Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

07

Mungkin saja, semua itu hanya ilusi.

Hanya itu yang mampu Ruby pikirkan selama dirinya berbaring di ranjangnya. Faktanya, tidak ada hujan badai malam ini, tidak ada pula insiden dimana mereka harus menghangatkan diri di depan perapian. Hal lain yang paling melegakan adalah bahwa tidak akan ada ketukan pintu yang datang.

Ruby benar-benar tidak tahu apa yang membuatnya merasa terganggu. Tidak ada pintu rahasia, tidak ada berita duka, tidak akan ada hal buruk yang terjadi ... barangkali semua perasaan janggal yang dirasakannya saat ini adalah pengaruh mimpi buruk yang dialaminya belakangan ini.

Langit malam ini sangat cerah, memperlihatkan taburan bintang-bintang yang begitu indah. Ruby selalu penasaran dengan apa yang ada di atas langit. Semuanya begitu misterius. Rahasia apa yang mereka simpan? Apa yang ada jauh di sana? Apakah selama ini ia melihat langit yang sama?

Semua hal itu masih sering membuat Ruby bertanya-tanya, tetapi kejadian yang ia alami belakangan ini kini menjadi pertanyaan yang lebih mengganggunya. Wajar saja Ruby diliputi kebingungan, sementara semua hal itu masih bisa terlihat jelas dalam ingatannya.

"Apakah Dewi Bulan menjaga kita dari mimpi buruk?" Ruby bergumam tatkala melihat purnama penuh yang terlihat lebih besar dibanding biasanya.

"Tentu saja. Dan Dewa Matahari akan melindungi kita," jawab ibunya.

Ruby tidak ingin lagi bermimpi buruk malam ini, malam esok, malam seterusnya. Ia akan terus berdoa kepada Dewi Bulan. Biarlah semuanya terus seperti ini.

"Tidurlah, Ruby. Besok kau akan merasa baikan," ujar ibunya sembari menaikkan selimut hingga di bawah dagu Ruby.

"Jika aku mimpi buruk lagi, apa Ibu akan membangunkanku?" tanya Ruby.

"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja Ibu akan membangunkanmu. Ibu tidak mungkin membiarkanmu bermimpi buruk," jawab Ibu Ruby sambil tertawa.

"Kalau kau bermimpi buruk tentang Ayah yang tersesat lagi, coba terus ingat-ingat kata Ayah. Ayah tidak akan tersesat dan pasti akan pulang kembali untuk bertemu dengan kalian," ujar ayahnya, masih dengan wajah statis. Namun, Ruby tahu bahwa ayahnya sedang mencoba untuk menghiburnya.

Ruby pada akhirnya tersenyum dan mengangguk, "Akan terus kuingat, Ayah. Kalau begitu, aku tidur dulu."

"Mimpi indah, putriku."

Ruby terus memejamkan matanya, hingga akhirnya ia mendengarkan suara pintu kayu yang tertutup. Ketika membuka matanya, ia hanya bisa melihat sedikit hal berkat bantuan cahaya bulan. Ayah dan ibunya memang tidak pernah meninggalkan lampu minyak bila Ruby tidak memintanya.

Gadis itu turun dari ranjang, berjongkok dan mulai meraba-raba karpet kulit yang ada di bawah ranjangnya. Bagian yang sobek sudah dijahit dengan sangat rapi oleh ibunya. Ruby mencoba meraba bagian yang sekiranya adalah pintu rahasia, mencoba mencari bagian kayu yang janggal, tetapi tangannya hanya kayu rata beralaskan karpet.

Diam-diam, ia menghela napas lega. Pintu rahasia itu benar-benar tidak ada dan itu cukup melegakan.

Kalau saja tiba-tiba Ruby bisa merasakan kembali pintu itu setelah kepergian kedua orangtuanya, bisa-bisa Ruby kehilangan kepercayaan tentang kewarasannya sendiri.

Ruby tidak ingat kapan terakhir kali ia bisa merasa begitu tenang berada di kamar tidurnya sendiri, karena setelah memastikan bahwa semua itu hanya ilusinya belaka, Ruby bisa kembali merasa familier dengan kenyamanan kamarnya. Ruby kembali berbaring ke tempat tidurnya, bersiap tidur dan menantikan mimpi indah.

TOK!

Belum sedikitpun kesadarannya menghilang, tiba-tiba Ruby mendengarkan suara ketukan dari kolong tempat tidurnya.

Ruby membuka matanya kembali. Ia melihat langit-langit kamarnya yang samar-samar terlihat karena cahaya rembulan yang masuk. Di saat itulah, dirinya mencoba berpikir logika. Bila dirinya masih mendengar suara itu dalam kesadaran penuhnya, maka kemungkinan suara itu bukanlah ilusi belaka.

TOK! TOK!

Ruby langsung mengubah posisi tidurnya menjadi bangkit terduduk. Segera, ia menuruni ranjangnya kembali dan kali ini merapatkan salah satu telinganya pada lantai kayunya, mencoba memastikan sekali lagi.

TOK! TOK!

Ruby menghela napas pendek, memejamkan matanya dan mencoba berpikir kritis. Ia tidak tahu apa yang ada di bawah sana, tetapi suara itu kini benar-benar terdengar olehnya. Ruby tahu ia dalam kesadaran penuhnya dan hari ini ia beristirahat seharian. Dia tidak mungkin terlalu kelelahan untuk bisa berhalusinasi lagi.

Dengan kebingungan yang besar, Ruby mencoba mengetuk lantai kayu itu. Dirinya tidak tahu bagaimana cara menafsirkan kepadatan suatu hal di balik kayu hanya dari suara yang muncul, tetapi yang ia tahu, Ruby mendengarkan suara napas berat di bawah sana ketika menempelkan daun telinganya pada lantai kayu.

... ada sesuatu yang hidup di bawah sana, Ruby yakin soal itu.

"A-apakah ada orang di sana?" tanya Ruby dengan suara pelan. Takut bahwa suaranya tidak dapat terjangkau karena adanya batasan, Ruby mengetuk lantai kayu dengan irama yang konsisten.

Jangan tanya bagaimana kabar keberanian Ruby, karena semuanya nyaris terkuras habis. Ruby benar-benar ingin melarikan diri ke kamar orangtuanya dan bersembunyi di dalam selimut tebal dan hangat.

Keheningan berlangsung selama beberapa saat. Hanya ada suara yang berdengung dalam telinganya. Ruby masih yakin bahwa ia memang jelas mendengarkan suara ketukan tadi, tetapi tidak ada respons yang berarti.

Di titik ini, Ruby ingin menyerah dan segera berlari meninggalkan kamarnya. Namun, kemudian Ruby langsung membatalkan niatnya setelah mendengarkan balasan suara dari balik kayu.

Mungkin tidak bisa dikatakan sebagai balasan, karena suara itu tidak menjawabnya. Alih-alih mengerti, Ruby makin diserbu kebingungan ketika ia mendengar rintihan kesakitan di bawah sana.

"... Apa ada orang? Apa kau baik-baik saja?" Ruby lagi-lagi bertanya, kali ini dengan kekhawatiran.

"..."

Lagi-lagi tidak ada balasan. Ruby hanya bisa mendengarkan suara napas yang semakin lama semakin melambat ... semakin pelan.

Ruby bergerak terlalu cepat sampai menimbulkan suara deritan dari lantai kayunya. Ia menghampiri kolong kamarnya dengan debaran di dada yang terus menghentak begitu keras, sampai-sampai membuat Ruby merasa bahwa kepalanya juga melompat-lompat saat ini. Tangannya menjangkau kolong, lalu kembali meraba sekitar karpet.

Pintu itu seharusnya tidak ada, karena Ruby tidak merasakan adanya sela kayu yang janggal. Seharusnya begitu, tetapi Ruby tanpa ragu langsung mengambil pisau kecil yang memang diletakan di nakasnya.

Ayahnya yang memberitahunya tentang keberadaan pisau itu, untuk jaga-jaga. Ruby sama sekali tidak pernah mencoba untuk menyentuhnya karena terlalu membahayakan.

Biasanya, jika Ruby dipaksa untuk beradaptasi terlalu cepat seperti ini, dia akan dihantui oleh keragu-raguan. Namun, entah mendapatkan keberanian darimana, Ruby langsung mengarahkan pisau ke dua titik yang dipaku oleh ayahnya, menyobek kedua ujung karpet yang baru saja disempurnakan kembali oleh kedua tangan orangtuanya.

Dan ada pintu rahasia di bawah sana.

Ruby tidak tahu harus merasa lega atau takut. Ia juga tidak mengerti mengapa ia harus menyingkirkan karpet kulit dengan segera dan menarik pintu kayu itu ke atas.

Kolong tempat tidurnya terlalu gelap untuk bisa melihat isi pintu rahasia itu. Meskipun gelap, Ruby merasakan suhu dan suasana yang begitu familier. Mungkin saja penjelajahan pertama dalam ruangan itu memang benar-benar terjadi, tapi Ruby tidak bisa turun jika semuanya masih gelap total.

Sempat terpikir oleh Ruby untuk mencari lampu minyak di luar ruangan agar bisa menjelajahi isi tempat rahasia itu. Ruby nyaris beranjak, sampai akhirnya ia mencium aroma besi yang begitu menusuk hidung.

"... Uh ..." Suara napas berat dan rintihan itu semakin jelas setelah Ruby memutuskan untuk membuka pintu itu.

Dengan sisa keberanian yang dimilikinya, Ruby akhirnya turun ke pintu rahasia itu tanpa berbekal penerangan apapun. Karena tidak bisa memprediksikan tempat pijakan, Ruby tidak bisa mendarat dengan sempurna. Ia terjatuh dalam keadaan bersimpuh.

Dan tangannya menyentuh tanah yang basah.

Seharusnya, tanah itu tidak basah, mengingat tidak ada hujan hari ini. Ya, kecuali jika hujan badai memang benar-benar pernah terjadi, begitu pikir Ruby.

Dalam kebuntuannya menemukan petunjuk, Ruby menemukan setitik penerang berada di dekatnya. Ada lampu minyak yang cukup redup, membuat Ruby bisa melihat sedikit dalam kegelapan.

Ruby berjalan mendekati lampu minyak, berusaha menjangkaunya agar dapat membantunya mengekspor kembali tempat ini. Namun, tangan Ruby berhenti menjangkau ketika Ruby menyadari bahwa warna telapak tangan kedua tangannya agak lebih gelap dari biasanya.

Tangannya berdarah.

Ruby yakin bahwa tangannya tidak terluka separah itu sampai membasuhi hampir semua bagian telapaknya. Ia langsung menjangkau lampu minyak dan kembali ke tempat semula dirinya terjatuh, lalu menyadari bahwa dirinya baru saja melewatkan sesuatu.

Ia baru saja melewati genangan darah, sumber aroma yang menusuk hidungnya sejak ia masuk ke ruangan rahasia itu.

Ruby merendahkan lampu minyak dengan waspada. Jantungnya berdebar semakin kencang dan ia mencoba mencari sumber suara napas yang kini menggema di seputarannya. Cukup sulit untuk menemukannya dan akhirnya Ruby memutuskan untuk mengikuti genangan darah, berusaha untuk tidak menginjak darah itu lagi.

Langkah kakinya akhirnya berhenti, ketika Ruby melihat seorang pemuda terbaring lemah tak berdaya.

Tbc

26 Juli 2022

a/n

Sudah beberapa kali ngulang nulis chapter ini, kayaknya 3 kali sampai akhirnya kuputusin buat upload aja tanpa baca ulang ahahahaha.

Oke, janjiku adalah ..., setelah orang ini bangun, akan ada lebih banyak dialog daripada chapter Ethereal selama ini.

Aku akan berusaha mengejar banyak kata sampai akhir bulan, karena ternyata cepat sekali bulan Juli berakhir :')

Penginnya sih bikin janji kalo cerita ini kayaknya ga bakal seseru ADK lain, tapi apa daya kalian yang request cerita ini biar nongol wkwkwkwk. Semoga seru ya, walau aku ngerasa cerita ini masih membosankan banget. :')

Oke, see you!

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro