17
Kini, Ruby ada di dalam kabut tebal.
Kekuatan ilusi menyelamatkannya, memberikannya kesempatan untuk melepaskan diri dari Pangeran Lakeswara, para bangsawan, dan para penjaga basecamp yang perhatian mereka kini hanya tertuju kepadanya seorang.
Tak mampu melihat apapun, Ruby hanya bisa menggantungkan harapannya kepada Vladimir yang menuntunnya ke suatu tempat.
Ada sangat banyak pertanyaan yang muncul saat ini, tetapi Ruby masih mencoba mencerna hal yang barusan terjadi. Ia ingin bertanya lebih lanjut, mengabaikan banyak orang-orang yang lalu lalang dengan panik akibat terjebak di dalam kabut tebal yang muncul secara misterius.
"Vlade ..., siapa kau sebenarnya?"
Meskipun Ruby hanya berbisik, tetapi ia yakin Vladimir mendengarkannya. Genggaman tangan pemuda itu menguat, seolah tidak ingin Ruby menjauh. Ia tidak menjawab pertanyaan Ruby dan terus berjalan.
Selama berjalan, mereka berdua hanya ditemani oleh kabut dan keheningan. Sementara Ruby menebak-nebak kemana Vladimir akan membawanya, ia mencoba untuk memekakan telinga—hanya itu yang bisa ia andalkan ketika matanya hanya bisa melihat kabut putih di sekitarnya. Selain mendengarkan suara orang-orang yang mulai jauh, ia juga mendengar suara dedaunan yang saling bergesekan di atasnya.
"Kita ada dimana?" tanya Ruby.
Untungnya kali ini Vladimir tidak lagi memilih bungkam. Pemuda itu menunjuk ke depan. Ruby mencoba memperjelas pandangannya, tapi tetap tak dapat melihat apapun dari arah yang ditunjuk Vladimir.
"Gunakan kekuatan ilusi Anda untuk menghilangkan kabut, Tuan Putri," jawab Vladimir, seolah mengerti bahwa kabut telah menghalangi pemandangan.
Begitu Ruby mencobanya, kabut yang tadinya tebal mulai menipis perlahan. Mereka berdua berbicara singkat sembari menunggu kabut menghilang sepenuhnya.
"Apa tadi kau bertemu ayah dan ibuku?" tanya Ruby.
"Saya sudah mencari mereka ke semua tenda, tapi mereka tidak ada di sana," jawab Vladimir.
"Kau benar-benar melihat mereka berdua masuk ke tenda basecamp?"
"Iya, saya yakin."
"Lalu, dimana mereka?"
Kabut di sekitar mereka mulai menipis dan Ruby melihat dengan jelas dimana ia berada saat ini.
"Ini ... hutan belakang rumah. Mengapa kau membawaku kemari?" Ruby menatap Vladimir dengan tidak percaya.
Vladimir sudah berjanji dia tidak akan memaksa Ruby untuk kembali ke Kerajaan Ilusi. Lantas, mengapa mereka berada di hutan yang dipercaya sebagai tempat dimana Kerajaan Ilusi berada?
"Kita akan bersembunyi di sini sampai situasi lebih aman," jawab Vladimir.
Ketika Ruby ingin menolak, kabut yang menyelimuti tempat itu menghilang sepenuhnya, membuat semua hal yang dilihat Ruby kini disirami cahaya matahari jingga.
Senja telah datang lagi.
Ruby secara inisiatif langsung bersembunyi di salah satu semak-semak, begitu mendengar suara keributan yang berasal dari arah rumahnya. Seharusnya Vladimir tidak terlihat, tetapi pemuda itu juga ikut duduk di tempat yang sama, tetap di sisinya.
Ketika Ruby mengintip, rumahnya telah dikepung dari berbagai arah. Jumlah orang yang datang ke rumahnya lebih banyak daripada jumlah penjaga basecamp. Mereka semua menggunakan zirah, lengkap dengan pedang dan tombak. Tentu saja, tidak akan sulit bagi mereka untuk mendobrak masuk ke dalam rumahnya.
Entah apa yang akan terjadi jika Ruby masih berdiam diri di dalam rumahnya.
Tapi, tunggu ...
"Apakah mereka juga datang sebelumnya?" tebak Ruby dengan hati-hati.
Anggukan dari Vladimir menjawab semuanya.
Untuk kasus kali ini, Ruby bisa mengerti jika mereka datang untuk memburunya. Apalagi setelah mereka melihat dengan jelas bahwa dirinya memiliki mata berwarna merah yang dipercaya merupakan pemegang kekuatan ilusi.
Namun untuk kasus sebelumnya, mengapa mereka bisa datang tiba-tiba?
Seolah-olah, keberadaannya memang harus ditemukan.
Seolah-olah, semua hal yang terjadi hari ini sudah ditentukan.
Belum lagi Ruby berhasil mencerna seluruh isi pikirannya, semua pemandangan yang diselimuti cahaya matahari jingga memudar secara drastis. Sebagai gantinya, cahaya jingga bergerak tak terkontrol, membuat Ruby mencurahkan perhatiannya kembali ke arah rumahnya.
Ada kobaran api besar bersumber dari rumahnya. Ruby hampir saja keluar dari tempat persembunyiannya karena tidak percaya bahwa tempat tinggalnya dibakar tanpa sedikitpun keraguan. Untungnya, Vladimir menahannya lebih cepat, membiarkan Ruby menyaksikan rumahnya terbakar.
Ruby merasa begitu hancur dan menitikkan air mata tanpa ia sadari.
"Ini seperti yang ada di mimpiku," gumam Ruby. "Bukan. Ternyata ini benar-benar kenyataan."
Gadis itu duduk menunduk, memejamkan matanya dan mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Ruby pikir ia bisa lebih tenang jika melakukan itu, tetapi kenyataannya ia tidak bisa menyembunyikan perasaan sakitnya.
"Mengapa mereka harus melakukan itu? Mengapa ini harus terjadi?"
Padahal, aku hanya ingin hidup normal.
.
.
.
Hal yang mungkin terjadi di dalam ilusi, ternyata memang tidak terbatas. Ruby menyadari hal itu.
Ruby tidak ingat detail yang terjadi, tetapi ketika ia sudah sepenuhnya sadar, ilusi berhasil membangunkannya kembali dari keterpurukan tanpa ujung. Ia kembali di dalam rumahnya, masih sama dengan keadaan sebelum semua ilusi itu terjadi.
Ia masih dalam keadaan yang sama; dimana isi rumahnya masih terlihat utuh, tampak tak memiliki seorang penghuni pun. Hanya ada suara keramaian dari luar sana, mengerubungi festival seolah hanya akan ada hal menyenangkan yang terjadi di tempat ini.
Di saat Ruby tahu, hanya akan ada hal buruk yang menyertainya.
Namun, ada sedikit hal yang berbeda. Suasana hatinya yang tadinya terasa begitu pahit, kini sudah agak membaik. Ruby masih ingat betapa menyakitkannya perasaan itu, tetapi sepertinya rasa sakit itu sedikit terobati setelah ia melihat rumahnya yang kembali seperti semula tanpa kurang apapun.
Vladimir sudah berdiri di depannya, sementara Ruby masih duduk di ranjangnya, merenungi kedua tangannya yang masih mengepal erat.
Ruby diam. Di saat seperti ini, ia berharap Vladimir akan menjelaskan alasan. Ini waktu yang tepat untuk membuat pembelaan diri dan menjelaskan bahwa semua hal yang terjadi barusan hanyalah ilusi liar yang dibuat Ruby.
Namun mengapa Vladimir terbungkam, seolah-olah dia merasa bersalah?
Padahal, itu bukan salahnya. Semua hal yang terjadi barusan hanyalah—
"Saya tahu apa yang Tuan Putri pikirkan." Vladimir membuka pembicaraan setelah mereka berdua diam selama beberapa saat. "Tuan Putri juga pasti sudah merasakan keanehan yang terjadi belakangan ini. Meskipun Tuan Putri akan terus berada dalam bahaya yang sama, mereka tidak akan bisa melukai Anda. Kekuatan ilusi akan terus menyelamatkan Anda."
Secara tidak langsung, Vladimir mengatakan bahwa ancaman dalam bahaya akan terus terjadi padanya dan tidak ada cara apapun untuk menghindarinya.
"Saya pikir, ini waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya," ucap Vladimir.
Ruby masih diam, memberikan Vladimir kesempatan untuk menjelaskan, tetapi pemuda itu masih bungkam, seolah memang menunggu pertanyaan spesifik.
"Semua yang terjadi tadi hanya ilusi, kan?"
Di titik ini, Ruby berharap Vladimir menanyakan balik bagian mana yang dimaksud Ruby. Namun nyatanya, pemuda itu hanya diam, lalu memberikan gelengan, menandakan bahwa semua hal yang terjadi tadi bukanlah ilusi.
Pupuslah sudah semua harapan dan angan yang Ruby inginkan.
"Itu kenyataan," jawab Vladimir.
"Bagian mana yang kenyataan? Aku benar-benar bertemu dengan Pangeran Mahkota Kerajaan Kilau? Dan bahwa dia memburuku? Dan ..., dia tidak akan membiarkanku bebas?"
Vladimir diam selama beberapa saat. "Iya, semua itu benar."
"Dan bahwa semua orang yang bermata perak adalah keturunan Kerajaan Kilau?"
Sempat ada jeda beberapa saat, sebelum Vladimir menjawab, "Itu juga benar."
"Berarti kau juga ..." Ruby kehabisan kata-kata, tapi ia masih berusaha beroptimis di tengah fakta-fakta yang menerjangnya. "Apakah hanya ilusiku, bahwa kau juga memiliki mata perak?"
"... Tidak, itu benar." Vladimir menjawab dengan tegas, meskipun tanpa melihat ke arah Ruby.
"Berarti, kau juga seorang Pangeran Kilau?"
Vladimir memberikan anggukan.
Ruby merasa sedikit sesak mendengar Vladimir menjawab tanpa kebohongan sedikitpun. Ada begitu banyak informasi baru yang diterimanya dalam waktu singkat dan semua itu mengarahkan Ruby ke satu kesimpulan yang buruk. Ia campur aduk dengan kenyataan ini.
Namun, Ruby tahu, lebih daripada semua perasaan yang tidak menyenangkan itu, anehnya Ruby lebih mengkhawatirkan sorot tatapan bersalah dari Vladimir.
Apa kau juga akan melakukan hal yang sama? Ruby hampir menanyakan itu, sebelum akhirnya mengingat bagaimana pedang ilusi milik Vladimir tidak akan menyakitinya sedikitpun, tetapi bahkan jika pedang itu bisa digunakan sebagaimana mestinya, Ruby masih ingin percaya bahwa Vladimir tidak akan menyakitinya.
Semua itu mungkin terdengar seperti keinginan tak berdasar, kecuali fakta bahwa saat ini Vladimir bersamanya dan hanya bisa dilihat oleh Ruby seorang.
Ada kemungkinan bahwa ...,
"Apa ... kau juga sama sepertiku?" tanya Ruby.
Vladimir yang sedaritadi menghindari kontak mata dari Ruby, kini memberikan perhatiannya kembali. Tatapan bersalah itu masih ada, dan kini ditambah sedikit kebingungan di sana.
"Maksud Anda?"
"Kau juga ... terbuang dari Kerajaan Kilau?" tanya Ruby.
Anehnya, alih-alih menjawab, Vladimir tersenyum masam. Itu pertama kalinya Ruby melihat pemuda itu tersenyum. Ruby hanya diam, mati-matian mengontrol dirinya untuk mengatakan kebenaran bahwa senyuman Vladimir sangat indah. Mungkin dunia ini akan menjadi lebih baik jika semua orang bisa melihatnya.
Di dalam hatinya, Ruby bertekad untuk melihat satu lagi senyuman Vladimir, ketika pemuda itu lebih bahagia, bukan di saat ia tersenyum ironi seperti ini.
"Apa kau dibuang di Kerajaan Ilusi?"
Setidaknya, itu pertanyaan paling masuk akal yang bisa Ruby pikirkan. Setelah kesimpulan panjang, ada pemikiran kilat seperti itu. Misalnya, bukankah itu alasan mengapa Vladimir terlihat tidak suka saat ia membicarakan tentang Kerajaan Kilau di awal pertemuan mereka?
Dan bukankah itu alasan mengapa saat ini hanya Ruby yang bisa melihatnya?
"Kita tidak terbuang, hanya ... tidak diperhatikan."
"Apa bedanya?" tanya Ruby.
"Dulu saya juga menanyakan hal yang sama, saat Anda mengatakan itu, tapi Tuan Putri tidak menjelaskan perbedaannya," jawab Vladimir.
"Dulu?" tanya Ruby. "Aku pernah mengatakan begitu?"
Vladimir hanya mengangguk.
"Kita pernah bertemu?"
"Hanya beberapa kali, karena Anda selalu menghindar," jawab Vladimir dengan suara rendah.
Ruby tidak tahu apakah Vladimir tersinggung karena Ruby tidak mengingatnya. Andai saja Ruby mengingat kenangan tentang mereka, walau sedikit. Ruby mungkin bisa memberikan alasan yang menghibur tentang itu.
Sayangnya, Ruby tidak punya sedikitpun ingatan tentang Kerajaan Ilusi.
Semua itu karena Ruby terus menghindar.
"Vlade, Ceritakan padaku tentang Kerajaan Ilusi," ujar Ruby.
Tak seperti dugaan Ruby, Vladimir menatapnya dengan tatapan sedikit terkejut, seolah tak menyangka Ruby akan mempertanyakan tentang itu. Ruby pikir, Vladimir akan terlihat lebih bersemangat, karena Ruby memiliki rasa penasaran terhadap Kerajaan Ilusi.
Setelah itu, ekspresi Vladimir berubah menjadi tegang. Ia melirik sejenak keluar jendela, menatap matahari yang masih terik. Sebelum mereka datang lagi, masih ada banyak waktu untuk menceritakan tentang ini.
"Ada banyak hal yang ingin saya ceritakan. Namun, saya butuh kesiapan Tuan Putri untuk menerima semuanya."
"Aku ... siap," jawab Ruby berusaha terdengar tegas, meskipun ia sendiri mulai merasa ragu. Apakah mengetahui tentang Kerajaan Ilusi adalah hal yang tepat untuk dilakukan?
"Anda yakin?"
Tapi, jika Ruby terus mengabaikan kenyataan yang ada, maka ia hanya bisa hidup dalam ketidaktahuan tanpa mengetahui hal yang sebenarnya terjadi. Itu sangat bukan Ruby sekali. Ruby meyakini dirinya untuk memiliki sedikit keingintahuan tentang tempat itu. Hanya sedikit saja tidak akan menyakitinya, kan?
"Iya, aku yakin."
"Sebelumnya, saya ingin menanyakan sesuatu," ucap Vladimir.
"Tanyakan saya. Akan kujawab, jika aku bisa."
Pemuda itu menarik napas panjang, seolah tengah mempersiapkan diri. Ruby sempat merasa itu hal yang lucu, karena seharusnya dirinyalah yang mempersiapkan diri dengan pertanyaan.
Semua itu masih terasa jenaka, sampai akhirnya pertanyaan pertama dari Vladimir, meruntuhkan dunianya.
"Apakah sekarang Tuan Putri masih bisa mengingat wajah kedua orangtua angkat Anda?"
Tentu semuanya akan baik-baik saja, andai saja Ruby masih mengingatnya.
Masalahnya, Ruby tidak ingat wajah kedua orangtuanya.
***TBC***
Senin, 4 Maret 2024
Author's Note
HAYOOOOOLOHHH APAKAH SUDAH ADA YANG MULAI BISA MENEBAK ALUR INI???? XIXIIXIX Gampang kan yaaaaa~
Aku agak tergelitik pengin langsung spill apa yang terjadi, tapi aku butuh ketegangan ini di TBC-ku
Palingan sekarang yang bakal panjang itu penjelasan dari Vladimir sih. Uhuy! Bang, ngomong, bang.
BISA TAMAT BULAN INI GA SIH? BISA DONG YAAA!
BISA PASTI BISAAAAAAAA
See you soon!
Cindyana H
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro