Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

04

Hujan badai masih berlangsung, belum ada tanda-tanda akan berakhir dalam waktu dekat.

Perapian di dalam rumah Ruby bahkan sudah dinyalakan sebelum malam tiba, membuat suhu dalam rumahnya lebih hangat. Berbeda dengan keadaan di luar sana, pohon-pohon di depan rumah Ruby seperti tampak hendak roboh, membuat Ruby berhenti menengok keluar jendela dan meratap kepulangan ayahnya.

"Untung Ibu langsung pulang. Sewaktu di perjalanan tadi, langit sudah kelihatan sangat mendung," ucap ibunya sambil menaruh kayu bakar di perapian.

Perapian di rumah Ruby cukup sederhana. Barangkali itu satu-satunya hal yang ayahnya buat bukan dengan kayu. Di saat-saat seperti saat ini dan musim dingin, tidak sedikit warga desa yang akan meminta bantuan kepada keluarga mereka. Hanya saja, Ruby terkadang tidak suka cara warga desa memperlakukan ayah dan ibunya—datang saat membutuhkan dan diam-diam membicarakan hal-hal buruk di belakang mereka.

Namun, Ruby tidak bisa berbuat banyak. Dirinya-lah alasan warga desa mengatakan hal buruk tentang kedua orangtuanya.

"Ruby?" panggil Ibu Ruby yang sontak membuyarkan lamunan gadis itu. "Bisakah kau menjaga perapian? Ibu akan ke ruang bawah tanah untuk membawa kayu bakar."

Ruang bawah tanah, keluarga Ruby memang memilikinya. Para bangsawan biasanya menyimpan anggur fermentasi mereka di ruang bawah tanah untuk tetap menjaga kualitas anggur, tetapi karena tidak ada satu pun dari keluarga mereka yang menyukai anggur, maka ruang bawah tanah itu hanya dijadikan tempat untuk menyimpan kayu bakar dan kayu yang tidak terpakai.

Ruby memperhatikan api yang menyala lantang di perapian, membuatnya tidak sengaja teringat mimpi buruknya tadi malam. Ia menggeleng, lalu beranjak dari duduknya, "Aku akan mengambil kayu bakarnya."

"Tidak perlu. Kayu bakar yang ada di bawah sana masih tajam dan berat. Kau jaga saja perapian ini sambil membaca buku barumu," ucap ibunya dengan halus.

"Sampai kapan Ibu akan terus memanjakanku?" canda Ruby sambil membawa lampu minyak yang digantung di dekat meja makan.

"Kau tidak suka dimanja?" tanya ibunya balik.

"Aku suka, tetapi aku juga ingin membantu." Ruby menenteng ember kayu yang rencananya akan digunakannya untuk menaruh kayu-kayu. Ruby akan menenteng kayu-kayu bakar dan lampu minyak, jadi ember kayu itu akan membantunya melakukan pekerjaannya lebih mudah.

"Baiklah, hati-hati memegang lampu minyaknya," sahut ibunya, akhirnya menyetujui.

Bertepatan ketika Ruby membuka sebuah pintu yang menuntunnya pada banyak anak tangga kayu, Ruby dikagetkan dengan suara petir yang menggelegar. Suara itu hanya mengagetkannya selama beberapa saat, setelahnya Ruby melangkah turun dengan hati-hati.

Setelah ia pikir-pikir kembali, terakhir dirinya turun ke ruang bawah tanah ini adalah ketika kepindahannya pertama kali di rumah baru mereka. Saat itu, ayah dan ibunya juga ikut turun menemaninya—lebih tepatnya, Ruby yang memaksa untuk turun memeriksa karena terlalu penasaran—dan detail ruang bawah tanah itu cukup berbekas dalam ingatan Ruby. Tempat itu berbentuk persegi dan ukurannya jauh lebih kecil daripada kamar Ruby.

Ruby juga awalnya sempat terpikir bahwa ada kemungkinan bahwa ruang bawah tanah ini dan yang ada di kolong ranjangnya akan saling terhubung. Namun, letak keduanya saling berlawanan dan Ruby jelas menggunakan logikanya untuk memprediksikan kemana arah jalan panjang itu. Jalan itu mengarah ke arah hutan yang ada di belakang rumah mereka, tapi tentu saja Ruby tidak pernah masuk ke hutan itu karena larangan kedua orangtuanya.

Tentang itu ..., Ruby juga ada alasan mengapa dirinya tidak pernah sekalipun mencoba untuk menjelajahi hutan itu. Hutan itu bukan hutan terlarang yang dapat memakan korban setiap bulan purnama, bukan pula hutan yang memiliki binatang buas. Sebaliknya, hutan itu sering dilalu lalang orang-orang desa dan sebenarnya sudah dianggap sebagai bagian yang familier di desa.

Meskipun demikian ...,

TAK! Ruby tidak sengaja menjatuhkan sebuah kayu bakar. Jari tangannya tertusuk serat kayu dan kini terus mengeluarkan darah dari satu titik.

Ruby menarik napas panjang, berusaha untuk tidak meringis kesakitan. Ibunya akan mencemaskan keadaannya dan Ruby tidak ingin ibunya tahu bahwa dirinya terluka. Ia langsung membersihkan darah itu di pakaian gelapnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

Usai meletakkan kayu-kayunya di dalam ember kayu, Ruby pun menenteng kembali lampu minyak beserta ember kembali ke atas.

"Terima kasih." Ibunya mengambil kayu dari ember, lalu menaruhnya kembali ke perapian.

Ruby ikut berjongkok, memandangi kembali api yang sedikit meredup. Jika tadi dia menghabiskan waktunya terlalu banyak di bawah sana, kemungkinan besar api di perapian sudah mati.

"Kuharap Ayah cepat kembali," ucap Ruby.

"Kau sangat penasaran dengan apa yang ingin kau tanyakan?" tanya ibunya.

Ruby menggeleng, "Aku khawatir. Hujannya terlalu deras."

"Mungkin saat ini ayahmu sedang menunggu hujan reda. Tenang saja, Ibu sudah bersama ayahmu hampir dua dekade. Dia mungkin hanya akan demam dua hari," hibur ibunya.

"Sedikitpun, Ibu sama sekali tidak khawatir?" tanya Ruby dengan sungguh-sungguh.

"Bagaimanapun juga, seorang penebang kayu semakin lama akan menebang semakin jauh dari rumahnya. Oh, usianya juga semakin tua, bagaimana mungkin Ibu tidak khawatir?" Ibunya mengucapkan itu dengan raut wajah kesal. "Haruskah kita membicarakan ini kembali setelah ayahmu pulang? Mungkin kau bisa memberitahunya untuk fokus membuat perabotan rumah. Untuk kayunya, kita bisa membeli dari penebang lain yang lebih muda."

"Apa mungkin Ayah akan mendengarkanku? Ucapan Ibu saja tidak bisa mengubah keputusannya."

"Coba saja, siapa yang tahu apa yang akan terjadi?" Ibunya tertawa, seolah begitu yakin dengan ucapannya.

Suara gemuruh petir kembali terdengar, sempat membuat keheningan sesaat dan akhirnya suara ketukan pintu datang, membuat Ruby langsung tersenyum riang.

"Apakah Ayah pulang?" tanya Ruby dengan riang.

Ibu Ruby hanya tersenyum, "Kita tidak akan tahu, sampai kita membuka pintunya."

Ruby diminta untuk menjaga perapian, sementara ibunya akan membukakan pintu. Ruby menaruh beberapa potong kayu bakar, kali ini dengan hati-hati agar jari-jarinya tidak lagi tertusuk serat kayu. Ruby berbalik cepat antara melihat pintu dan perapian, antusias melihat ayahnya yang pulang basah kuyup, dan tetap bertanggung jawab menjaga perapian sesuai dengan pesan ibunya.

Sayangnya, bukan Ayah Ruby yang mengetuk pintu. Ruby langsung kecewa.

Yang mengetuk pintu adalah warga desa. Mereka melihat ke arah Ruby dengan tatapan tajam, tetapi tatapan mereka kembali melembut saat manik mereka kembali berhadapan dengan Ibu Ruby.

Ya, aku tahu kalian membenciku. Ruby memilih mengabaikan mereka dan kembali meletakkan kayu di perapian.

Tadinya Ruby pikir mereka hanya orang-orang yang membutuhkan bantuan, sampai akhirnya Ruby tersadar bahwa mereka cukup ramai. Apakah mereka semua sama-sama sedang meminta bantuan kepadanya?

"...apa?"

Suara Ibu Ruby yang parau itu sontak membuat Ruby menoleh kembali ke arah mereka.

Hujan badai masih terjadi, mereka semua basah kuyup, tetapi bukan itu yang mereka semua pentingkan.

"... Longsornya terlalu tiba-tiba, banyak dari mereka yang tidak berhasil melarikan diri. Semua tubuh penebang lain sudah ditemukan. Hanya suami Anda yang belum ditemukan."

Suara petir yang menggelegar kembali terdengar.

Tangan Ruby yang tadinya sibuk memasukkan satu persatu kayu bakar pun terhenti waktu itu juga. Ruby membatu di tempatnya. Ia berusaha memastikan semua mata-mata penuh benci mereka dengan seksama. Tatapan simpati hanya ditujukan kepada ibunya saat ini. Ruby tidak butuh itu, ia butuh kebohongan saat ini.

Pelan-pelan, cahaya dari perapian mulai meredup, kehangatan dari sana mulai membeku perlahan, api dari kayu bakar yang menjadi abu pun perlahan menghilang ... sebagaimana dunia Ruby saat ini.

Tbc

16 Juli 2022

a/n

Aku jujur belum tau mau kapan nongolin pemuda itu, karena saat ini aku mau kalian lebih fokus dulu dengan kehidupannya Ruby. Ehehe.

Yang jelas, kalau mau dimunculin secepatnya, aku harus segera nulis ehe.

Setelah membaca ulang para ADK, aku sadar aku selalu gercep nulis lagi dan berhenti ribut muluk di author note ahahaha.

Jadi, see you again! Aku akan berusaha nulis satu chp lagi malam ini. Kemungkinannya kalo selesai, akan aku publish besok pagi. See you!

<3

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro