Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter Twenty Four ✨

“Selamat kepada Radensky Everest Mountas, sebagai pangeran yang terpilih.”

Suara tepuk tangan langsung memenuhi ruangan pesta.

“Itu beneran aku? Bukan Anan?” tanya Raden.

“Iya, Den. Bukan Anan, tapi kamu,” ucap Zilva.

“Dipersilakan kepada Raden dan Ares untuk naik ke atas panggung ya.”

Mendengar ucapan itu Ares sontak melihat Anan, gadis itu melihat Anan seolah meminta jawaban.

“Naik aja, kamu udah terpilih sama Raden,” ucap Anan tersenyum. Padahal dalam hatinya, ia merasa sangat sesak.

Ares mengangguk, lalu berjalan menuju panggung. Raden yang sudah berada di atas sana, membantu Ares untuk naik ke atas panggung.

“Makasih,” ucap Ares tersenyum manis, membuat Raden hampir kehilangan fokusnya karena senyuman tersebut.

“Sama-sama,” balas Raden, dengan senyuman yang tak kalah manis juga.

Semua tamu undangan kembali riuh kala melihat mereka berdua saling melempar senyum. Namun berbeda dengan Rea, gadis itu terlihat sedang menahan emosinya.

“Kurang ajar, siapa sih yang pilih mereka berdua? Pasti orang ini sengaja ingin buat gue kesal,” geram Rea.

“Oke, selamat sekali lagi ya buat Ares dan Raden. Mungkin ada yang mau diomongin sama kalian. Silakan,” ucap Sasa sambil memberikan mikrofon yang tadi dipegangnya kepada Ares.

“Ehm, halo semuanya. Perkenalkan namaku Ratu Estetika Sejagad, kalian bisa memanggil aku Ares. Sedikit tidak menyangka, bahwa aku terpilih menjadi putri di acara ini, acara yang paling penting di hidup Sasa. Ya, siapapun tim yang mensurvei dan memilih aku, aku ucapkan terima kasih banyak. Aku juga mau ucapin terima kasih sama Sasa, untuk undangannya di acara ini. Sekali lagi, selamat ulang tahun, teman sekelasku, Sasa. All the best for you. Semoga di tahun ke 17, dan tahun-tahun berikutnya, kamu bisa jadi lebih baik lagi dalam urusan apapun. Mungkin gitu aja yang mau aku sampaikan, terima kasih untuk kesempatannya. “

Ares yang telah menyelesaikan ucapannya, memberikan mikrofonnya kepada Raden.

“Test. Oke, halo semuanya. Perkenalkan aku Radensky Everest Mountas, kalian bisa memanggilku Raden. Sama seperti Ares, aku juga tidak menyangka bisa menjadi Pangeran di pesta ini. Terima kasih kuucapkan untuk yang udah memilih, sekaligus terima kasih juga buat Sasa. Happy birthday for you, Sa. Intinya semua yang terbaik semoga dilimpahkan pada kamu. Terima kasih,” ucap Raden lalu mengembalikan mikrofonnya kepada Sasa.

“Teman-teman, menurut kalian, mereka berdua cocok gak?” tanya Sasa kepada semua tamu undangannya.

“Cocok!” jawab mereka kompak.

Hanya ada 2 orang yang tidak menjawab, yaitu Anan dan Rea.

Res, kamu benar-benar cocok sama Raden. Kalau boleh jujur, hati aku sakit melihat kamu dengan Raden,’ batin Anan kecewa.

Namun, rasa kecewanya tidak pernah ia tampakkan, melainkan senyuman manislah yang selalu ia tampakkan. Pertanda bahwa ia baik-baik saja.

Awas aja, Res. Di atas panggung sana kamu bisa tersenyum lebar, tapi aku pastikan nanti kamu gak akan pernah bisa tersenyum lagi. Aku bisa pastikan itu, Res,’ batin Rea tersenyum miris.

•••

“Aku gak nyangka bisa kepilih jadi putri di acaranya Sasa tadi loh, Nan. Kira-kira apa ya yang jadi aspek penilaian mereka?” tanya Ares kepada Anan yang tengah menyetir mobil. Saat ini, mereka tengah berada di jalan pulang. Beruntung, acaranya berakhir pukul 7 malam, jadi mereka pulang tidak larut malam.

“Ya, menurut aku wajah sih kamu kepilih kamu kan cantik, Res. Biasanya kriteria yang dinilai ya kecantikan, atau gaunnya.”

“Tapi, kan banyak yang lebih cantik daripada aku.”

“Ya, gak tahu sih. Cantik bagi mereka kan belum tentu sama dengan kriteria cantik kita. Menurut aku, kamu udah yang paling cantik,” puji  Anan.

“Jangan berlebihan deh, Nan.”

“Aku enggak sedang berlebihan, Res. Aku lagi bicara fakta. Kamu itu cantik, ditambah lagi pas kamu jadi putri dan pangerannya adalah Raden. Kalian cocok banget,” ucap Anan lalu tersenyum ke arah Ares.

Senyuman itu hanyalah senyuman palsu. Lagi dan lagi, lelaki itu harus menyembunyikan rasa sesak di dadanya kala berbicara perihal Ares dan lelaki lain.

“Makasih ya, Nan.”

Kalau boleh jujur, aku pengen kamu aja yang nemani aku di atas panggung tadi,’ batin Ares.

“Udah sampai, Res,” ucap Anan yang beberapa detik lalu memberhentikan mobilnya di depan rumah Ares.

“Oh iya, sekali lagi makasih ya, Nan. Kamu udah mau nganterin aku pulang.”

“Jujur, aku bosen dengerin kamu ucapin makasih mulu, coba kreasikan dengan kata yang lain deh, Res.”

Ares terkekeh mendengar ucapan Anan. “Hehe, gomawo, Nan.”

“Bahasa apa itu? Bahasa alien?”

“Bahasa korea, Nan,” kesal Ares.

“Oh, aku kirain bahasa alien,” ucap Anan dengan tidak berdosa.

“Kamu mah ada-aja aja, Nan. Ya, udah, aku turun dulu ya.”

Ares lalu membuka pintu mobil Anan kemudian turun dari mobil. “Kamu hati-hati pulangnya. Jangan ngebut-ngebut.”

“Siap, Bu Bos,” ucap Anan sambil memeragakan gaya hormat.

“Aku duluan ya,” ucap Ares lalu melambai-lambaikan tangannya kepada Anan.

•••

Ares melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar pribadinya. Kamar ini sengaja dibuat tepat di samping kamar mama dan papanya, supaya ketika Ares sakit dan membutuhkan sesuatu, kedua orang tuanya dapat mendengar. Begitu pula sebaliknya, ketika salah satu orang tuanya sakit, Ares dapat segera mendengar.

"Kok tumben kamar mama senyap?" heran Ares. Padahal, biasanya mamanya selalu memutar lagu klasik di kamarnya, bahkan tak jarang wanita paruh baya itu ikut bernyanyi menikmati lagunya.

Ares sudah mencari mamanya di dapur, di belakang rumah, namun tidak juga Ares menemukan mamanya. Maka dari itu, sudah pasti mamanya itu berada di dalam kamar. Ares tidak mencari keberadaan papanya, karena seperti biasanya papa Ares sedang berada di luar kota.

"Mungkin mama lagi tidur," pikir Ares. "Mending, aku bersih-bersih dulu aja, baru panggil mama sekalian makan malam."

Ares meletakkan slingbag nya ke atas kasurnya, kemudian gadis itu berjalan menuju kamar mandi. Setelah berganti baju, gadis itu mengambil charger untuk mengecas ponselnya yang sedari tadi baterainya sudah menunjukkan warna merah.

Ares membuka pintu kamarnya, lalu keluar dari kamarnya. Kemudian gadis itu berjalan ke kamar mamanya. Gadis itu mengetuk pintu kamar mamanya, namun tidak ada jawaban.

"Ma? Mama ada di dalam gak?"

Ares kembali mengetuk pintu mamanya. Namun, berulang kali diketuk, pintu berwarna putih susu itu tak kunjung terbuka.

"Ma, Ares izin masuk ya."

Ares lalu memutar knop pintu kamar mamanya, lalu masuk ke dalamnya. Dugaan Ares tadi mengenai mamanya yang sedang tidur, ternyata salah. Kasur mamanya masih tertata rapi, tidak ada mamanya di sana.

"Mama di mana? Di kamar mandi, ya?"

Ares mendorong pintu kamar mandinya. Pintu tersebut tidak terkunci. Ares masuk ke kamar mandi itu, namun tetap saja mamanya tidak ada di sana.

"Mungkin mama lagi keluar kali, ya? Tapi, biasanya mama selalu kabari aku kalau mau keluar."

Berbagai spekulasi buruk mulai mengelilingi pikiran Ares. Kemana mamanya?

"Ah, mungkin mama tadi lupa buat ngabarin aku. Aku gak boleh berpikiran negatif. Gak baik." Ares berusaha menghilangkan pikiran negatif dari otaknya.

Gadis itu memilih untuk mengisi perutnya saja, daripada membiarkan otaknya yang terisi dengan pikiran negatif.

Saat Ares hendak menutup pintu, tiba-tiba saja terdengar suara pecahan kaca.

⊱ ────── {⋆⌘⋆} ────── ⊰

Pikiran negatif akan memicu perasaan tidak karuan, yang dapat menyebabkan gelisah berlebihan. Oleh karena itu, buang jauh-jauh pikiran negatifmu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro