RANUNCULUS
-Pesona dan Daya Tarik-
"Bunda bilang ga boleh ya, Bian. Nurut bisa ga sih."
"Ga bisa. Pokoknya kalau kakak mau ketemu dia, aku ikut."
Stefan memijit keningnya, entah mengapa akhir-akhir ini adiknya menjadi semakin susah diatur. Biasanya Bian itu sangat penurut dan perasa, tapi coba lihat sekarang, padahal baru kemarin dirinya masuk rumah sakit karena kelelahan, sekarang mau berulah lagi dengan mengikuti kakaknya untuk bertemu Yannis.
"Bian coba buka matanya, lihat diluar langit sudah gelap. Udara semakin dingin, kamu mau bikin Bunda sama kakak jantungan kalau kamu kenapa-napa."
Bian berdecak kesal, "Ya udah kalau gitu, kakak ga usah kemana-mana."
"Ga bisa gitu dong."
Bian dengan cepat memeluk satu lengan milik Stefan. "Pokoknya kalau kakak pergi aku ikut."
"Bian." panggilan Luna membuat Bian dan Stefan menolehkan pandangannya.
"Besok temani bunda, yuk."
Bian melonggarkan pelukannya pada lengan Stefan. "Kemana, bund?"
"Nanti Bunda kasih tau, tapi sekarang Bian harus istirahat supaya besok bisa ikut Bunda."
Bian menggeleng, "Tapi Bian mau ikut kakak-"
"Kakak ga akan pergi kemana-mana malam ini." potong Luna
Stefan sontak menoleh, "Lah, Bunda."
"Ini kan sudah mau musim salju, jadi udaranya semakin dingin, kalau kamu demam siapa yang repot? sudah cepat balik ke kamar kalian berdua."
Stefan dan Bian pun menurut, mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya masing-masing.
-ETERNALLY-
"Kita mau pergi kemana, Bunda?"
Saat ini, Bian dan Luna pergi meninggalkan mansion bersama sopir pribadi keluarga Orion.
"Sebentar lagi bulan november, ulang tahun ayahmu, jadi kita harus mempersiapkan banyak hal untuk perayaannya."
Bian mengerutkan keningnya, "Bukannya kakak yang akan berulang tahun di bulan November?"
Luna pun tertawa mendengarnya, "Ya ampun Bian, jika kakakmu dengar dia pasti akan mengamuk. Bagaimana bisa kau lupa tanggal lahir kakakmu sendiri."
Bian tak menanggapi perkataan Luna, ia langsung diam saat tau bahwa perubahan cerita pada novelnya bahkan sampai pada perubahan tanggal lahir sang kakak.
"Tunggu, memang benar kan, Stefan berulang tahun di bulan november dan perayaan itu dibuat untuknya, itu tidak mungkin berubah karena diperayaan itulah kejadian itu terjadi."
"Lalu, kapan kakak berulang tahun?" tanya Bian
Luna menggeleng sambil tersenyum, "Kau benar-benar lupa ulang tahun kakakmu sendiri, Bian?"
"Bunda, jawab saja." rengek Bian
Bisa-bisanya Luna terus menanggapinya dengan candaan, padahal dirinya sudah sangat seserius ini untuk mendengarkan.
"Stefan lahir 5 desember, Bian. Menurut Bunda sih, kau harus mencatatnya sebelum lupa lagi." ucap Luna dan disusul dengan tawanya
Berbeda dengan Bian yang dibuat terkejut saat mendengar penuturan Luna.
"Bagaimana bisa ulang tahun mereka tertukar?!"
Ya, harusnya yang berulang tahun ditanggal itu adalah ayahnya, dan Stefan berulang tahun dibulan November tepatnya 30 November. Sekarang tanggal lahir mereka tertukar, Bian jadi bingung sendiri. Apakah itu berarti waktu kejadian yang akan merenggut nyawa Luna juga berubah?
Tapi dalam cerita aslinya, pada saat perayaan ulang tahun James, disanalah Yasmin akan diperkenalkan sebagai istri barunya yang akan menjadi ibu tiri untuk Bian dan Stefan. Ia juga ingat, saat perayaan itu dirinya sedang sekarat dirumah sakit.
Bian sandarkan kepalanya pada jendela mobil, memikirkan masa depan memang tak akan pernah ada habis-habisnya, ia jadi ragu, sekarang lebih parah lagi dirinya tidak tau waktu yang pasti kejadian teragis itu menimpa keluargnya.
"Jadi, apa yang harus aku lakukan." ucapnya dalam hati
Ditatapnya jalanan dimana mobil-mobil berlalu lalang, tak lama sampailah mereka dipusat perbelanjaan ternama di korea.
Bian dan Luna kini sudah sampai dipusat perbelanjaan, mereka pun mulai berjalan menyusuri isi gedung yang begitu luas. Dari mulai tempat penjualan baju, sepatu, bahkan sampai perhiasan pun, mereka datangi.
Sepanjang perjalanan, Bian menyadari kesalahannya. Bisa-bisanya ia dengan sukarela menemani wanita berbelanja, ya meskipun Luna adalah ibunya sendiri, tetap saja yang namanya wanita jika berbelanja pasti sangat lama.
"Bian, Bunda mau cari baju yang cocok untuk dipakai ayahmu nanti saat perayaan. Kalau kamu mau sekalian cari baju yang ingin kamu kenakan nanti, boleh coba dilihat-lihat saja, tapi jangan jauh-jauh dari sini." ucap Luna
Bian mengangguk sebagai jawaban, ia pun pergi meninggalkan Luna. Bian tak henti-hentinya berdecak kagum pada bagunan besar ini, bahkan dalam satu toko saja bisa sampai lantai dua.
Tujuan utama Bian saat ini adalah toko sepatu, saat mendapati toko sepatu dengan brand mahal, tanpa ragu ia masuk dan memilih sepatu yang ingin dikenakan.
"Ga usah dipikirin biayanya, tinggal pilih aja." gumam Bian saat melihat harga-harga yang begitu mahal untuk satu pasang sepatu.
Lama ia berkeliling, dirinya masih belum menemukan sepatu yang cocok yang ia inginkan. Karena tokonya nyambung sampai lantai berikutnya, ia pun naik ke lantai atas untuk melihat model sepatu lainnya. Tepat saat ia sampai lantai dua, dirinya langsung terfokus pada model sepatu yang cocok untuknya.
Dengan cepat dirinya berjalan mendekat pada rak sepatu, saat hendak akan mengambil tiba-tiba tangan lain datang dan hendang mengambil sepatu yang sama yang akan ia ambil.
Bian pun langsung menoleh, kedua matanya melebar melihat orang itu.
"Eh, bocil songong. Yo, kita ketemu lagi."
Ya, orang itu adalah Yannis. tak disangka-sangka dirinya akan bertemu lagi dengan Yannis disini. Masih dengan pakaian yang sama, memakai hoodie dan masker yang menutupi sebagian wajahnya.
"Lo, mau beli sepatu ini juga ya?" tanya Yannis sambil menunjuk sepatu yang hendak diambilnya.
Bian hanya berdehem sebagai jawaban.
"Ini enaknya dia dipanggil apa ya? Yannis? tapi umurnya bahkan lebih tua dari Stefan. Kakak? ih geli banget tapi kalau manggilnya kek gitu." batin Bian
"Kenapa lo liatain gua kek gitu? naksir ya." ledek Yannis
"Najis banget."
"Heh! lo ya omongannya ga dijaga, masih kecil juga."
Bian menatap malas pada Yannis, "Bisa ga, gausah narsistik kek gitu."
"Dih, masalah emang buat lo?"
Bian tak membalas ucapan Yannis, dirinya terfokus pada pakaian yang dikenakan Yannis.
"Bisa-bisanya ni orang pergi tanpa penjaga atau manajernya gitu?" ucap Bian dalam hati.
"Kok berani banget ketempat ramai sendiri? katanya orang paling terkenal." tanya Bian
Yannis memasang senyum ledek pada Bian, "Khawatir yaaa." ucapnya sambil menunjuk Bian
"Apa gua lempar pake sepatu ya mukanya."
Bian hanya memasang wajah datar saat Yannis terus melakukan hal jengkel padanya.
"Gue tuh, lagi dalam misi pengintaian tau gak." ucap Yannis
Bian mengerutkan keningnya, "Pengintaian?"
Yannis mengangguk, ia pun mulai memilih-milih sepatu yang berjejer dirak sepatu dan mencoba menjauh dari Bian. Namun Bian langsung berjalan mendekat, ya kali bisa-bisanya Yannis sudah bilang begitu langsung pergi meninggalkannya, bisa mati penasaran dia nanti.
"Pengintaian siapa ih, Yannis!" Bian tanpa sadar menaikkan nadanya. Dengan cepat Yannis menutup mulut Bian dengan tangannya.
"Ssstt, ini tuh masalah orang dewasa, anak kecil ga boleh tau."
Bian lepas secara paksa tangan Yannis yang menutup mulutnya, "Eh bacot, umur gue udah 16 tahun, ya."
"16 tahun tuh masih bocil tau ga."
"Mana ada!" lagi-lagi Bian menaikkan nadanya tanpa sadar.
"SSttt, bisa gausah teriak-teriak ga sih." kesal Yannis
Bian langsung menutup mulutnya rapat, ia pun juga heran, entah mengapa jika berbicara dengan Yannis dirinya mudah sekali terpancing emosi, perkataannya pun menjadi tidak ramah didengar.
"Maaf." ucap Bian pelan.
Yannis menghela nafasnya, "Lo, tau ga?"
Bian menatap Yannis bingung, "Tau apa?"
Yannis pun menyuruh Bian untuk lebih mendekat padanya, sepertinya ia ingin membisikkan sesuatu pada Bian. Bian pun tanpa penolakan, menurut mendekat pada Yannis.
"Kakak lo, kenal sama ibu gue?" bisik Yannis
Bian diam, tak langsung menjawab. Ia bingung harus berkata yang sebenarnya saja pada Yannis tentang kedekatan ibunya dengan ayahnya, atau diam dan pura-pura tak tau. Tapi kok bisa Stefan langsung mengatakan secara terbuka seperti itu pada Yannis.
Bian pun dengan ragu mengangguk pelan menjawab pertanyaan Yannis. Yannis pun dengan cepat menarik Bian menuju pojok rak sepatu yang tak begitu terlihat oleh orang-orang yang berlalu lalang.
-ETERNALLY-
"Jadi, apa maksud yang dikatakan kakak lo tentang ibu gue?" tanya Yannis dengan ekspresi serius.
Bian merutuki dirinya yang sepertinya salah memberikan jawaban pada Yannis.
"Kasih tau dulu, pengintaian itu, untuk siapa?" tanya Bian
Yannis menatap sekeliling memastikan tidak ada orang lain didekat mereka. "Gue lagi ngintai ibu gue sendiri."
"Akhir-akhri ini dia jarang pulang, bahkan sekalinya pulang bisa lewat tengah malam. Emang pada dasarnya dia gila kerja sih, jadi gue ga terlalu permasalahin dia yang ga pulang-pulang. Tapi karena perkataan kakak lo itu kemarin di rumah sakit, jadi bikin gue overthinking, jir."
Mendengarkan penjelasan Yannis, dapat disimpulkan Yannis tidak mengetahui hubungan Yasmin dengan ayahnhya. Tiba-tiba ide buruk Bian terlintas, yaitu mengajak Yannis untuk berkerjasama mencari tahu apa yang dilakukan oleh Yasmin dan ayahnya itu.
"Terus, melakukan pengintaian disini, itu berarti ibumu sedang ada disini?" tanya Bian
Yannis dengan cepat mengangguk, ia pun menarik Bian keluar dari toko sepatu. Pergi ke sisi kanan dan mendekat pada pagar pembatas, dapat dilihat lantai bawah yang menampilkan restoran besar yang tertutup kaca.
Yannis pun menunjuk ke suatu tempat, Bian sipitkan matanya untuk melihat apa yang ditunjuk oleh Yannis. Bian pun terkejut, karena dilihatnya Yasmin tengah makan bersama dengan seorang laki-laki berpakaian jas rapih.
"Jangan-jangan itu ayah." batin Bian
"Lihat, itu ibu gue, dia lagi makan sama pria cok, mana berdua doang lagi."
Kebetulan sekali sepertinya Yasmin dan pria itu sudah akan pergi meninggalkan restoran, mereka pun berjalan menuju pintu keluar restoran, baik Yannis dan Bian semakin menyipitkan matanya untuk melihat siapa pria yang bersama dengan ibunya Yannis.
Saat pintu itu terbuka, benar sekali apa yang ditebak oleh Bian. Pria yang berjalan bersama Yasmin adalah ayahnya sendiri, James.
"Babi." ucap Bian
Yannis langsung menoleh pada Bian yang tiba-tiba mengumpat. "Omongan lo, cil."
Bian menatap marah pada Yannis, "Pria yang jalan bareng sama ibumu itu.." Bian menjeda ucapannya
"Adalah Ayahku."
-BERSAMBUNG-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro