26
"Berapa umur Anda, Tuan Putri?"
Pertanyaan dari Vladimir tidak dijawab langsung oleh Ruby. Gadis bermata merah itu menatap Vladimir sedatar-datarnya dan tanpa ekspresi, seolah tidak mengizinkan Vladimir mengorek sedikit informasi pun tentangnya.
Itu juga terjadi di awal pertemuan mereka barusan. Vladimir harus menunggu selama beberapa saat sebelum Ruby menyebutkan nama lengkapnya.
Namun Vladimir tidak gentar, ia juga membalas tatapan Ruby dengan tatapan tenang, tidak terintimidasi sedikitpun dengan perlakuan putri itu.
"Tiga belas tahun," jawab Ruby pendek, bahkan tanpa menambahkan embel-embel terhormat apapun.
Sebenarnya, satu-satunya alasan mengapa Vladimir harus mempertanyakan umur Ruby dikarenakan umur adalah penentu kekuatannya sudah muncul. Kekuatan Vladimir dulu juga muncul ketika umurnya menginjak tiga belas tahun. Dan kini, setelah mengetahui umur Ruby, ada dua kandidat putri yang memenuhi syarat; Putri Ruby dan Putri Carnelia.
Pangeran Crimson sudah memberikan informasi bahwa hanya dirinya dan Pangeran Brick yang kekuatan ilusinya telah bangkit. Itu artinya, baik Ruby atau Carnelia sama-sama belum dapat menggunakan kekuatannya.
Vladimir mungkin harus menunggu lebih lama, atau menggunakan kekuatan ilusi secara paksa sesuai dengan instruksi dari Raja Scarletton; Vladimir bisa merampas kekuatan ilusi dari pemegang ilusi dengan membunuhnya sesuai ritual. Namun tentu saja Vladimir tidak akan melakukannya, karena Vladimir membutuhkan kekuatan itu dalam jangka panjang dan menggunakan kekuatan ilusi satu kali tidak akan cukup untuk menghadapi ayahnya sendiri.
Dan lagi, Ruby dengan sangat jelas menunjukkan kewaspadaannya terhadapnya, bahkan sempat menghilang ketika jadwal perbincangannya tiba. Untungnya, Vladimir bertemu dengan Pangeran Crimson yang bersedia membantunya menemukan Ruby.
Vladimir telah berbincang dengan ketiga Putri Ilusi. Nama mereka berturut-turut adalah Putri Sangria XI, Putri Carmine VI dan Putri Carnelia VII. Inti dari perbincangan dengan ketiga Putri Ilusi menghasilkan konklusi yang sama; mereka semua berjanji akan membantu Vladimir mewujudkan keinginannya, asalkan Vladimir memilih mereka untuk dibawa keluar dari Negeri Ilusi.
Sebenarnya, ada banyak kejadian yang membuat Vladimir memaklumi keputusan mereka. Bagaimanapun juga, hanya bertamu tiga hari, Vladimir sudah bisa melihat beberapa sisi gelap di kerajaan yang menjadi tempat impian bagi setiap manusia di realita. Dan melihat para keturunannya tidak betah berada di negeri mereka sendiri, membuat Vladimir merasa seperti bercermin dengan keadaannya sendiri.
Atas dasar keingintahuan yang lebih dalam, Vladimir mempertanyakan alasan mereka bertiga ingin keluar dari Kerajaan Ilusi.
Mereka memberikan berbagai jawaban yang berbeda, tetapi pada akhirnya tetap terhubung dengan satu jawaban yang sama; mereka merasa terlalu terkurung di istana. Dan baru beberapa saat sebelum perbincangan dimulai, mereka diberitahu oleh Ruby tentang bahaya tempat ini.
Mereka bertiga memberikan jawaban yang sama, mengantarkan Vladimir pada kesimpulan yang aneh; Putri Ruby XII yang berbincang dengannya sekarang adalah orang yang memberikan informasi itu. Tetapi, untuk apa?
Putri Ruby XII bisa saja mengetahuinya seorang diri, lalu keluar dari Kerajaan Ilusi tanpa harus berbagi informasi. Namun, hingga detik ini, putri itu sama sekali belum mengucapkan pembelaan atau penawaran apapun. Itu semua terlihat sedikit jelas; Ruby tidak ingin terpilih.
Vladimir tidak bisa menanyakan kelebihan yang dimiliki Ruby, jika gadis itu bahkan tidak menunjukkan ketertarikan untuk dipilih.
"Apakah Anda bertemu dengan Pangeran Crimson, tadi?" tanya Vladimir.
Ruby hanya mengangguk.
"Pangeran Crimson sangat mengkhawatirkanmu," ucap Vladimir.
Ruby malah menghindari pandangan, membalas dengan tidak berminat, "Begitu."
Begitu Pangeran Crimson mengetahui Ruby menghilang, dia pergi mempertanyakan keberadaannya kepada tiga putri lain yang berbincang dengan Vladimir sebelumnya. Namun, tidak ada satupun dari mereka yang melihat keberadaan Ruby. Setelah itu, Pangeran Crimson mencarinya di menaranya, tetapi ternyata pelayan di menara itu masih berdiri di depan pintu, menandakan bahwa Ruby memang belum kembali.
Pangeran Crimson tidak menanyakan apapun kepada pelayan itu. Vladimir hanya ingat bahwa pelayan itu menyambut kedatangan mereka dengan raut wajah yang dingin, seolah tidak suka dengan kedatangan Pangeran Crimson dan dirinya.
Pada akhirnya, Pangeran Crimson meminta Vladimir untuk tetap menunggu di ruang perbincangan, karena Pangeran Crimson akan mencari Ruby di area-area terlarang. Vladimir tidak diperbolehkan untuk ikut, karena mungkin akan membahayakan untuknya.
Namun, setelah beberapa saat, Ruby akhirnya datang seorang diri ke ruang perbincangan yang kemudian mengantarkan mereka pada kecanggungan seperti saat ini.
Vladimir juga sadar, berbicara dengan Ruby jauh lebih sulit daripada putri lainnya.
"Apakah ada sesuatu yang Anda inginkan, Tuan Putri?" Vladimir bertanya.
"Untuk apa Anda menanyakan itu?" tanya Ruby balik.
"Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, saya datang ke Negeri Ilusi dengan maksud agar keinginan saya terkabul. Dan sebagai calon mitra yang baik, saya harus mengetahui keinginan Anda dan memastikan bahwa saya juga akan mengabulkan keinginan Anda," jelas Vladimir.
"Anda tidak perlu repot-repot, Tuan Pangeran. Satu-satunya keinginan yang wajib Anda kabulkan hanya keinginan Yang Mulia Raja Scarletton. Anda tidak perlu memikirkan perasaan kami." Ruby mengucapkan itu tanpa minat sedikitpun.
Vladimir sadar bahwa Ruby berbeda dengan putri-putri lainnya. Ruby juga tidak suka berada di Kerajaan Ilusi, tetapi juga tidak menggantungkan harapannya pada orang asing yang mungkin bisa mengkhianatinya. Gadis itu terlalu menutup diri, membuatnya jauh lebih sulit untuk didekati dibandingkan putri-putri lainnya.
"Jangan salah paham, Tuan Putri. Saya tidak serendah hati itu untuk mengabulkan keinginan mitra saya begitu saja. Hanya saja, ambisi besar saya tidak sepadan dengan hanya menukarkan dua puluh lima gadis kepada Raja Scarletton."
Ruby memutar bola matanya secara tidak sadar. Baru kali ini Vladimir mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan seperti itu.
"Hanya dua puluh lima ...," gumam Ruby. "Pantas saja Tuan Pangeran dan Ayah saya bermitra dengan sangat baik."
Vladimir membulatkan matanya, tidak percaya. Dalam konteks umumnya, kata-kata itu sebenarnya memiliki makna pujian, tetapi Vladimir mengetahui sifat asli Raja Scarletton dan kata-kata itu terdengar sebagai penghinaan.
"Terima kasih," jawab Vladimir, basa-basi.
Ruby tersenyum dengan anggun, tidak merasa bersalah sama sekali. Vladimir tahu, Ruby mengucapkan kata-kata itu dengan maksud menyamaratakan sifat Raja Scarletton dengannya.
"Mengenai pertanyaan Tuan Pangeran tentang keinginan, saya rasa akan lebih adil jika Tuan Pangeran juga menjelaskan keinginan Anda," ucap Ruby, menantangnya.
Di antara keempat putri, hanya Ruby yang mempertanyakan ini. Keingintahuannya adalah poin tambahan. Ia bisa menjadi mitra yang baik.
"Saya ingin membalas dendam," jawab Vladimir.
"Dengan musuh Kerajaan Kilau yang sudah menguasai area Barat Laut atau seseorang yang lebih spesifik?" tanya Ruby.
Vladimir hampir saja menjawab dengan cepat, sebelum akhirnya ia sadar Ruby baru saja mengucapkan sesuatu yang cukup mengganggunya.
"Apakah semua orang di Kerajaan Ilusi tahu tentang peperangan yang dihadapi Kerajaan Kilau?" tanya Vladimir.
"Saya pikir itu pengetahuan umum di sini. Seharusnya semua orang di Kerajaan Ilusi mengetahuinya," jawab Ruby.
Masalahnya, tidak, itu bukanlah pengetahuan umum. Kekalahan Kerajaan Kilau atas area Barat Laut baru terjadi beberapa hari yang lalu sebelum Vladimir memasuki Negeri Ilusi. Itu adalah informasi yang baru. Kerajaan Ilusi yang sangat tertutup dan terisolasi tidak mungkin mengetahui informasi itu. Kecuali, jika ada seseorang yang bisa keluar-masuk Kerajaan Ilusi dengan mudah. Namun tetap saja, itu tidak mungkin.
Vladimir menepis pemikiran itu, lalu menjawab pertanyaan Ruby.
"Keinginan saya adalah membalaskan dendam kepada kerajaan musuh dan seseorang spesifik. Bagaimana dengan Anda?" tanya Vladimir.
"Saya ingin hidup normal." Jawaban yang tidak Vladimir sangka-sangka, keluar dari putri sarkas itu.
"Hidup normal itu maksudnya ..., tidak menjadi Putri Ilusi?" tanya Vladimir.
"Hm, menjadi Putri Ilusi memang tidak normal, tapi maksud saya mencakup sesuatu yang lebih umum; tidak memiliki kekuatan ilusi, tidak tinggal di Negeri Ilusi, dan hidup sebagai manusia biasa di Realita," jawab Ruby lagi.
Vladimir mencoba mengingat-ingat kembali jawaban ketiga putri yang ia tanyakan hari ini. Mereka juga menjawab soal keinginan mereka untuk meninggalkan Kerajaan Ilusi, tetapi mereka hanya ingin meninggalkan Kerajaan Ilusi karena merasa dalam bahaya.
Ruby hanya ingin hidup tanpa harus berurusan dengan Negeri Ilusi ....
"Saya tahu itu permintaan yang mustahil." Ruby mengucapkannya dengan hambar, tanpa perasaan dan tanpa menunjukkan sedikitpun kesedihannya. "Dan saya sadar diri bahwa keinginan saya tidak akan bisa Anda kabulkan, Tuan Pangeran. Jadi, dengan segala kerendahan diri, tolong singkirkan saja nama saya dari daftar Anda."
Ya, sampai di sini, Vladimir semakin yakin bahwa Ruby memang sangat berbeda dari saudari-saudarinya yang lain.
"Lalu ..., bagaimana dengan keinginan Anda?" tanya Vladimir, murni karena keingintahuannya.
Ruby yang tadinya sudah berdiri dan bersiap meninggalkan ruang perbincangan, berbalik menatap Vladimir dengan tatapan dingin, seolah mengatakan, "Bukan urusan Anda." Namun, gadis itu lebih memilih diam sejenak untuk memberikan jawaban.
"Saya hanya bisa berangan-angan tentang keinginan itu, karena tidak seperti keinginan fana, tidak ada apapun yang bisa saya lakukan tentang itu." Itu jawaban Ruby sebelum pamit undur diri dan meninggalkan ruangan perbincangan.
Negeri Ilusi, tempat dimana segala mimpi dan angan dapat terkabulkan dengan mudah ... tidak bisa mengabulkan keinginan salah satu keturunannya. Ironi. Vladimir yang semula merasa dirinya adalah orang tersial di dunia ini, juga merasa iba dengan semua keturunan-keturunan ilusi.
*
Selama hampir sepuluh hari berada di Kerajaan Ilusi, Vladimir bertemu dan berkomunikasi secara intens dengan Pangeran Crimson. Ia adalah pemandu yang baik dan masih sering mengajak Vladimir berpergian di area baru yang belum pernah didatangi Vladimir.
Hari ini, mereka berdua mendatangi area Kolam Ilusi.
Kolam Ilusi adalah salah satu tempat berbahaya yang pernah direferensikan Pangeran Crimson. Jika sampai terjatuh di kolam itu, energi kehidupan akan dihisap sedikit demi sedikit. Namun, kolam itu bisa memunculkan ilusi yang diinginkan lewat refleksi bayangan, asalkan mereka bersedia mempersembahkan sedikit energi kehidupannya dengan mencelupkan tangannya ke dalam air.
"Selain di dalam Kerajaan Ilusi, ada juga Telaga Ilusi di luar istana, letaknya ada di dalam hutan ilusi," jelas Pangeran Crimson. "Kadang-kadang refleksi yang memantulkan ilusi keinginan manusia yang menggunakannya juga bisa terpantul di sini."
"Mereka sudah berada di Negeri Ilusi dan keinginan mereka sudah terkabul. Mengapa mereka masih menggunakannya?" tanya Vladimir.
Pangeran Crimson tersenyum menyayangkan. "Biasanya manusia yang datang dari realita datang untuk meminta Negeri Ilusi menampung mereka agar bisa menghindari perang besar yang terjadi di Realita. Ada beberapa dari mereka yang harus berpisah dengan kerabat lainnya di Realita, ada juga yang harus berpisah dengan anak mereka, karena telah menjadi persembahan di Kerajaan Ilusi."
Vladimir hanya menyimak pembicaraan Pangeran Crimson.
"Mereka merindukan orang terkasih mereka, jadi hanya melihat sosoknya dari Telaga Ilusi sudah cukup menyembuhkan rindu mereka," jelas Pangeran Crimson.
"Apa yang terjadi jika energi kehidupan kita berkurang?" tanya Vladimir.
"Anda mungkin akan merasa lelah selama satu hari penuh. Apakah ada seseorang yang ingin Anda lihat?"
Vladimir merindukan ibunya. Terakhir Vladimir bertemu dengannya hampir lima puluh hari yang lalu. Bahkan ketika harus turun tangan di medan pertempuran, Vladimir belum pernah meninggalkan ibunya selama itu.
"Saya ingin melihat Ibu saya," jawab Vladimir.
Pangeran Crimson menyingkir membiarkan Vladimir mendekati tepian kolam. Namun, Pangeran Ilusi itu masih memastikan bahwa jarak Vladimir masih dapat ia jangkau, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Vladimir mencelupkan tangannya di kolam yang dingin, mengabaikan sentuhan air yang terasa sedikit menggelitiknya, seperti memaksanya untuk terjun.
"Durasi refleksi ilusi yang muncul tergantung seberapa banyak Anda mempersembahkan energi kehidupan, tapi jangan terlalu lama," pesan Pangeran Crimson. "Oke, itu sudah cukup."
Vladimir menarik tangannya dari air kolam, lalu berdiri ketika melihat kolam yang tadinya tenang mulai berputar dan benar-benar menunjukkan gambar sesuai dengan perkataan Pangeran Crimson.
Refleksi ibunya benar-benar muncul di atas kolam, dengan perban membungkus kedua matanya.
Tetapi ibunya bukan sedang berbaring di atas ranjang. Ia duduk di lantai kotor, dengan penerangan minim. Itu di penjara bawah tanah.
Dan semakin memperburuk keadaan, leher dan kedua tangan ibunya diikat rantai.
Bukan hanya Vladimir yang terkejut melihat itu, tetapi juga Pangeran Crimson.
"Kau bukan hanya menggagalkan misiku dua kali, tetapi juga menghasut penerus takhta-ku untuk mengkhianatiku?" Suara Raja Lakeswara terdengar, membuat Vladimir mulai berkeringat dingin.
"Aku tidak akan membiarkan Vladimir menjadi sama sepertimu!"
Refleksi di atas kolam masih menyorot Ratu Kilau, tetapi kini seseorang menangkup pipi kedua ratu dengan satu tangannya. Tanpa perlu melihat siapa orang yang melakukan hal itu, Vladimir langsung tahu bahwa itu perbuatan ayahnya. Raja Lakeswara memang sering sekali mengintimidasi korbannya dengan melakukan itu.
Raja Lakeswara menekan kedua pipi dengan kasar, memaksa mulut sang ratu terbuka. Tanpa ampun, Raja Lakeswara menodongkan mata pedang ke arah mulutnya.
"Lalu? Kau akan membiarkan dia menjadi pengecut sepertimu?! Menyuruhnya untuk kabur dari istana dan sekarang dia mencoba untuk bersekutu dengan Ilusi untuk membalaskan dendam kepadaku?! Dia tidak punya nyali sebesar itu."
Vladimir terdiam.
"Kau tahu, mungkin selama ini aku terlalu baik hati masih membiarkanmu berbicara." Raja Lakeswara memaksa pedang itu masuk ke mulut sang ratu, membuat darah mengucur deras.
Jantung Vladimir berdebar cepat dan kepalanya mulai terasa panas karena menahan emosi.
"Setelah ini, apakah kau masih bisa menghasut putraku untuk—"
Ilusi di atas kolam mulai memudar dan tidak ada suara yang terdengar, membuat Vladimir semakin panik. Menyaksikan kejadian itu memang sangat menyakitkan, tetapi tidak mengetahuinya sama sekali juga membuatnya tidak tenang. Setidaknya Vladimir harus tahu bagaimana keadaan ibunya setelah itu, apa yang terjadi dengan ibunya akibat rencana balas dendamnya.
Dengan pemikiran itu, Vladimir hampir saja melompat turun ke kolam. Untungnya, Pangeran Crimson bereaksi lebih cepat dengan menahan Vladimir, mencegahnya untuk melakukan itu.
"Hei, tenang. Itu hanya ilusi Anda, itu hanya pemikiran Anda." Pangeran Crimson menenangkannya. "Ilusi memang menakutkan, saya mengerti, tapi semua hal yang Anda lihat barusan hanyalah pemikiran Anda."
"Saya memang tidak pernah memberitahu siapapun, tapi ... itu bisa saja terjadi," gumam Vladimir pelan.
"Tidak ada yang tahu tentang keinginan Anda membalaskan dendam kepada Ayah Anda, hanya saya." Pangeran Crimson menenangkannya dengan penuh keyakinan.
"Benar ..., seharusnya hal buruk tadi tidak terjadi."
Usai mengucapkan itu dengan perasaan lega, Vladimir terjatuh di atas tanah dan tidak sadarkan diri sebagai akibat dari energi kehidupannya yang berkurang.
***TBC***
Kamis, 4 April 2024
Cindyana's Note
2100 kata. Ngantukk
Maaf ya ini updatenya agak lamaa. Aku stuck kemariiin dan akhirnya membuang 700 kata buat tulis ulang saja daripada stuck berkepanjangan.
Mungkin butuh 2 / 3 chapter lagi sebelum POV Vladimir selesai.
Tapi tenang, aku akan berusa meringkasnya lebih lagi huhuhu
See you soon!
Cindyana / Prythalize
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro