. Kak Namjoon pasti sudah bertanggung jawab. Benarkan Jungkook?"
Sekali lagi Jungkook tidak tahu harus berkata apa, dua orang ini sedikit aneh baginya. Ia tidak pernah berinteraksi terlalu banyak dengan orang-orang yang penuh semangat seperti mereka. Jimin melihat kegugupan juga kebingungan di mata Jungkook yang membuatnya mengatur semangatnya tidak seperti Taehyung yang ceroboh.
"Apa yang sedang kalian lakukan di sini?" Suara Namjoon baru saja terdengar dari balik pintu. Berjalan masuk dengan sedikit kerutan dikeningnya sedikit terkejut dengan keberadaan adik-adiknya.
Taehyung yang sebelumnya tengah bercerita heboh pada Jungkook meliriknya hanya setelahnya langsung berseru setengah kesal. "Ya, Tuhan. Kakak kenapa baru saja datang kau tahu,kan, Jungkook itu masih kecil juga sakit harusnya Kakak kirimkan perawat untuk menjaganya."
"Tae ..." Namjoon ingin berkata sesuatu tetapi segera meng-klik lidahnya. Ia tidak akan bisa menang dari adiknya ini. Batin Namjoon yang hanya bisa menyerah. "Baiklah, baik. Kakak yang salah."
Bibir Taehyung mencibir dengan kepala menggeleng tidak habis dan kemudian tersenyum puas. "Kakak, salah pada Jungkook bukan padaku. Minta maaf padanya!"
Namjoon segera melakukan perintah Taehyung sambil menepuk ringan tangan Jungkook. "Jungkook-ah. Kak Namjoon minta maaf, Ok! Bagaimana keadaanmu sekarang?" Lanjutnya bertanya.
"Tidak apa-apa, kenapa harus minta maaf. A-aku sudah baikkan, Dokter Sejin bilang aku juga bisa segera pulang..." Jungkook ragu-ragu untuk kalimat terakhirnya, ia tidak tahu bagaimana bisa pulang dan apa yang terjadi pada ayahnya? Pening sudah pikirannya memikirkannya. "Aku yang harusnya minta maaf sudah merepotkan dan terima kasih," lanjutnya setelah tidak tahu apalagi yang bisa diucapkan.
"Yah, itu tidak masalah juga. Ini merupakan kecelakaan tidak ada yang bisa disalahkan. Lalu, soal i-itu ...." Namjoon bingung harus membicarakannya sekarang. Sebelumnya, ia sudah menyuruh anak buahnya untuk mencari alamat Jungkook. Khawatir jika orang tuanya akan mengkhawatirkannya meski, Jungkook sudah mengatakan jika dia tidak punya siapapun kecuali Ayahnya. Dan, entah apa dan bagaimana Namjoon sedikit bingung untuk menyampaikan kabar yang diterimanya.
"Kak, Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Jimin penasaran.
Melalui lirikan matanya, Namjoon melihat Jimin dan Taehyung lalu, berbalik pada Jungkook dengan sedikit desahan napas. "Aku baru saja mendapat kabar untukmu, Jungkook."
"Yah, cepat katakan saja!" ujar Taehyung yang terlihat lebih penasaran dan tak sabar di banding Jungkook.
Namjoon hanya bisa menghela napas dan memutar bola matanya malas melihat keantusiasan Taehyung dan tidak menggubrisnya melainkan terus menatap Jungkook. Sedangkan, Jungkook yang ditatap masih mencoba untuk diam dan bersabar siap mendengarkan.
"Ini bukan kabar baik. Yang kuterima kabarnya rumahmu sudah terbakar dan untuk ayahmu ... tidak ada kabar yang jelas. Orang-orang sekitar hanya mengatakan saat malam itu terjadi keributan besar, tapi mereka sama sekali tidak berani keluar sampai melihat rumahmu mulai terbakar. Warga di sana segera memadamkannya, tapi tidak ditemukan korban jadi kemungkinan besar ayahmu masih selamat namun entah di mana."
Jungkook mendengarkan berita tersebut dengan sangat tenang. Ia sudah sedikit menebak apa yang terjadi pada ayahnya, tetapi kecuali tentang kabar rumahnya yang terbakar sungguh sangat disayangkan. Setelah ini entah kemana dia bisa pergi. Tidak ada saudara, tidak ada tujuan, Jungkook diam membisu dengan pikiran kosong hanya kedua tangannya yang saling mengait yang dia tatap lekat. Seolah tengah menguatkan diri sendiri karena setelah ini, ia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri untuk bisa terus bertahan hidup. Entah ia harus lega ataukah merasa sedih karena kemungkinan ia tidak akan bersama ayahnya lagi.
Berbeda dengan Jungkook. Jimin dan Taehyung sudah bertampang sangat menyedihkan terutama Jimin yang sudah berkaca-kaca dan tanpa ragu merangkul Jungkook, duduk di sampingnya. "Jangan bersedih kami akan mencari Ayahmu."
"Tidak, aku tidak apa-apa. Jangan mencarinya! Aku bisa hidup sendiri," sahut Jungkook menatap mereka yang tengah mengelilinginya dengan senyum samar tampak jelas ingin memperlihatkan ketegaran dirinya.
"Apa yang kamu katakan? Bagaimana bisa hidup sendiri?" tanya Taehyung merasa aneh. "Memangnya kamu bisa hidup di mana? Kamu tidak dengar rumahmu sudah terbakar dan ayahmu mungkin hilang." Jelasnya sekali lagi.
"Iya, aku tahu," jawab Jungkook mengangguk pasti. "Tidak apa-apa, nanti aku akan bekerja keras untuk mencari uang dan untuk ... tempat tinggal mungkin aku harus masuk panti asuhan," ucapnya dengan nada tak yakin. Jelas dia sudah cukup dewasa entah panti asuhan mana yang bisa menerimanya atau mungkin jika terpaksa hanya jalanan dingin yang bisa menjadi rumahnya.
Namjoon, Taehyung dan Jimin terpaku diam mendengar kata-kata Jungkook hati mereka tiba-tiba terenyuh di mana mereka bisa melihat tekad dalam ucapannya meski, kebimbangannya pun tidak bisa dihilangkan. Tidak bisa mereka bayangkan bagaimana anak remaja tanggung seperti Jungkook bisa berkata jika 'Dia bisa hidup sendiri.'
"Kamu tidak bisa hidup sendiri seperti itu, Jungkook." Jimin membelai rambut Jungkook. "Kau tahu bagaimana keras dan sulitnya hidup sendiri? Dan panti asuhan, bagaimana bisa?"
"Aku bisa. Tidak apa-apa, a-aku akan berusaha keras."
Taehyung menggeleng keras lalu bergerak semakin mendekat. "Tidak bisa-tidak bisa, usiamu itu belum cukup umur, kamu masih kecil. Ayo, tinggal ditempat kami saja. Aku akan senang punya adik sepertimu. Kamu mau, kan?"
"A-apa?" tanya Jungkook dengan wajah polosnya seolah tak mengerti pertanyaan Taehyung.
"Ah, ya. Kakak juga setuju!" seru Namjoon bersemangat, ia mengusak rambut Taehyung bahagia. "Baru kali kamu sangat pintar, Taehyung- ah."
"Ish, Kakak saja yang tidak tahu selama ini aku pintar," cibir Taehyung sebal tapi juga senang dan berpura-pura marah sambil menghempaskan tangan Namjoon dari kepalanya.
Belum lama Jungkook melihat interaksi mereka tapi, sungguh terasa hangat sekaligus membuatnya iri dalam hatinya. Tidak pernah terbayangkan jika orang-orang seperti mereka akan sangat ramah juga baik hati. Selama ini yang Jungkook tahu mereka yang memiliki uang atau orang tua mereka yang kaya hanya akan merendahkannya bahkan merisaknya yang tidak memilki apa-apa ini. Itulah yang dia alami saat berada di sekolah.
Jimin menepuk tangan Jungkook yang masih terdiam melihat interaksi kakak-beradik keluarga Kim sedangkan, ia belum mendengar Jungkook menjawab tawaran mereka. "Hey, jangan hanya diam. Ayo, jawab?"
Jungkook benar-benar masih bingung dan tak percaya jika tawaran tersebut serius. "A-aku tidak tahu," sahutnya lirih. "Aku pasti akan sangat merepotkan kalian. Lebih baik jika, aku jadi pekerja kalian saja, beri aku sedikit makanan juga kamar yang kecil saja itu sudah cukup bagiku."
"Jangan bicara seperti itu," ujar Taehyung dengan suara merajuk lembut sambil merangkul Jungkook dari samping. "Kami tidak butuh pekerja kecil sepertimu. Yang kubutuhkan itu seorang adik yang manis dan bisa kurawat terlebih bisa aku ajak bermain."
"Jungkook, Taehyung benar-benar ingin sekali memiliki seorang adik sejak dulu. Aku juga tidak keberatan kalau kamu jadi bagian dari keluarga kami. Tahukah, kamu kita juga hanya tiga ber—"
"Kita berdua dan sekarang tiga bersama Jungkook," sela Taehyung tidak ingin menyebutkan nama seseorang. Namjoon sendiri hanya akhirnya hanya bisa mendesah dan malas menyanggahnya lagi.
"Benarkah?" Jungkook tidak mengerti hal lain. Dia hanya memerhatika jika, Taehyung sudah menghitungnya sebagai bagian dari keluarganya.
"Tentu benar." Taehyung menjawab sama cepatnya dan meyakinkan.
Kemudian tanpa disadari Jungkook menatap Namjoon. Melihat tatapan tersebut Namjoon mengangguk serius. "Aku akan mengurus semuanya setelah sehat kamu bisa tinggal bersama kami."
"Aku masih belum percaya," lirih Jungkook bicara pada dirinya sendiri, menunduk melihat kedua tangannya yang bertautan. "Kalian baru mengenalku dan tawaran itu sangat besar untuk orang sepertiku."
"Hey, jangan bicara seperti itu, Jungkook. Mengenalmu dalam beberapa hari itu cukup, kamu anak yang baik dan kami senang akan hal itu. Jangan pikirkan hal lain sekarang kamu bagian dari kami," ucap Namjoon menegakkan wajah Jungkook untuk menatapnya.
Kelopak mata Jungkook mengerjap berkali-kali menahan gelombang air mata yang bisa saja runtuh dalam sesaat. Hatinya senang bukan kepalang tidak tahu harus beraksi seperti apa? Haruskah menangis? Atau tertawa? Dia tidak pernah mendengar berita sebaik ini sepanjang hidupnya bahkan tidak pernah bermimpi akan datang tawaran seperti ini.
"Jungkook!" panggil Taehyung tak sabar. "Ayo, katakan sesuatu? Kamu menerima tawaran kami, kan?"
"A-aku aku sangat senang. Aku akan banyak berterimakasih pada kalian."
Mendengar jawaban tersebut Taehyung berjingkrak bahagia dan langsung memeluk Jungkook sedikit meremasnya di mana-mana. Namjoon menyikat tangan Taehyung yang rupanya sangat gemas yang mungkin dikiranya Jungkook hanyalah boneka hidup. "Taehyung, jangan menyakitinya."
"Aku tidak akan," sahut Taehyung girang.
Jungkook pun hanya bisa pasrah dengan senyuman puas.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro