Chapter Six✨
Ares mengeratkan genggamannya pada jas praktikum berwarna putih yang tengah dikenakannya. Rasa gugup seketika mengelilingi perasaan gadis itu.
"Berikutnya, Ratu Estetika Sejagad silakan maju untuk melakukan praktek."
Suara menggema dari Pak Mario membuat perasaan Ares semakin tak karuan. Gadis itu bangkit dari tempat duduknya, kemudian berjalan maju ke arah meja yang dipenuhi oleh gelas beker berisi cairan warna-warni.
Hari ini, Pak Mario selaku guru kimia menepati janjinya seminggu yang lalu, yaitu melaksanakan praktikum kimia yang kemudian nilainya akan diambil sebagai nilai ulangan harian yang ketiga.
Ares tentu saja telah belajar untuk praktikum hari ini, bahkan semalaman ia menghabiskan waktunya untuk menghafal proses serta beberapa teori dari praktikum yang akan dijalankannya. Ini merupakan hal yang mudah bagi seorang Ares untuk menyerap semua materi itu. Akan tetapi, sebagai manusia yang tidak sempurna, Ares juga merasakan kegugupan yang luar biasa kala dihadapkan dengan praktikum seperti ini.
Praktikum kali ini ialah tentang larutan asam dan basa. Di hadapan Ares kini sudah ada beberapa cairan yang Ares kenali sebagai cairan HCl, H2SO4, NaOH, dan KOH.
Ares mengambil larutan HCl, tak lupa juga ia mengambil pipet tetes. Ares lalu meneteskan beberapa tetes cairan HCl itu ke atas plat tetes. Setelah itu, Ares mengganti cairan HCl dengan cairan H2SO4, dan melakukan hal yang sama dengan tadi. Begitu seterusnya, hingga pada cairan terakhir yaitu KOH.
Setelah keempat cairan itu sudah ada di atas plat tetes, Ares mengambil kertas lakmus berwarna biru dan merah, serta mengujinya di keempat tetes cairan itu. Dengan sangat teliti, Ares mengerjakan tugas praktikum itu hingga selesai.
"Sudah selesai, Pak," ucap Ares kepada Pak Mario. Tangannya pun sudah berhenti mengerjakan tugas praktikumnya. Pak Mario hanya menganggukkan kepalanya, lalu memberikan Ares sebuah kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk Ares jawab. Ares melihat 10 pertanyaan itu sekilas, lalu mulai menjawabnya.
20 menit, waktu yang diperlukan Ares untuk mengisi pertanyaan itu. Kini, kertas itu sudah kembali ke tangan Pak Mario.
"Silakan duduk," ucap Pak Mario.
Ares mengucapkan terima kasih kepada Pak Mario, lalu kembali ke bangkunya. Di sana sudah ada Rea dan Zilva yang menatapnya dengan gelisah.
"Gimana tadi? Susah, gak?" tanya Rea.
"Enggak terlalu sih. Santai aja hehe. Semangat. Habis ini kamu, kan?"tanya Ares sekaligus memberikan semangat kepada Rea.
"Iya, hehe. Makasih ya," ucap Rea. Gadis itu lalu bangkit dari duduknya ketika namanya terpanggil.
"Semangat!" teriak Zilva dan Ares bersamaan.
•••
Lega menyelimuti perasaan Rea dan Zilva ketika kedua gadis itu berhasil menyelesaikan praktikum dengan baik. Terlebih lagi, mereka berdua dapat menjawab 10 pertanyaan yang diberikan pak Mario dengan mudahnya. Semua itu berkat ceramahan panjang nan lebar milik Ares yang membuat Rea dan Zilva tergerak hatinya untuk belajar.
"Makasih banyak ya, Res. Berkat ceramahan kamu kemarin, aku jadi mudah ngisi soal tadi. Pokoknya, kamu memang yang terbaik deh," ucap Rea sambil menyeruput jus alpukat miliknya.
"Iya tuh, Res. Coba aja kemarin kamu enggak ceramahin kami pastinya kami udah kesulitan tuh jawab pertanyaan tadi. Makasih deh pokoknya, sahabat Zilva yang paling cantik," ucap Zilva yang sedang menguncir rambut panjangnya.
"Elah, sahabat aku juga kali. Bukan sahabat kamu doang," ucap Rea tidak terima.
"Wle, emangnya Ares mau ngakuin kamu jadi sahabat?" tanya Zilva yang membuat Rea semakin memberungut kesal.
"Ya, mau lah. Mana mungkin Rea yang cantiknya sealam semesta ini tidak diakui oleh sahabatnya sendiri," ucap Rea lalu menjulurkan lidahnya mengejek Zilva.
Sementara, Ares hanya geleng-geleng kepala, melihat tingkah kedua sahabatnya yang seperti anak kecil. "Udah gak usah ribut mulu. Kalian berdua sahabat aku kok," ucap Ares yang membuat Zilva dan Ares tersenyum senang.
"Oh iya, ucapan terima kasih yang tadi sebenarnya gak perlu ditujukan kepada aku. Aku kan hanya menyarankan kalian untuk belajar, selebihnya ya karena niat kalian emang pengen belajar. Maka dari itu, pertanyaan dari Pak Mario tadi dapat kalian kerjakan dengan mudah." Ares kembali tersenyum. Rea dan Zilva yang mendengar ucapan Ares barusan merasa amat beruntung karena ditakdirkan Tuhan untuk bisa bersahabat dengan gadis sebaik Ares.
•••
"Hai, Res. Mau aku bantu?" tanya Raden kepada Ares yang tengah memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Raden sekarang memang sedang gerada di kelas Ares. Rencananya, keduanya akan pulang bersama setelah ini. Rea dan Zilva sudah terlebih dahulu keluar dari kelas dan pulang, meninggalkan Raden dan Ares di kelas berduaan.
"Enggak usah, Den. Ini udah selesai. Yuk, pulang," ajak Ares dengan tas ranselnya yang sudah dipakainya di kedua bahunya. "Ayo, jawab Raden lalu berjalan beriringan keluar kelas dengan Ares.
"Tadi kalian praktikum kimia, ya?" tanya Raden membuka percakapan. Ares menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, lalu tersenyum.
"Kalian udah praktikum?" tanya Ares kembali.
"Udah, Selasa yang lalu diadakan praktikumnya."
Ares hanya ber-oh ria menanggapi jawaban dari Raden.
"Ini dipakai helm-nya," ucap Raden lalu memberikan helm kepada Ares keadaan parkiran masih cukup ramai. Masih ada beberapa atau mungkin belasan siswa dan siswi yang berbincang-bincang di area parkiran.
Ares menerima helm tersebut dari tangan Raden kemudian memakainya.
"Terima kasih," ucap Ares.
"Sama-sama"
"Ayo, naik," ujar Raden, kemudian membantu Ares naik ke atas motor ninja miliknya. "Sekali lagi, terima kasih." Ucap Ares tersenyum. Setelah Ares naik ke atas motornya, Raden mulai melajukan motornya, keluar dari area parkiran sekolah.
"Kamu mau langsung pulang atau gimana?"
"Emangnya kalau gak langsung pulang, kita mau kemana?" tanya Ares balik.
"Kita makan dulu, yuk?" tanya Raden yang lebih cocok dijadikan sebagai sebuah ajakan. Ares berpikir sejenak kemudian menjawab, "boleh deh. Aku juga lapar hehe."
"Ya udah, mau makan dimana?"
"Dimana aja, yang penting enak," ujar Ares yang membuat Raden hanya mengangguk kepalanya sebagai jawaban.
Tak perlu waktu lama, motor ninja milik Raden berhenti di salah satu warung nasi goreng yang berada di pinggir jalan.
"Makan disini?" tanya Ares ketika gadis itu turun dari motor Raden. Mendengar pertanyaan Ares, Raden mengangguk dengan mantapnya. "Kamu gak suka, ya? Kita pindah aja ke restoran yang di seberang sana kalau gitu. "
"Enggak kok, enggak usah pindah. Aku suka makan disini. Lagian, warung nasi goreng itu enak, aku sering kesini," tutur Ares sambil tersenyum.
"Berarti selera kita sama, dong."
"Bisa dibilang begitu, ya hehe," ucap Ares.
Raden lalu menggenggam tangan Ares dan membawanya ke warung nasi goreng itu. Mereka memilih duduk di salah satu meja yang kosong.
"Permisi, mau pesan apa?" tanya penjual nasi goreng itu menghampiri Ares dan Raden.
"Saya pesan nasi goreng pedas, sama es teh, Pak." Penjual itupun mencatat pesanannya, kemudian beralih menatap Ares.
"Saya pesan nasi goreng biasa aja, gak usah pedas ya, Pak. Minumannya samain aja, es teh," ucap Ares. Setelah Raden dan Ares selesai memesan, penjual itupun kembali ke tempatnya untuk membuat pesanan mereka.
"Jadi, gimana? Udah ketemu sama makna mawar biru yang terakhir?" tanya Raden membuka suara. Ares hanya menggeleng. Ia tidak sempat mencari makna mawar biru itu, atau lebih tepatnya ia lupa untuk mencari.
"Emangnya apa sih maknanya?" tanya Ares kembali. Ia jadi kembali penasaran dengan makna mawar biru itu setelah Raden mengungkitnya kembali.
"Besok-besok deh aku kasi tahunya," ucap Raden.
"Besok-besoknya kapan? Tahun depan?" ucap Ares sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ya, besok-besok. Nunggu waktu dan situasi yang tepat," ucap Raden lalu mengelus puncak kepala Ares. Ares yang diperlakukan demikian, dapat merasakan getaran aneh dari dalam tubuhnya.
•••
Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, pertanda malam akan segera tiba. Sisa-sisa gurat kemerahan di atas langit sana sedikit demi sedikit mulai menghilang. Dari jendela kamarnya, Ares menyaksikan warna langit yang berubah menjadi kelam.
"Nan, kamu apa kabar? Kalau boleh jujur, aku masih sayang sama kamu. Aku rindu sama kamu."
Tanpa Ares sadari, setetes air mata turun membasahi pipi Ares. Jika bukan karena mamanya yang meminta dirinya memutuskan Anan, mungkin hubungan keduanya masih baik-baik saja.
"Apa kamu juga rindu sama aku? Kayaknya enggak sih, soalnya kamu kelihatan udah ngelupain aku."
Ares menyeka air matanya yang mulai turun dengan tiada henti. Anan adalah sosok lelaki yang sangat baik. Dia memiliki sifat yang lembut, dan pengertian. Kesabarannya dalam meladeni sifat kekanakan Ares menambah nilai plus pada diri lelaki itu.
"Ternyata, begini ya rasanya, rindu hanya sepihak."
⊱ ────── {⋆⌘⋆} ────── ⊰
Rasanya tidak adil, jika hanya aku yang merindu, sedangkan kamu tidak.
•••
Yuk, dukung ceritaku dengan cara klik tombol vote ☆ dan memberikan kritik serta saran di kolom komentar ya🌹 Terima kasih.. 🥰
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro