Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Epilogue.

Dandelion.

Sebuah iklan gadis kecil sedang meniup bunga itu terlihat dari ujung sana. Be free. Begitu tulisan yang tertera di iklannya.

Amelie sedang menunggu kopinya selesai di antara deretan orang-orang lain yang juga menunggu pesanannya.

"Nona Emily?" Barista memanggil namanya atau setidaknya nama yang mirip dengan namanya.

Amelie maju ke depan dan menerima pesanannya. Namanya Amelie bukan Emily, tapi barista itu menuliskan nama yang salah di gelas kopi yang ia pesan. Tidak masalah. Ini bukan pertama kalinya seseorang menuliskan nama yang salah. Amelie menyesap kopinya, merasakan sensasi pahit manis yang memenuhi indera perasanya.

Baginya cinta terasa seperti kopi. Begitu lidahmu menyentuh cairan hangat itu, kau akan merasakan hangat juga manisnya. Namun ketika cairan itu turun melewati tenggorokanmu, hanya ada rasa pahit yang tersisa di ujung lidahmu.

Terkadang kita harus melepaskan sesuatu demi mendapatkan yang lebih baik. Tapi apa yang lebih baik itu? Amelie sendiri tidak tahu. Dia belum menemukan jawabannya. Amelie kembali menyesap kopinya, kali ini sembari menggumamkan kata maaf yang sopan setiap kali melewati orang-orang yang masuk ke dalam coffee shop. New York tetap seperti New York yang biasanya, yang di mana setiap paginya dipenuhi dengan orang-orang yang berlari sembari memegang kopi dan bagel di tangan. Kopi dan New Yorker memang tidak akan pernah bisa dipisahkan.

Setiap pagi berlalu, orang-orang dengan masalah mereka masing-masing. Tidak ada yang peduli antara satu sama lain. Mereka terlalu larut dalam kesibukannya sendiri.

Amelie mendesah lega ketika akhirnya ia berhasil keluar dari coffee shop. Dia terus berjalan ketika akhirnya berhenti melihat sosok yang tidak pernah ia duga akan ia lihat kembali.

Nathaniel terlihat jauh lebih baik. Jauh lebih baik daripada saat ia terbaring koma dulu. Gips di tangannya sudah dilepas dan pria itu tidak perlu lagi berjalan terseok-seok setengah menyeret sebelah kakinya. Tidak ada luka lecet atau lebam yang dulu pernah ia lihat.

"Nathaniel." Amelie tersenyum kepada pria itu meski di dalam hati ia lagi-lagi merasa getir. Hanya sebulan. Sebulan yang terasa bagaikan berbulan-bulan telah berlalu sejak ia terakhir kali menemui pria itu di kediaman Wright. Setiap detik yang ia lalui bersama pria itu selalu terasa berjam-jam lebih berarti dibandingkan setiap detik yang ia lewati tanpa pria itu. Bahkan hanya dalam semenit, Amelie bisa kembali merasakan kalau dirinya kembali jatuh kepada pria itu.

"Amelie." Biasanya dalam cerita-cerita yang pernah kita baca, sang tokoh utama yang lupa ingatan akan memulai dengan perkataan 'aku mengingatmu' atau sesuatu semacam itu. Tapi apa yang Nathaniel katakan berbeda jauh dengan apa yang Amelie bayangkan. "Aku mendengarnya. Aku mendengar kaset itu."

Nathaniel mendengar rekaman suaranya sendiri. Amelie tersenyum sedih membayangkan bagaimana pria itu semakin bingung dengan perasaannya sendiri. "Lalu?"

"Kenapa kau tidak pernah mengatakannya? Kenapa kau membiarkanku tahu setelah kau pergi?" Apakah dia mendengar semuanya? Setiap patah katanya? Apakah dia mendengar dirinya sendiri mengatakan kata cinta kepadanya? Amelie baru menyadari kalau Nathan tidak membutuhkan orang lain untuk mengingatkannya kalau ia mencintai Amelie. Yang Nathan butuhkan adalah dirinya sendiri.

"Aku tidak ingin berada di antara kau dan Cassie, Nathan. Kau mencintainya. Atau setidaknya kau ingat kalau kau mencintainya." Amelie teringat kembali perkataan Nathaniel di rumah sakit saat ia pergi saat itu Nathan mengatakan kalau dia mencintai wanita itu. Sakit. Dia tahu keadaannya sudah berbeda sekarang.

"Cassidy sudah mengatakannya. Dia mengakui semua kesalahannya. Aku tidak lagi mencintainya, dan kurasa dia juga merasakan itu." Nathan menatapnya lama, seolah-olah takut bila ia memalingkan tatapannya sedetik saja, wanita itu akan segera menghilang dari hadapannya. "Kami tidak kembali bersama. Kurasa aku tidak bisa bersamanya.."

"Kenapa?"

"Karena kau, Amelie. Aku tidak bisa mengerti perasaanku sendiri."

"Perasaanmu sendiri?"

"Sebenarnya siapa kau untukku?"

Lagi-lagi bukan pertanyaan yang Amelie kira. "Aku tidak tahu, Nathan. Siapa aku untukmu?"

"Aku melupakan sebagian ingatanmu, ingat?" Nathan mengetuk kepalanya dengan ujung jari telunjuknya. Amelie tersenyum melihat gerakan tangan Nathan itu. Untuk sesaat dia nyaris mengira kalau ingatan pria itu mungkin telah kembali dan dia hanya berpura-pura lupa di hadapannya.

"Setidaknya aku tidak melupakan ingatanku."

"Kalau begitu kau harus mengajariku."

"Mengajarimu?"

"Untuk bisa mengingatmu kembali, Amelie. Seharusnya aku mengerti apa yang kau maksud di Cape Cod saat itu. Aku tidak perlu mengingatmu dengan otakku tapi dengan perasaanku. Kau adalah perasaan yang tidak pernah bisa aku hapuskan, Amelie." Nathan menarik nafas dalam, ia berjalan mendekati Amelie. "Kau adalah bentuk perasaan yang ingin ku mengerti, Amelie. Aku tidak tahu kenapa diriku sendiri benci melihatmu kecewa meski aku tidak mengenalmu. Aku tidak mengerti kenapa aku merindukan seseorang yang tidak ku kenali."

"Aku senang setidaknya kau tidak bisa melupakan perasaanmu yang satu itu." Nathaniel merindukannya. Semua itu lebih dari cukup untuk menghapuskan semua perasaan sakit yang pernah ia rasakan. Hatinya yang hancur berserakan perlahan kembali menyatu.

"Kalau begitu setidaknya biarkan aku mencoba ini." Bahkan saat Nathan belum mendekat pun Amelie nyaris tidak bisa bernafas. Terutama ketika pria itu mendekatkan wajahnya kepada Amelie dan mencium wanita itu lembut. Nyaris seperti dulu. Tidak, ini bahkan jauh lebih baik daripada dulu. Kali ini tidak ada lagi perasaan ragu atau bersalah yang terkadang menyelimuti mereka. Semua itu sudah berlalu. "Bukankah ini yang guruku ajarkan waktu di Cape Cod?" Nathan melepaskan pagutan bibirnya dan tersenyum.

"A-apa?"

"Kau hanya perlu merasakannya dan kau akan tahu, Amelie." Nathan kembali mencium Amelie kali ini tangannya mengambil kopi yang berada di tangan Amelie dan menarik wanita itu ke dalam pelukannya, kopi itu bisa jatuh dan tumpah kapan saja tapi dia tidak peduli. Dia bahkan tidak peduli kalau saat ini ia tengah berada di pinggir jalan kota New York, hanya ada Amelie dan hanya itu yang ia butuhkan.

Hari Jumat pukul 11.46 ketika dunianya kembali berputar di porosnya.

-------------- F I N --------------

Afterword.

Apakah Nathan mengingat kembali ingatannya? Saya lebih suka membayangkan dia tetap lupa ingatannya tetapi dia ingat perasaannya kepada Amelie. Bagaimana pun kenangan mereka tidak semuanya cukup indah untuk diingat.

Apakah akan ada sequel lagi? Dear God, NO. Saya tidak suka The Bizarre Wedding. Itu cerita pertama saya dan menurut saya masih sangat jauh dari kata lumayan. Saya cukup membenci cerita itu hingga membuat karakternya berakhir mengenaskan. Tapi pada akhirnya di Eternal Sunshine mereka mendapatkan kebahagiaannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro