Chapter Sixteen✨
Ares mendudukkan tubuhnya di atas kasur. Semenjak timbulnya masalah antara dirinya dan Rea, hidupnya jadi semakin rumit saja. Padahal sebelum-sebelumnya, ia selalu bisa menjalani harinya dengan ceria. Namun sekarang, jangankan untuk tersenyum, rasanya untuk membuka mata dan bernapas saja sangat sulit ia lakukan dalam kedamaian.
Ares mengambil ponselnya yang berlogo apel setengah gigit itu dari dalam tas sekolahnya, kemudian menyalakan benda pipih itu. Ares lalu membuka aplikasi instagramnya. Gadis itu ingin menghibur dirinya sejenak dengan menonton video-video lucu yang biasa ia tonton di aplikasi tersebut.
Saat membuka aplikasi instagram, Ares terkejut akan banyaknya komentar dan pesan yang masuk menyerbu aplikasi instagramnya. Ares membuka kolom komentarnya, air mata Ares hendak luruh kala melihat komentar dari ratusan orang tersebut di akunnya. Ares beralih ke kolom pesan, dan mendapati beberapa kalimat yang serupa dengan yang ada di komentar.
“Aku gak nyangka banget si Ares sebusuk itu. Habis manis sepah dibuang, suka gonta-ganti pacar sana-sini. Haha, berarti selama ini wajah baiknya cuma topeng penuh kepalsuan.”
“Aku kalau jadi Rea dan Zilva, pastinya malu banget ya dong. Punya sahabat kok sukanya ke club, duh jadi langganan om-om lagi. Udah berapa ratus juta uang yang didapat pas jadi wanita malam di sana? Banyak dong ya.”
“Gak habis pikir dengan kelakuan anak zaman now, ada aja sifat buruknya. Contohnya nih, si Ratu Estetika Sejagad. Namanya sih Ratu, tapi kelakuannya benar-benar gak mencerminkan sifat seorang Ratu.”
Ares menutup aplikasi instagramnya. Ia muak, ia marah, ia benci terhadap semua orang yang menghujatnya habis-habisan. Ia memang beberapa kali sempat pergi ke club, akan tetapi itu semua ajakan dan inisiatif dari kedua sahabatnya. Ditambah lagi, club itu bukan seperti club kebanyakan yang ada di pikiran mereka. Nama tempatnya saja club, akan tetapi semua minuman serta orang-orang yang berada di sana tidak seburuk itu. Club itu hanyalah nama keren, bukan berarti yang sesungguhnya.
•••
Hari ini Ares berangkat sekolah bersama dengan Anan. Sebenarnya, ini bukan kemauan Ares, tetapi ini ialah tawaran atau mungkin lebih tepatnya paksaan dari Anan. Ares sudah menolak tawaran lelaki itu dengan alasan takut terjadi gosip baru yang tidak diinginkan tentang mereka. Akan tetapi, Anan juga dengan keukeuhnya memaksa Ares untuk berangkat bersama dengannya. Alasan Anan sederhana, yaitu ia takut terjadi apa-apa dengan gadis itu bila berangkat menggunakan motor sendirian.
"Nan, kenapa awal banget sih berangkat ke sekolahnya?" tanya Ares kepada Anan yang sudah stand by di motornya.
"Aku mau ajak kamu ke suatu tempat dulu," ucap Anan.
"Kemana?"
"Gak usah banyak tanya, udah naik aja dulu."
Ares hanya menghela napasnya pasrah, kemudian naik ke atas motor Anan.
"Udah siap?" tanya Anan.
"Udah."
Selebihnya, tidak ada perbincangan lagi di antara mereka. Hanya ada, suara deru motor Anan yang berpacu di keramaian jalan raya.
"Loh, ini kan bukan jalan ke sekolah. Kita mau kemana sih sebenarnya?" tanya Ares. Gadis itu merasa aneh dengan jalan yang dituju oleh Anan. Jalan ini sangat berlawanan arah dengan jalan menuju sekolah.
Apa jangan-jangan Anan ingin menculiknya? Apa jangan-jangan Anan termasuk ke komplotan orang-orang yang membencinya akibat gosip tidak jelas itu? Apa jangan-jangan Anan adalah orang suruhan yang ditugaskan untuk melenyapkan dirinya dari muka bumi ini?
Belum sempat Ares berspekulasi lebih jauh, motor Anan sudah berhenti di sebuah bangunan kumuh yang sepertinya sudah lama tidak di gunakan. Melihat keadaan di sekitar yang sepi, rasa panik Ares semakin bertambah.
"Nan, kamu nggak bakal macam-macam kan disini?"
"Nan, kamu mau bunuh aku ya?"
"Nan, jangan-jangan benar lagi dugaan aku kalau kamu masuk ke dalam komplotan orang-orang yang benci sama aku. Trus kamu ditugaskan untuk melenyapkan aku disini?"
"Nan, aku mohon. Aku masih mau hidup, aku masih pengen sekolah, kuliah dan bekerja. Aku masih pengen nanti merasakan jadi orang tua. Anan, aku mohon jangan bunuh aku."
Mendengar celotehan panjang tak bermutu dari Ares, Anan menutupi kedua telinganya. "Berisik banget, deh. Siapa juga yang mau bunuh kamu?"
"Kalau kamu gak mau bunuh aku, lalu kamu ngapain bawa aku ke sini?"
"Udah, diam dulu. Ayo, kita masuk."
Anan lalu menarik lengan Ares untuk mengikuti langkahnya.
"Ngapain sih masuk ke bangunan kayak gini? Kotor banget, udahlah banyak tanaman liar disini," ucap Ares kesal.
Kekesalan Ares seketika menghilang, kala langkah Anan berhenti di depan sebuah danau. Siapa sangka, di belakang bangunan kumuh itu terdapat sebuah danau yang berair sangat jernih.
"Wah, danaunya jernih banget. Pemandangan di sekitarnya juga asri banget, adem mata liatnya," puji Ares.
"Makasih banyak, Nan. Udah bawa aku kesini. Zaman sekarang susah banget loh nyari pemandangan alam seasri gini. Sekali lagi, makasih banyak," ucap Ares.
"Sama-sama, Res. Makanya jadi orang jangan mudah berprasangka buruk terhadap orang lain. Mana mungkin aku mau bunuh kamu, emangnya aku psikopat apa? Yang tanpa alasan jelas main bunuh orang aja."
Ares merasa tidak enak kepada Anan. Ia sudah berprasangka buruk terhadap lelaki itu.
"Hehe, maaf ya. Soalnya aku udah takut banget kamu bawa aku ke tempat beginian. Mana sepi lagi, was-was dong akunya."
"Waspada itu boleh-boleh aja. Tapi, jangan sampai kewaspadaan kamu menimbulkan prasangka buruk terhadap orang lain."
Ares mengangguk menanggapi ucapan Anan. "Iya, Nan. Sekali lagi, maaf ya."
"Iya, santai aja. Oh iya, sini deh, Res."
"Kenapa?" tanya Ares sambil berdiri di samping Anan.
Anan membungkukkan badannya, lalu mengambil air di danau itu menggunakan kedua tangannya. Lelaki itu lalu membasuh wajahnya dengan air itu.
"Coba deh kamu basuh muka kamu pakai air ini, dijamin habis ini segar," ucap Anan.
"Habis cuci muka pakai air ini, apa masalah aku juga bisa hilang?" tanya Ares.
Mendengar pertanyaan Ares, Anan terdiam.
"Becanda aja," ucap Ares terkekeh melihat Anan yang terdiam. Gadis itu lalu membungkukkan badannya untuk mengambil air, dan membasuh wajahnya. "Asli, airnya segar banget. Makasih sekali lagi udah bawa aku ke sini. Seandainya aja, air disini bisa kubawa pulang untuk mandi, pasti segar banget."
Anan terkekeh mendengar pernyataan gadis itu. "Ada-ada aja kamu."
"Eh, itu jangan kelamaan basuh mukanya, entar malah keterusan jadi mandi kamunya. Ingat, habis ini kita itu harus sekolah," tegur Anan, ketika melihat Ares berulang kali mengambil air dan membasuh wajahnya.
"Iya, Nan. Gak sampai keterusan kok."
"Duduk di bawah pohon, yuk," ajak Anan. Lelaki itu terlebih dahulu berjalan ke tempat yang ditunjuknya, disusul oleh Ares yang berjalan di belakangnya.
"Ngomong-ngomong, aku penasaran sama alasan kamu nerima Raden," ucap Anan tiba-tiba.
"Kamu mau tahu alasannya?" tanya Ares.
"Iya, itupun kalau kamu mau cerita."
"Awalnya, aku gak mau buka hati aku untuk Raden. Tapi, karena dorongan dari Rea dan Zilva, yang bilang sama aku kalau mama aku pasti suka sama Raden. Secara, nama dia yang estetis dan dia keturunan bule, kebetulan mama aku ngefans banget sama orang bule, membuat aku juga akhirnya percaya sama omongan mereka. Pasti, mama aku bakalan nerima hubungan aku sama Raden, itu yang dipikiran aku."
"Jadi, mama kamu nerima Raden?"
"Aku enggak tahu. Baru aja aku mau bawa Raden ke rumah, dan kenalin sama papa mama aku, kami udah keburu putus."
"Aku heran sama Rea. Dia yang awalnya berusaha deketin kamu sama Raden, sampai akhirnya kalian jadian. Trus, pas kalian putus, dia malah marah-marah gak jelas dan buat gosip yang aneh-aneh tentang kamu. Apa coba alasannya?"
"Alasannya karena Rea ternyata suka sama Raden. Dia ngorbanin perasaannya buat aku, dan rupanya aku putus sama Raden."
"Itu bukan salah kamu, kan? Salah dia yang mengorbankan perasaannya."
Sepertinya, Anan mulai tersulut emosi membahas Rea. Dapat Ares lihat, perubahan wajah Anan yang memerah seperti sedang menahan emosi.
"Udahlah, semua udah terjadi. Biarin aja lah. Yang terpenting sekarang, aku mau fokus belajar seperti apa yang kamu saranin kemarin," ucap Ares tersenyum.
"Jangan pura-pura senyum, aku tahu senyum kamu itu palsu," ucap Anan yang membuat senyuman Ares luntur.
"Oh iya, kamu sendiri gimana? Udah nemuin cewek baru?" tanya Ares mengalihkan pembicaraan.
"Enggak."
"Enggak? Lalu cewek yang sering sama kamu siapa dong?"
"Itu sepupu aku."
"Aku kirain, pacar baru kamu."
"Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, dari gosip-gosip yang beredar di sekolah."
"Iya. Jadi, kenapa kamu belum nemuin pacar baru? Atau jangan-jangan udah punya gebetan?"
"Belum sama sekali."
"Kenapa?"
Anan melihat dalam mata Ares, mulutnya mulai terbuka untuk berucap, "karena, hati aku masih untuk seseorang di masa lalu aku."
⊱ ────── {⋆⌘⋆} ────── ⊰
Setia itu ketika sudah ditinggalkan, namun hatimu tetap memilih dia.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro