Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

LAVENDER

-Ketenangan dan Kasih Sayang-

Lagi, kedua mata itu terbuka perlahan. Dirinya merasa deja vu, ia terbangun di tempat yang sama untuk kedua kalinya. Apakah yang tadi itu hanya mimpi?

"Kau sudah sadar? Bagaimana perasaanmu?"

Suara yang lumayan berat menyapa pendengarannya. Saat ia tolehkan kepalanya, dirinya seketika, terdiam. Pria itu adalah orang yang ia temukan sebelum ia tak sadarkan diri.

"Jadi, itu semua bukan mimpi?" lirihnya yang dapat didengar oleh Pria didepannya.

"Bian, apa yang terjadi padamu? Bagaimana bisa kau melupakan dirimu sendiri."

"Jangan bilang kau juga lupa siapa diriku." pria itu menunjuk ke dirinya sendiri

"Ya mikir aja sih." ucapnya dalam hati

Pria itu menghela nafasnya, mendekatkan wajahnya padanya dan menunjuk dirinya sendiri

"Stefan Louis Orion, itu namaku. Dan kau," pria itu menunjuk kepada diriku

"Bian Luca Orion."

Dirinya terdiam sebentar, mendengar nama-nama yang tidaklah asing baginya. Ia mencoba mengingat-ingat dimana ia pernah mendengar nama-nama itu, tibalah saat ia mengingatnya, hal itu berhasil membuatnya keringat dingin. Matanya melebar menandakan ia terkejut, perkiraan-perkiraan buruk pun mulai berdatangan dalam benaknya.

Stefan Louis Orion adalah karakter utama dalam novel yang ia buat, dan Bian Luca Orion adalah adik dari Stefan. Apakah ia masuk kedalam cerita karya novelnya sendiri? Apakah ini hanyalah mimpi sementara sebelum ia benar-benar pergi ke alam baka? Ia merasa dirinya benar-benar sudah gila.

"Bian?" panggilan itu menyadarkannya kembali

Dirinya ingin memastikan apakah tebakannya benar bahwa ia masuk kedalam cerita novelnya.

"Ayah, apakah ayah kita bernama James Orion."

"Oh! Benar, apa ingatanmu sudah kembali?!" seru Stefan

Seketika ia menapar dirinya sendiri dengan keras.

"Hey, Apa yang kau lakukan?"

Dan ya, rasanya sangat menyakitkan untuk dikatakan bahwa ini mimpi.

"Berhenti menyakiti dirimu sendiri, kau tau seberapa khawatirnya bunda melihatmu seperti ini."

Ia lagi-lagi hanya diam enggan menimpali perkataan Stefan, dirinya masih berputar dalam pikirannya sendiri, bertanya-tanya mengapa ia bisa masuk kedalam cerita novel? mengapa ia bisa merasuki karakter yang ia buat? Bukankah harusnya ia sudah meninggal karena kecelakaan hari itu?

Meskipun keadaan ini sangatlah tidak masuk akal. Ia tidak bisa jika hanya termenung dalam kebingungannya. 

Mungkin saja, tuhan telah memberikan dirinya kesempatan kedua untuk dapat hidup kembali. Meskipun ini terasa tak nyata dan tak masuk akal, namun ia tahu dirinya saat ini berada di dunia yang nyata.

Pikirannya mulai berkelanan mengingat secara rinci cerita novel yang ia buat. Ia mengingat-ingat lagi setiap karakter yang akan menjadi keluarga dan sahabatnya di dunia ini, dan bagaimana keberlanjutan dirinya dalam cerita.

Dan sialnya, ia baru ingat bahwa karakter yang ia rasuki ini, 'Bian', tidak selamat hingga akhir cerita.

Dirinya mencoba memberanikan diri untuk berkomunikasi dengan Stefan sang pemeran utama dalam novel. Banyak hal yang harus ia pastikan demi keberlansungan hidupnya di dunia ini. 

Sebagai seorang Bian Luca Orion, ia tahu hidupnya tidak begitu beruntung, ia tak bisa bermalas-malasan di kehidupan keduanya ini, karena menjadi 'Bian', sama seperti menjadi seorang penulis yang menentukan kemana cerita ini akan berjalan.

"Kak?" panggil Bian

Stefan dengan cepat menoleh pada Bian

"Berapa umurku sekarang?"

Stefan sempat terdiam sebentar sebelum ia menjawabnya, "Karena sudah bulan april, jadi umurmu sekarang 16 tahun."

Bian melebarkan matanya, "16 tahun?!"

"Kenapa? Kau merasa cepat dewasa?" tanya Stefan

"Tidak, justru aku merasa sebaliknya." jawab Bian dengan suara yang sangat pelan.

Tunggu jika umurnya masih semuda ini, itu berarti umur Stefan sekitar 20 tahun. Ah, ia ingat Stefan lahir di bulan November itu berarti dia masih berusia 19 tahun sekarang. Bian menatap kakaknya itu dengan seperti orang kebingungan, dan itu sukses membuat Stefan melirik sekitar tak nyaman.

"Kenapa kau bersikap ramah padaku? Seingatku kau membenciku." ucap Bian dengan ekspresi wajah keheranan

Mata Stefan membelalak terkejut mendengar penuturan sang adik.

"Sejak kapan aku membencimu?" tanya Stefan

Bian merasa ada sesuatu yang ia lewatkan.

"Kak, bunda, Ee.. siapa nama bunda?" tanya Bian dengan hati-hati

Stefan menghela nafas untuk kesekian kalinya.

"Bian, bagaimana bisa kau melupakan nama ibumu sendiri?!"

"Ck, jawab aja, Kak!" ucap Bian sedikit kesal

"Lunara, itu nama bunda."

Bian otomatis menutup mulutnya yang terbuka karena terkejut. Dalam hati ia mengumpat namun juga bersyukur karena itu berarti wanita yang tadi ia temui saat ia siuman, adalah ibu kandungnya. Hal ini juga menjawab mengapa sikap Stefan pada dirinya masih hangat.

Karena itu berarti kejadian tragis itu belum terlewat dalam cerita.

"Anj***!" Bian tiba-tiba mengumpat

Stefan yang mendengar tentu terkejut dan langsung memukul tangan Bian tanpa sadar.

"Bilang apa kamu barusan?!" tanya Stefan marah

Sedangkan orang yang mengumpat itu masih terdiam dengan pikiran-pikiran yang memenuhi kepalanya.

Bian mengumpat karena dirinya baru menyadari, bahwa usia Stefan akan genap 20 tahun pada bulan november nanti, dan itu sudah dapat menjawab semua kondisi saat ini. Mengapa ibu kandungnya masih hidup? Juga mengapa Stefan bersikap baik pada Bian?

Karena tragedi itu belum terjadi, dan akan terjadi pada hari ulang tahun Stefan yang ke 20 tahun.

Bian dalam hati mengumpati dirinya sendiri, berfikir bagaimana bisa dirinya melewati tragedi mematikan itu. Ia mengumpati dirinya sendiri sebagai dalang berjalan cerita.  



Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok wanita yang ia temui saat pertama kali membuka matanya disini. Wanita itu menatap terkejut pada Bian.

"Bian, syukurlah kau sudah siuman. Bagaimana, apakah ada yang dirasa sakit, nak?" 

Wanita itu tiba-tiba memukul Stefan. "Kakak, kenapa tak bilang kalau adiknya sudah bangun."

"Aduh! Bund.. sakit ih!" setelahnya Stefan hanya tertawa melihat wajah kesal ibunya

"Bunda tuh harus istirahat, lagian Bian ga akan kabur juga kok." 

Bian sendiri hanya diam dan terus menatap wanita yang sudah dipastikan ada ibu kandungnya Bian. 

Wanita itu mengerutkan keningnya. "Bian, kenapa diam saja nak?" tanyanya khawatir





"Cantiknya..."

"........."

"Pppffttt."

Suara tawa pun terdengar kencang.

Tepat setelah Bian dengan tiba-tibanya memuji kecantikan wajah ibunya, Stefan tak kuasa menahan tawanya, sedangkan sang ibu hanya tersenyum mendengar penuturan putra bungsunya.

Bian jadi merasa malu karena tak bisa menahan mulutnya untuk berbicara hal-hal aneh. Ia menatap pada Stefan yang terus tertawa. 

Bian merasa hangat, melihat tawa lepas dari Stefan. Dalam hati ia juga memuji ketampanan sang pemeran utamanya ini, wajah yang mirip kelinci namun juga seperti serigala dalam waktu yang bersamaan. Manis, namun juga tegas. Benar-benar sangat sempurna, ia jadi ikut memuji dirinya sendiri yang telah berhasil membuat karakternya sangat enak dipandang.

Bian hanya diam saat Stefan kembali menatapnya dengan tatapan yang sulit ia artikan. Saat itu juga ia terus memuji keindahan wajah sang pemeran utama, sangat tampan.

"Sudah, Bunda mau bantu bibi siap-siap untuk makan malam. Stefan kamu mending bersih-bersih sekarang, karena ayah akan ikut makan malam bersama."

Stefan menghela nafas malas mendengar ayahnya akan datang ikut makan malam bersama. Bian tentunya tau konflik apa yang dialami oleh Stefan dan ayahnya, tentu saja ia tau, karena jelas drinya lah yang menciptakan konflik tersebut. 

Lagi dan lagi, Bian hanya merutuki dirinya sendiri.



Setelah pintu itu tertutup kembali dengan meninggalkannya sendiri diruangan ini, ia langsung menghempaskan kembali tubuhnya pada kasur. 

Menatap langit-langit kamar sambil merenungkan nasib dirinya kedepan, tangannya ia letakan diatas dadanya. Dapat ia rasakan dekat jantungnya yang begitu keras berdegup dengan ritme normal. 

Bian tau, jika dirinya tidaklah terlahir dengan sehat, alasan mengapa dirinya memakai nasal cannula saat pertama kali terbangun dan saat ia berlari hingga berakhir tak sadarkan diri kembali. 

"Cacat katup jantung."

Bian terlahir dengan cacat katup pada jantungnya. Jadi, selama 16 tahun ia hidup dengan penuh kehati-hatian akan kondisi jantungnya. Meski begitu, serangkaian pengobatan sudah Bian jalani, dari pengobatan kecil hingga besar bahkan sampai operasi. 

Bian bahkan tidak pernah sekolah reguler, selama 16 tahun ia hanya homeschooling. Kondisi fisiknya yang semakin hari semakin menurun, penderitaannya tidak akan  selesai bahkan sampai tragedi itu terjadi. 

Ia tau dirinya akan terus menderita dalam cerita ini.

Bian lagi-lagi hanya dapat menghela nafas lelah, meratapi nasib dirinya yang kurang beruntung karena memasuki tubuh ini. Apakah ini adalah karmanya karena begitu tega membuat anak tak bersalah ini menderita seumur hidupnya?

"Ya, mungkin ini adalah dosa yang perlu tebus sebelum meninggal."

Ia kembali mendudukkan dirinya, menatap pada cermin diujung kamarnya yang menampilkan dirinya disana. 

Menatap sendu pada dirinya yang terlihat sangat lemah. Dalam hati ia merasa sangat bersalah pada tubuh anak kecil yang ia buat menderita.

Bian tau faktor utama dirinya meninggal nanti, adalah karena penyakit jantungnya yang tak bisa diselamatkan.



"Jadi, bagaimana diriku bertahan melewati kematian nanti?"













-ETERNALLY-









Ruang makan lebih sepi dari yang ia kira. Suasanya menjadi lebih dingin ditambah kehadiran ayahnya yang hanya terdiam menikmati makannya.

Sesekali ia melirik pada ayahnya, jadi ini JamesOrion CEO Orion Corp.

"Pantes anak-anaknya pada cakep-cakep semua, ya ibu dan ayahnya modelannya kayak gini. Perpaduan sempurna pangeran dan putri."

Tanpa sadar Bian tersenyum kecil, hal itu tak luput dari pandangan mata James.

"Bian, bagaimana dirimu bisa collapse. Jangan bilang kau tidak rutin meminum obatmu?" 

Pertanyaan tiba-tiba dari James berhasil membuatnya gugup. Sebelum dirinya menjawab, sang ibu sudah lebih dulu menyela.

"Dokter Jay bilang memang kondisinya yang sedang menurun, ditambah demam yang dialaminya sangat tinggi. Kau tau kan cuaca sekarang sedang sangat ekstrem, demam cepat menyerang." ucap Luna

James hanya menganggung mengerti, setelahnya keheningan kembali terjadi hingga makan malam selesai.

Selesai acara makan, Luna datang menghampiri membawa segelas air dan beberapa obat yang sudah dipastikan itu untuk dirinya. 

"Bian mau bunda potongkan buah?"

"Tidak usah, bund." 

Bian menatap obat yang ada ditangannya lamat, dirinya tak berfikir akan sebanyak ini jenis obat yang akan ia minum selama sisa hidupnya kedepan.

Luna menatap sedih pada Bian. Ia elus kepala Bian dengan lembut, melihat bagaimana anaknya susah payah menelan obat yang begitu banyak.

"Bian, sudah dikamar harus langsung istiharat ya. Jangan banyak pikiran, cukup istirahat saja. Bian paham?" ucap Luna dengan begitu lembut dan penuh kasih sayang

Luna mengecup sayang pucuk kepala anak bungsunya itu, memeluk dengan penuh kehati-hatian tubuh kecil itu.

"Sehat terus sayangnya, Bunda." bisik Luna dalam pelukkannya

Bian tersenyum sebagai jawaban, ia pandang lamat bundanya yang begitu sayang padanya.

Kasih sayang yang ia dapatkan begitu tulus dari bundanya, sangat nyaman dan hangat.





"Apakah aku harus mencegah kejadian itu terjadi?"



Saat akan kembali ke kamarnya, Bian ingin sekali berkeliling melihat isi dari Mansion yang sangat besar ini. Karena takut hal-hal buruk terjadi, ia pun berinisiatif meminta Stefan untuk menemaninya. 

Namun dirinya mengurungkan niatnya saat melihat Kakaknya itu tengah sibuk berkutat didepan leptopnya dengan wajah serius.

Terpaksa dirinya akan berkeliling sendiri saja.

Bian melewati kooridor yang menampilkan begitu banyak kamar. Saat akan melewati salah satu kamar, ia berhenti karena mendengar suara seseorang yang tengah berbicara lewat telefon. 

Mengintip sedikit pada celah pintu yang kebetulan tidak tertutup rapat. 

"Dimana rapatnya dilaksanakan?"

"......"

"Sekitar seminggu?"

"......."

"Iya, akan saya pikirkan kembali."

"......."

"Bersama pria itu?"

"......."

"Ya, aku yang akan berbicara dengannya nanti."

"........"





Bian semakin mendekatkan dirinya pada celah pintu untuk mendengar lebih jelas pembicaraan ayahnya entah dengan siapa. 





"Iya, kalau begitu hubungi aku kembali."

"......"

"Hmm, baiklah, Terimakasih Yasmin."

Bian terkejut mendengar nama yang disebut oleh ayahnya. Karena keterkejutan dirinya itu berhasil membuat dadanya sakit. 

Pintu terdorong sedikit karena pergerakan dirinya, hal itu tentu menarik perhatian James. Dengan segera ia pun berjalan cepat pergi dari sana. 

Saat sampai kamar, Bian langsung menutup pintu kamarnya. 

"Yasmin.." gumam Bian

"Apa sudah terjadi?" tanyanya pada diri sendiri

Tentu Bian tau siapa Yasmin, dia adalah seseorang yang akan menggantikan ibu kandungnya setelah wafat nanti. Yasmin, adalah wanita yang lebih muda dari ibunya yang memiliki satu anak laki-laki lebih tua setahun dari Stefan.

Dan laki-laki itu adalah second lead dalam hubungan Stefan dengan Seraphina, namanya adalah Yannis . 

Jika  ayahnya sudah memiliki hubungan dengan Yasmin, apakah itu berarti ayahnya sudah melakukan perselingkuhan?

Bian mengusap wajahnya kasar











"Secepat ini?!"













-BERSAMBUNG-


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro