01
"Eh, ini sungguhan?"
Perasaan Ruby memang sudah tidak enak sejak beberapa waktu yang lalu—atau lebih tepatnya, saat dirinya terpeleset jatuh di atas tempat tidurnya ketika mencoba mempraktikkan tarian tradisional yang baru diajarkan di desa hari ini.
Rencananya, desa kecil mereka nantinya akan menjadi salah satu jalur utama yang ditempuh oleh para bangsawan negeri seberang yang datang ke kerajaan untuk pengangkatan putra mahkota sebagai raja baru di negeri ini. Kerajaan Kilau.
Tarian itu didominasi dengan putaran lincah dan pola melingkar. Ruby memang bertekad untuk mempelajari pengambilan langkah yang benar agar bisa terpilih menjadi salah satu anak gadis yang menari mewakili desa.
Bagaimanapun juga, rasa penasaran Ruby harus dipenuhi dan dia ingin melihat para bangsawan lebih dekat. Semuanya bermula dari rasa penasarannya dan sekecil apapun itu, semua misteri harus dijawab.
Namun, ada sesuatu yang lebih mengganggunya daripada itu.
"... Sejak kapan?" gumamnya seorang diri.
Kerutan di kening Ruby pasti sudah membentuk sebuah huruf kuno, Ruby yakin.
Perlahan, Ruby menyingkirkan karpet kulit yang selama ini menutupi lantai kamarnya. Dua sudut karpet yang selama ini telah dipaku sobek akibat kecerobohan Ruby ketika hendak mencoba tarian tradisional tadi. Itulah yang membuat Ruby kemudian tersadar dengan apa yang selama ini bersembunyi di balik karpet, tepat di bawah kolong ranjangnya.
Ini gila, tetapi selama tiga tahun tidur di atasnya, Ruby tidak pernah tahu bahwa ada pintu rahasia di bawah kolong tempat tidurnya.
Seketika itu, memori kilat memasuki kepalanya. Pembicaraannya dengan ayahnya ketika umurnya menginjak sepuluh tahun ...
"Seperti apa kamar impianmu?" tanya Ayah Ruby
Apa yang bisa diharapkan dari jawaban anak yang berumur sepuluh tahun? Tentu saja jawaban konyol yang disesali Ruby hingga hari ini.
"Aku ingin punya kamar seperti milik seorang putri."
Ruby masih ingat keheningan canggung langsung sama beberapa saat di atas meja makan. Tidak ada suara sendok yang beradu dengan piring, dari piring Ibu atau ayahnya. Ruby saat itu masih terlalu belia untuk menyaring perkataan dan permintaan konyolnya.
Bagaimanapun juga, kamar sederhana yang akhirnya didapatkannya tetap membuatnya senang. Setelah dipikir-pikir lagi, sebenarnya ayahnya tidak perlu menanyakan itu dari anak kecil yang suka menjawab sembarangan.
Dan ternyata permintaan konyol yang dibuat oleh putrinya menjadi nyata. Ada sebuah ruangan rahasia di dalam kamar tidur Ruby.
Ruby tidak tahu apakah dia benar-benar ingin menyibak karpet itu lebih banyak, atau segera berhenti penasaran dan langsung mempertanyakan alasan itu kepada orang tuanya. Ia tidak yakin pertanyaannya bisa langsung terjawab setelah melihat langsung apa yang ada di dalam sana, tetapi dia benar-benar penasaran dan ingin memeriksanya.
Jika memang niat ayahnya memang untuk mengabulkan keinginannya, bukankah lebih baik beliau langsung mengungkapkannya di hari pertama kepindahan mereka di rumah baru itu ketika empat tahun silam? Ruby yang masih kekanak-kanakan itu pasti akan sangat senang menerima hadiah itu di hari pertama kepindahan mereka.
Kini usia ruby sudah menginjak empat belas tahun. Empat belas. Sudah bukan waktu baginya untuk hanyut dalam mimpi masa kecil. Katanya, mimpi masa pra-dewasa sepertinya saat ini adalah berharap bisa hidup lebih baik lagi.
Mimpi itu sangat tinggi, misalnya jika ia bisa dipertemukan dengan bangsawan yang jatuh cinta pada pandangan pertama di acara besar nanti. Tapi mustahil, sih. Oh, untungnya itu bukanlah permintaan Ruby, tapi impian dasar semua anak-anak gadis di desa yang berharap mendapat kesempatan untuk disadari dan hidup tenang hingga akhir hidupnya.
Sebenarnya, hidup Ruby saat ini pun sebenarnya tergolong cukup makmur jika dibandingkan dengan anak-anak desa kebanyakan lainnya. Ayah Ruby adalah seorang penebang kayu yang cukup terkenal di desa dan belakangan ini mulai diakui dan membuat properti rumah tangga. Ibunya adalah seorang pembuat sepatu kulit dan kebetulan saat ini sedang tren penjualan sepatu kulit karena lebih nyaman dipakai dibandingkan dengan sepatu kayu.
Banyak juga para bangsawan yang memberi sepatu kulit milik ibunya, tetapi alih-alih mengukur ukuran dan bentuk kaki mereka di rumah tua dan kumuh seperti ini, mereka memilih untuk menjemput ibunya dengan kereta kuda menuju rumah mewah mereka. Bisa dibilang, Ruby sudah beberapa kali melihat kereta kuda yang indah, tetapi belum pernah sekalipun menaikinya. Ibunya bilang, suatu saat setelah Ruby dewasa dan mampu membuat sepatu seperti dirinya, akan ada banyak kereta kuda yang datang untuknya. Namun, itu hanya jika Ruby memang memiliki keinginan untuk meneruskan usahanya, bukan karena paksaan.
Kehidupan Ruby sangat sempurna, memang.
Namun tetap saja, ada hal yang membuat Ruby masa janggal. Jika ia merasa ada sesuatu yang aneh, maka dirinya harus mencari tahu. Rasa penasaran Ruby akhirnya memenangkan keheranannya. Ruby memilih untuk masuk ke kolong tempat tidurnya dan menyibak karpet dengan lebih leluasa. Pintu itu terlihat semakin jelas karenanya. Hanya tinggal menarik besi bulat itu dan Ruby sudah bisa melihat bagaimana wujud ruangan rahasia itu.
Setelah mengumpulkan semua tekad dan keberaniannya, Ruby pun menarik pintu itu ke atas. Letak pintu itu tepat ada di bawah kolong ranjangnya, tetapi kayu pintu itu sama sekali tidak menggesek langit-langit kolong ranjangnya. Tentu saja, mengingat ayahnya yang selalu teliti, ayahnya pasti sudah memperkirakan hal itu.
Tidak ada yang bisa Ruby lihat dari balik pintu itu selain kegelapan. Ruby yang posisinya berada di bawah ranjangnya sambil menunduk, memutuskan untuk mendekatkan kepalanya pada mulut pintu. Debu yang tidak sengaja terhirup membuatnya terbatuk.
"Uhuk, uhuk!"
TOK! Kepalanya terbentur langit kolong, membuatnya kembali menunduk. Ruby meringis pelan sambil mengelus pelan kepalanya.
Pelan-pelan, ia meringsut mundur agar bisa keluar dari kolong. Rasa penasarannya belum terjawab. Ruby butuh penerangan agar bisa melihat ke dalam, tetapi mustahil bagi Ruby untuk menemukannya saat ini. Jangankan menyalakan obor, Ayah dan ibunya bahkan tidak mengizinkan Ruby mendekati dapur. Alasannya cukup jelas, selain karena Ruby adalah anak semata wayang, dia tidak berbakat mengerjakan pekerjaan dapur.
Karena itu, Ruby menyusun rencana.
Kegelapan total memang selalu menemaninya kalau malam, tetapi demi menelusuri ruangan rahasia itu, malam ini ia harus menahan diri mencium aroma minyak yang tidak pernah disukainya. Ibunya tidak akan mencurigai permintaannya, karena Ruby memang sesekali meminta lampu minyak jika hendak membaca hingga larut malam.
Ruby bukan gadis yang pemberani, hanya saja karena rasa penasarannya lebih tinggi daripada itu, Ruby memantapkan diri untuk menjelajahinya malam ini. Diam-diam, dia menyimpan keinginan untuk menjadikan ruangan rahasia itu sebagai ruang baca, jika ia menemukannya menarik.
Ketika pertama kalinya Ruby turun ke bawah sana, ia membawa lampu minyak dan menggunakan sepatu kulit buatan ibunya. Ruby mendapati dinding tempat itu adalah bebatuan kasar. Mengecewakan, tidak cocok dijadikan sebagai ruang baca. Hanya beberapa bagian langit-langit tempat itu yang dilapisi dengan kayu. Sisanya adalah bebatuan yang tampak rapuh, seolah bisa runtuh jika Ruby melompat-lompat di ranjangnya di atas sana. Dan karena Ruby penasaran, tentu saja ia akan mencobanya nanti, berharap lantai kamarnya tidak akan ambruk.
Karena hanya bisa bergantung pada cahaya redup yang bersumber dari lampu minyak, Ruby meletakkan lampu minyak di atas tanah dan bergerak menjauh, meraba sisi tembok.
Ruby bermaksud untuk memutari ruangan itu agar bisa memprediksikan seberapa luas ruangan rahasia itu. Namun alih-alih terjebak dalam putaran persegi atau bentuk lain, Ruby malah semakin menjauh dari lampu minyak. Dinding itu memanjang jauh.
Saat itu, Ruby tersadar bahwa tempat itu bukanlah sebuah ruangan, tetapi jalan.
Jalan ke suatu tempat.
Ruby penasaran, tetapi tiba-tiba diselimuti kegelisahan dan keinginan untuk berhenti. Entah mengapa, rasa penasarannya ter puaskan tanpa ada jawaban yang pasti. Mungkin lain kali, ia akan melanjutkan eksplorasinya ... atau mungkin, tidak akan pernah lagi. Firasatnya memintanya untuk berhenti saat ini juga dan jangan pernah mencoba datang ke tempat ini lagi. Perasaan ini tidak menyenangkan.
Tidak ingin kehilangan arah pulang, Ruby mendekati lampu minyak, menahan kekecewaannya dan kembali naik ke atas. Sesampainya di atas, Ruby membetulkan kembali letak karpet kulit, berpikir untuk memakunya kembali sebagaimana seharusnya dan tidak lupa untuk meletakkan benda berat di atas pintu rahasia tersebut.
Ruby memang pernah meminta ruangan yang mirip dengan kamar putri kerajaan. Dan memang benar bahwa setiap kamar putri kerajaan pasti punya rahasia jalan darurat yang digunakan di saat keadaan genting, tetapi apakah ayahnya harus berbuat sejauh ini?
Ruby tidak akan pernah membuka pintu itu lagi dan merencanakan kembali hidup normal seperti sedia kala, hidup seperti dirinya tidak pernah tahu bahwa ada pintu rahasia di kolong kamarnya. Entahlah, Ruby sanggup untuk tidak penasaran atau malah akan membukanya lagi suatu hari nanti.
Tbc
5 Juli 2022 (Seharusnya)
republish 10 Juli 2022
a/n
Si Bego ini tidak sengaja menghapus chapter 1. Panik ga? Panik banget :')
Aku belum rekap chapter 1, konyol banget. Dengan segala kepanikan yang ada, aku ngecek HP satu persatu.
Di tablet, di hp yang biasa kupakai buat publish, chapter 1 raib semua! Makin panik, dong.
Akhirnya, aku membuka HP lemotku, HP yang biasa kupake buat ngecek komentar. Masih ada!
Sumpah, mau nangis. Tadinya aku pikir aku mau hapus aja ceritanya sekalian, saking tertekannya. Tapi cerita ini diikutin dalam MWM, tapi chapter 1 yang ilang, nangis banget sih.
Akhirnya, berkat google voice, aku bisa nulis ulang semua chapter 1 dengan cepat dan publish segera mungkin.
Janji habis ini langsung rekap. Kapok banget.
Cindyana
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro