Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

I. Daisy

Saya biasanya tidak menaruh author note di atas chapter. But now, please bear with me. Beberapa di antara kalian mungkin ada yang belum baca part paling terakhir The Bizarre Wedding atau bonus chapter Tranquility. Sebagian part ini berasal dari sana (Eternal Sunshine). Kalian bisa langsung skip ke bagian tengah, chapter baru yang sama sekali belum di publish sebelumnya (bagi yang sudah membaca) atau mulai dari awal kalau kalian mau karena basically sebagian part ini hanya copy paste dari bonus chapter itu. Alasan kenapa saya nggak langsung jump ke bagian yang baru adalah karena saya rasa chapter Daisy nggak akan lengkap tanpa membaca chapter awal itu dan juga saya ingin orang-orang yang belum membaca TBW bisa membaca cerita ini tanpa perlu membaca TBW lebih dulu. Happy reading.

*****

"She saw something awful in the very simplicity she failed to understand."
F. Scott Fitzgerald

***

Hari Jumat pukul 11.45 ketika dunianya berhenti berputar di porosnya.

Semua di mulai dengan awal kata - "Amelie, ini Anna. Sesuatu terjadi pada Nathan ... Mobilnya ..." - kemudian Amelie tidak mendengar kata-kata berikutnya. Karena pada saat itu yang ia rasakan hanyalah perasaan seperti tendangan di ulu hatinya, merampas oksigennya dan meninggalkannya sendirian hingga ia merasa kosong.

Entah kapan Amelie kembali tersadar, ia segera memungut ponselnya yang tergeletak di lantai dan membaca pesan yang Savannah, kakak Nathaniel kirimkan kepadanya. Tidak lama kemudian ia sudah berada di atas taksi berwarna kuning khas New York menuju rumah sakit tempat Nathan dirawat.

Langkah kaki Amelie berjalan cepat hingga ia berhenti di depan pintu bertuliskan angka 501. Dengan gelisah Amelie menggenggam erat tas tangannya dan menggeser pintu kamar Nathan.

Gerakan orang-orang yang menyingkir dari hadapannya memperlihatkan Amelie keadaan Nathan pada saat itu. Bohong kalau orang-orang mengatakan pria itu akan baik-baik saja. Nathaniel Wright yang berada di hadapannya kini berbeda jauh dengan pria yang ia temui beberapa hari lalu di galeri seninya. Nathan terlihat pucat, nyaris transparan dengan beberapa sudut lebam membiru, tangannya dibalut perban dan gips, alat bantu pernaasan diletakkan di wajahnya. Elektrokardiogram sedari tadi berbunyi stabil, setidaknya untuk membuktikan kalau jantung pria itu masih berdetak, kalau ia masih hidup.

"Sudah berapa lama?" Suara Amelie terdengar bergetar ketika menanyakannya.

"Dua jam." Savannah menjawab pertanyaan Amelie dengan suara yang setidaknya lebih stabil.

"Apa yang terjadi?"

"Seseorang menabrak mobil Nathan ketika dia hendak berangkat ke kantor. Seorang saksi memanggil 911, Nathan terjepit di antara setir dan bangkunya. Kurasa airbag di mobilnya juga tidak berfungsi baik, karena polisi bilang kalau airbagnya tidak terbuka ketika mobil Nathan menghantam pinggir jalan. Tulang tangannya patah, mungkin juga ada beberapa benturan di kepalanya, itu yang dokter katakan kepadaku." Suara Savannah semakin lama terdengar semakin bergetar ketika memberikan keterangannya kepada Amelie. Amelie terhenyak dalam diam, dulu dia pernah merasakan hal yang pada orang tuanya. Tidak ada orang yang ingin merasakan hal yang sama semengerikan itu dua kali. Amelie bahkan tidak bisa membayangkan tubuh Nathan yang terjepit di antara lempengan besi mobilnya. Dia tidak bisa membayangkannya. Tidak lagi. "Ada yang tidak bisa kami lakukan, Amy." ucap Savannah lagi.

"Apa yang tidak bisa kalian lakukan?" Amelie mengalihkan pandangan matanya dari badan Nathan yang terbujur kaku di atas kasur rumah sakit ke Savannah yang susah payah menahan tangisannya.

"Kami memerlukan izinmu."

"Izinku?"

"Secara hukum kau masih menjadi istri Nathan, Amelie." Isabella Wright yang biasanya begitu anggun, begitu elegan dan nyaris tidak pernah kehilangan kendali dirinya kini terlihat berbeda. "Tolong selamatkan anakku." Isabella memohon dengan isak tangisnya.

"Apa yang harus ku lakukan?"

"Dokter bilang kalau ada operasi yang harus dilakukan, Amy. Aku ... Aku tidak tahu ... Aku sudah melakukan segala hal yang aku bisa lakukan. Tolong anakku, Amelie." Isabella kembali memohon kepadanya. Gordon menarik bahu Isabella dan merangkulnya.

"Dia anak yang kuat, Isabella." Gordon mengelus punggung Isabella dengan gerakan pelan yang menenangkan.

"Aku tahu tapi dokter bilang ..."

"Dokter tidak tahu apapun tentang hidup dan mati." Gordon terdiam sesaat seolah-olah ia juga ingin memastikan perkataannya sendiri. "Aku akan meninggalkan kalian berdua." ucap Gordon dengan nada final lalu merangkul istrinya dan mengajak wanita itu meninggalkan kamar Nathan sejenak. Amelie terpaku di tempatnya, menatap Nathan yang berada di hadapannya, tetapi juga begitu jauh dari sisinya. Raganya berada di sini, tetapi tidak dengan jiwanya.

"Aku ... Mungkin aku meminta terlalu banyak darimu, Amelie. Aku tahu setelah apa yang Nathan lakukan kepadamu, setelah apa yang keluargaku lakukan kepadamu, mungkin kau akan membenci keluarga kami. Mungkin ... Mungkin Nathan akan lebih baik pergi. Setidaknya dia tidak akan merasa bersalah lagi Amelie. Tapi ... Ini mungkin terdengar egois, aku ingin dia kembali, Amelie. Aku ingin adikku kembali." Tetes demi tetes air mata yang meluncur turun dari mata Savannah, membasahi karpet berwarna krim yang baunya juga seperti rumah sakit. Amelie benci rumah sakit, dia benci setiap kabar buruk yang ia terima dari rumah sakit. "Aku akan meninggalkan kalian berdua, mungkin kalian butuh waktu." Savannah berjalan melewati Amelie, suara klik pintu kembali menyadarkan Amelie kalau kini dia tinggal berdua dengan Nathan di ruangan itu.

Amelie berjalan mendekati Nathan yang terbaring di kasurnya, napasnya yang terdengar teratur juga suara yang berasal dari elektrokardiogram seperti membawa irama ketenangan sendiri bagi Amelie, memastikan kalau pria itu masih ada dan belum pergi seutuhnya. Amelie meraih tangan Nathan secara perlahan seolah-olah memastikan kalau ia tiba-tiba melepaskan tangan pria itu, Nathan akan pergi meninggalkannya kapan saja. Lalu dia akan pergi seperti kedua orang tuanya.

Bangun, ucap Amelie dalam hati. Amelie lalu menarik kursi besi yang berada di dekatnya lalu duduk di atasnya. Semuanya ia lakukan tanpa melepaskan tangan Nathan sedikit pun. Ia lalu melihat tangan Nathan yang dibalut gips, tubuhnya merinding seketika ketika membayangkan rasa sakit yang Nathan akan rasakan nanti setelah ia bangun. Ayo bangun, gumam Amelie lagi di dalam hati. Dia tidak pernah berada di posisi ini sebelumnya, tidak pernah ada seorang pun yang membiarkannya mengambil keputusan untuk hidup dan mati seseorang.

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Nathan. Bangunlah," Amelie tahu Nathan tidak akan pernah mendengarkan ucapannya. Pria itu terlalu jauh terlelap dalam tidurnya, mengistirahatkan pikirannya sejenak dari rasa bersalah yang ia rasakan selama ini. "Apa yang terjadi pada kita sebenarnya?" Amelie bergumam pelan, air matanya turun membasahi tangan Nathan yang sedari tadi digenggamnya. Amelie lalu mengecup buku-buku jari Nathan perlahan dan menatap wajah Nathan cukup lama. "I love you," ucap Amelie tanpa mengalihkan pandangan matanya dari wajah Nathan. "very much."

***

Amelie menandatangani semua berkas-berkas yang harus dia isi sebagai orang yang bertanggung jawab atas segala tanggungan medis Nathaniel. Meskipun mereka sudah bercerai sejak setahun yang lalu, rupanya Nathan masih belum mengganti statusnya hingga finalisasi perceraian mereka selesai. Amelie masih menjadi istri sahnya dan juga sebagai pewaris dan pengambil keputusan medis bila sesuatu terjadi pada pria itu, seperti hari ini. Seperti hari dimana Nathan mengalami kecelakaan.

"Bagaimana?" Savannah mendekat kepadanya lalu merangkulnya. Merasakan badan Amelie yang gemetaran meski wanita itu dapat menyembunyikannya dengan baik.

"Semua tergantung dokternya sekarang." ucap Amelie lirih. Dia hanya menandatangani dua puluh lembar konsen medis Nathan tapi setiap kata yang tertulis di kertas itu serasa ia baru saja menandatangani kontrak lain. Bukan lagi kontrak pernikahannya dan Nathan, kali ini kontrak hidup dan mati pria itu. Beberapa klausulnya bahkan menandakan kalau Amelie masih harus bertanggung jawab apabila suatu waktu pria itu tidak lagi bisa bertahan, dia harus menentukan untuk terus memperjuangkannya atau melepas semua bantuan dan alat medis Nathaniel. "Apa yang terjadi sebenarnya?"

"Dokter akan melakukan operasi pada otaknya dan kami tidak bisa melakukannya tanpa izinmu." Amelie tahu seberapa besar kerusakan yang bisa diakibatkan oleh kecelakaan mobil itu, tapi ia tidak mengira kalau kerusakannya akan sebegini parah. "Mereka telah menjahit lukanya dan memperbaiki letak lengannya yang patah. Hantaman di kepala Nathaniel menyebabkan otaknya terbentur dengan tengkorak kepalanya. Benturan itu membuat lapisan jaringan yang melindungi otaknya mengalami pendarahan dan juga merusak beberapa sel otaknya. Pendarahan di dalam otak Nathaniel bisa menyebabkan kerusakan di salah satu bagian otaknya atau bahkan seluruh bagian otaknya. Setelah operasinya selesai, tim dokter akan menaruh Nathaniel di dalam keadaan koma." Savannah mulai menjelaskan panjang lebar tentang kerusakan otak Nathaniel tanpa menyadari langkah kaki mereka yang semakin melambat atau getaran di tubuh Amelie yang semakin bertambah.

"Berapa lama ... dokter akan membiarkannya koma?" Amelie berusaha mengatur suaranya agar tetap tenang, tetapi semakin lama keinginannya itu terasa semakin tidak mungkin. Dia tidak bisa tenang. Traumanya terhadap kecelakaan dan rumah sakit semakin menjadi-jadi. Setelah kedua orang tuanya, lalu Pop dan kini Nathaniel. Dua kasus yang pertama berakhir dengan kabar buruk dan sekarang ia hanya bisa menunggu agar keajaiban menghampirinya.

"Kita hanya bisa melihat perkembangannya Amelie. Bila tubuh Nathan merespon dengan baik obat-obatan yang diberikan, dia akan bangun lebih cepat daripada yang diperkirakan." Savannah mungkin dokter, tapi semua bagian yang terjadi pada adiknya bukanlah termasuk ke dalam bidangnya. Savannah hanya bisa menjelaskan sebagian kecil yang terjadi pada Nathan tanpa benar-benar bisa memastikan keadaan adiknya itu, bahkan dirinya sendiri hanya bisa berharap agar adiknya itu dapat segera bangun.

"Apakah akan ada kerusakan permanen setelah ia bangun nanti?" Amelie meremas tangannya cemas. Dia hanya bisa berharap yang terbaik sekarang dan bila suatu hari nanti Nathan bangun dan terjadi sesuatu pada dirinya, Amelie tidak bisa melakukan apapun lagi. Semua itu sudah berada diluar kuasanya.

"Dokter akan melakukan pengecekan, MRI dan CT-scan kepadanya setelah ia bangun nanti, tapi tidak ada yang bisa kami jamin, Amelie. Dokter hanya manusia biasa." Savannah mengatakannya dengan nada pelan. Kerusakan yang akan terjadi pada otak Nathan nanti mungkin tidak akan terelakkan, mereka hanya perlu bersiap untuk kemungkinan terburuknya nanti. Sekarang yang bisa mereka lakukan hanyalah menunggu.

***

Tiga hari yang telah Amelie lalui terasa bagaikan neraka. Sejak Nathan keluar dari ruang operasi, ia diletakkan di ruang rawat intensif dengan akses dua puluh empat jam untuk mengantisipasi bila ada sesuatu yang terjadi pada pria itu. Entah karena kondisi Nathan yang terus menurun atau otaknya yang tidak lagi bisa menahan tekanan, dokter tidak tahu. Nathan yang awalnya diinduksi agar koma dan bisa mempercepat proses kesembuhannya perlahan-lahan jatuh dalam keadaan koma sesungguhnya.

Setiap harinya Amelie berada di sisinya. Mengantarkan sebuket bunga Daisy, sebuah bunga yang berarti kehidupan dan kebahagiaan, yang segera diletakkan oleh Savannah ke atas vas bunga dan menaruhnya di sisi pria itu. Lucu rasanya, dulu ia tidak pernah memperhatikan setiap makna bunga yang pernah diberikan Nathaniel kepadanya. Namun, kini setiap kali bunga yang diletakkan Isabella mengering, Amelie mencari bunga baru dan memastikan bunga itu tetap segar lalu menggantinya setiap seminggu sekali. Bunga Daisy, bunga yang juga merupakan tanda cinta pertama.

Pada hari keenam Nathan berada dalam kondisi koma tidak ada banyak berubahan yang berarti. Suster dan dokter masuk silih berganti, memeriksa tekanan darah Nathan dan juga membawa pria itu ke ruang MRI dan CT-scan untuk mulai melakukan pengecekan terhadap kondisi fisik Nathan.

Rutinitas Amelia yang biasanya berlangsung dengan secangkir kopi dan galeri seni kini berubah menjadi mencari bunga dan berjaga di rumah sakit. Rutinitas yang melelahkan tentu saja, apalagi bila ia menunggu sesuatu yang semakin hari semakin tidak pasti. Sesekali Dr. Howard, dokter yang menangani Nathan, memperingatkannya agar bersiap bila kemungkinan terburuk terjadi. Namun, hingga kini Amelie belum ingin menyerah, dia yakin masih ada bagian pria itu yang hidup meskipun semakin melemah setiap harinya.

Pada hari kedelapan, Amelie membawa seluruh pekerjaannya ke rumah sakit. Kondisi Nathan sedikit membaik dan mereka memindahkannya ke ruang rawat inap biasa meskipun ia masih terbaring koma di atas ranjang rumah sakit. Sesekali Amelie menghubungi bossnya dan meminta cuti beberapa minggu untuk mengurus suaminya yang masih terbaring kaku. Savannah dan Isabella mengantarkan makanan untuknya nyaris setiap hari. Hanya sekali Mam datang menjenguk Nathan, wanita tua itu memandang keduanya sedih, mengingat Pop yang mungkin juga akan datang menjenguk pria itu bila ia masih hidup. Dr. Howard bilang mengajak Nathan berbicara mungkin akan mempercepat proses kesadarannya. Mereka bergantian berbicara dengan pria itu. Tentang apa saja yang terlewat pada pikiran saat itu.

Amelie menggerakkan kepalanya yang kaku ke kanan dan ke kiri lalu merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Pada hari kesepuluh, ia berakhir tidur di kursi rumah sakit ketika menunggu pria itu terbangun. Pada hari kesepuluh jugalah, akhirnya ia menyadari apa yang terjadi di sekelilingnya, Amelie menyadari kalau kamar Nathan memiliki aroma bunga dibandingkan aroma steril rumah sakit atau kamar rawat Nathan yang terlihat jauh lebih bagus dibandingkan kamar inap biasa. Amelie meremas lembut tangan Nathan yang terasa sedikit menghangat lalu berbisik di telinga pria itu. "Aku ingat ciuman pertama kita dulu saat pernikahan kita. Itu ciuman pertamaku," Amelie bergumam dan mulai menceritakan kisah ciuman pertama mereka hingga berakhir dengan sebuah bisikan lirih "Aku merindukanmu." Entah itu hanya sekedar halusinasi atau Nathan benar-benar membalas remasan tangannya, Amelie tidak tahu. "God," Amelie segera memencet tombol bel yang terletak di sebelah kasur Nathan. Dokter dan suster segera masuk ke kamar dan mulai memeriksa kondisi Nathan. "Bagaimana?" Amelie bertanya dengan penuh harapan. "Dia membalas remasan tanganku beberapa menit yang lalu."

Dr. Howard menarik napas panjang lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada perubahan apa-apa, Mrs. Wright. Itu hanya false alarm. Bila dia benar-benar meremas tangan anda, kita hanya bisa berharap kalau ia sebentar lagi sadar." Dr. Howard turut bersedih melihat raut wajah kecewa Amelie. Pria itu sudah melihat banyak pasien yang telah mengalami hal yang sama sebelumnya dan tidak ada yang bisa memastikan apakah suatu hari nanti Nathaniel akan benar-benar bangun atau mungkin berada dalam keadaan koma selamanya.

Amelie tidak bisa menyembunyikan raut wajah kecewanya mendengar perkataan Dr. Howard. Pada hari kesepuluh, Amelie tidak bisa lagi menahan tangisnya. Tetes demi tetes air mata membasahi kedua tangannya yang menutupi wajahnya. Dia sudah berjanji tidak akan bersedih lagi semenjak kematian kakeknya, tetapu kini Tuhan seolah-olah mengingatkannya kembali. Hari kesepuluh lagi-lagi berakhir dengan kekecewaan.

*****

Daisy - Zedd ft. Julia Michaels

Daisy, always climbing up the same tree
Finding love in all the wrong scenes, Daisy, you got me
Daisy, always walking down the wrong streets
Starting fires out of dead weeds, Daisy, you got me

[Chorus:]Let me show you how a kiss should taste

Trust me, I won't give your heart awayWhy you running, running when you got it right here?Oh, I would love you if you let me

Daisy, always dancing to the same beat
Broken records stuck on repeat, Daisy, you got me
Daisy, don't you know that you're amazing?
Broken hearts just keeps on breaking, Daisy
I would take the light out the stars to help you see
Anything to guide you straight to me

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro