Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kerajaan Semut

Kecil bukan berarti lemah.
Besar bukan berarti kuat.
Selalu ada kelebihan di setiap kekurangan.
Dan selalu ada cahaya di setiap langkah.

Jisoo tak tahu apa yang terjadi pada kehidupan yang baru saja dialaminya. Seingatnya, gadis berdarah Jerman-Korea itu masih berada di sekolah. Namun saat ia membuka mata, dunia terasa sangat asing.

Mata sipitnya berpendar ke segala arah. Beberapa makhluk yang seukuran tubuhnya berlalu lalang di hadapannya. Jisoo masih belum memahami situasi yang terjadi di tempatnya berpijak saat ini. Gadis itu masih duduk anteng pada daun pisang yang luasnya puluhan kali lipat dari lapangan basket di sekolahnya.

"Ayo, Pengawal! Aku takut para manusia itu membunuh kita, sebelum kita sempat menyelamatkan diri!" Jisoo mengalihkan perhatiannya pada sosok semut berdiri dengan salah satu tangan menunjuk pada semut lainnya.

Perawakan makhluk yang biasanya sangat kecil, kini terlihat tinggi menjulang. Sebuah mahkota khas seorang raja menghiasi kepala semut itu. Jisoo melongo untuk beberapa saat hingga sebuah tepukan pelan terasa di bahunya.

"Bukankah kau manusia? Tapi kenapa tubuhmu kecil seperti kami?"

Seekor semut menatap Jisoo penuh selidik. Matanya mengamati tubuh gadis itu dari kaki hingga kepala.

"A-Aku tak tahu. T-Tadi pagi seingatku, aku meminum sebotol minuman berwarna hijau yang kupikir jus. Tapi...," Jisoo menerawang kejadian yang membuatnya terjebak dalam dunia aneh ini, "tubuhku tiba-tiba mengecil seperti ini."

"Tak usah takut. Aku rasa kau mengecil karena meminum ramuan yang dibuat oleh manusia pintar sepertimu. Aku pernah mendengarnya. Di abad ke 30 ini, banyak teknologi yang semakin maju. Tapi aku tak tahu ada ramuan pengecil tubuh."

Sang semut mengetuk dagunya pelan. "Oh iya, perkenalkan, namaku Raehyun."

Jisoo menatap uluran tangan itu sejenak. Dengan ragu gadis itu menerima uluran tangannya.

"Namaku Kang Jisoo," balas Jisoo.

Raehyun pun mengajak Jisoo untuk segera membantu berkemas. Makhluk kecil itu mendengar berita bahwa manusia berencana menebang pohon pisang yang ditempati oleh kerajaan semut. Hal itu pun mengharuskan mereka untuk memindahkan area pemerintahan ke tempat yang lebih aman.

"Kami memang sering berpindah tempat. Maaf," Raehyun menatap sungkan gadis itu, "para manusia itu seakan tak mengizinkan kami hidup."

Mendengar penjelasan makhluk kecil itu hati Jisoo terenyuh. Pikirannya tentang semua makhluk Tuhan berhak mempertahankan hidupnya terbuka.

***

Jisoo pikir dirinya adalah seorang pendongeng, dengan ia sendiri yang menjadi tokoh utamanya. Gadis berperawakan mungil itu tak menyangka akan mengangkat berpuluh-puluh butir nasi yang ada di piring milik ibunya. Rasanya melelahkan. Jisoo berulangkali harus terduduk lemas di atas piring sembari nyeka keringat.

Berpuluh-puluh semut masih tampak bersemangat. Tak ada satu pun di antara mereka yang mengeluh seperti dirinya. Melihat rasa kebersamaan mereka membuat Jisoo dibuat kagum.

'Tubuhmu akan kembali seperti semula jika kau membantu para semut selama yang aku inginkan.'

Telinga kecil Jisoo menangkap sebuah suara yang terdengar asing. Saat ia mencoba menemukan sumber suara, tiba-tiba saja sebuah jam pasir terjatuh di pangkuannya.

'Tunggu sampai pasir itu turun semua ke bawah. Dan selama itu pula kau harus ikut memikul beban mereka dan membantu menyelesaikan masalah.'

Suara itu pun kini menghilang. Berulangkali ia menajamkan telinga. Namun yang terdengar hanyalah suara desir angin malam yang membelai kulit tubuhnya.

"Siapa dia?"

Mata Jisoo berpendar menatap beberapa perabot raksasa yang mengelilinginya. Kepalanya sesekali menggeleng tak percaya bahwa tubuhnya akan mengecil seperti ini. Padahal sebelumnya ia hanya meminum ramuan asing yang ada di meja dapur miliknya.

"Nona Jisoo? Bisakah kau cepat sedikit? Kita akan segera beristirahat untuk makan malam bersama di istana."

Sang raja yang menyebut dirinya Raja Junghyun menegur Jisoo. Dengan gerakan patuh, gadis itu mengangguk. Ia mengangkat butiran nasi itu dengan cara memanggulnya.

***

Sudah sejak dua hari lamanya Jisoo menjalani hidupnya sebagai makhluk kecil bersama para semut. Setelah perkenalannya dengan Raehyun, gadis itu juga sudah akrab dengan semut lainnya.

Ternyata mereka ramah dan sangat baik padanya. Mereka membagi hasil remahan makanan yang telah susah payah dicari pada gadis itu. Mengingat pengalaman pertamanya memakan butiran nasi sisa di rumahnya sendiri membuat Jisoo tersenyum geli.

"Sebentar lagi akan ada peperangan dengan semut dari negeri seberang. Apa yang akan kita lakukan, Hana?"

Jisoo menatap bingung sepasang semut yang sedang membicarakan hal serius di depannya. Telinganya menajam, mencoba mencari tahu masalah apa yang sedang terjadi. Dan saat mengetahui akan ada peperangan yang melibatkan para semut dari spesies yang berbeda, Jisoo tak mampu menahan keterkejutannya.

"Kenapa kalian harus berperang? Bukankah kalian saling bahu membahu dalam kehidupan?" tanya Jisoo penasaran.

"Itu yang ada di pikiran manusia sepertimu. Padahal kami sering sekali berbeda pendapat hingga berakhir saling melukai," jawab Jungha.

"Mereka semut merah yang selalu ingin merebut wilayah kekuasaan kami." Hana menambahkan.

Bermula kejadian beberapa puluh tahun yang lalu, sebenarnya mereka bisa hidup berdampingan. Namun berkat provokasi dari salah satu musuh, pertemanan mereka hancur.

"Memang permusuhan ini tak bisa dihentikan? Kalian seharusnya saling menyayangi satu sama lain," tanya Jisoo.

"Kami juga ingin berdamai, tapi mereka tak pernah menyetujui ajakan perdamaian kami."

***

Jam pasir di hadapan Jisoo bergerak turun secara perlahan. Hanya tinggal sedikit lagi, dan kehidupan gadis itu akan kembali normal. Namun pembicaraan Mirae dan Hana mengganggu pikirannya. Hatinya tergerak ingin meluruskan permusuhan yang terjadi di antara para semut sebelum pergi.

Dengan pelan Jisoo meletakkan jam pasirnya di tempat yang aman. Ia melangkah pelan menuju ke luar rumah. Mereka bilang tempat tinggal semut merah ada di halaman rumahnya. Perjalanannya menjadi sangat melelahkan dengan tubuh kecil seperti ini. Namun hal itu tak menyurutkan niatnya untuk menyelesaikan misinya.

Saat sudah berada di luar rumah, matanya berpendar. Kata Mirae, para semut merah tinggal di sebuah pohon mangga. Dengan perawakan tubuh sekecil ini, tentu saja akan sangat membingungkan. Beruntung ia berhasil menemukan pohon itu.

"Halo, Pak Semut!" Jisoo menyapa salah satu semut berwarna merah yang sedang duduk santai di atas dedaunan.

"Kau? Mirip manusia?"

"Iya. Aku memang manusia. Namaku Jisoo. Dan bolehkah aku bertemu dengan pemimpin kalian?"

Semut itu menatap Jisoo dengan penuh selidik. Keningnya semakin mengerut saat sebuah pemikiran muncul di otaknya.

"Kau anak manusia yang tinggal di rumah besar itu?"

Jisoo mengangguk. Setelah mendapat persetujuan untuk menemui pemimpinnya. Semut itu menuntunnya masuk ke dalam celah-celah pohon. Di sana ada banyak semut berkumpul. Sepertinya sedang membahas topik yang serius.

"Permisi, Raja. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda."

Jisoo muncul dengan langkah ragu mendekati seekor semut yang tampak menatapnya tajam. Ia memang terlalu nekat. Namun, melihat perselisihan ini membuat Jisoo tak nyaman. Baginya, semua makhluk harus hidup rukun.

"Untuk apa kau ke sini, Manusia?"

Jisoo dapat merasakan tubuhnya bergetar. Berulangkali ia mengembuskan napas kasar. Seluruh pasang mata sedang tertuju padanya.

"Aku mohon, Raja...," Jisoo mengangkat pandangannya, "berhenti menciptakan permusuhan dengan kerajaan semut hitam. Bukankah lebih baik jika kalian berdamai?"

"Sampai kapanpun, kami tak akan pernah berdamai," ucap sang raja.

Jisoo menggenggam erat ujung baju yang ia pakai. Biar bagaimanapun, ia harus tetap mengutarakan seluruh keinginannya. Gadis itu maju beberapa langkah hingga ia berdiri di depan sang raja.

"Jika kalian terus bermusuhan, pertahanan kalian akan terus melemah. Kalian akan semakin hancur di tangan manusia. Jika mereka menyerang kalian, tak ada yang mampu menghindar."

Bodoh kau, Jisoo! Kau kan juga manusia!

Keheningan mewarnai suasana di tempat itu setelah Jisoo diam. Dalam hati gadis itu menggumamkan nama ayah dan ibunya. Bahkan ia meminta ampun atas segala dosa yang ia perbuat pada Tuhan jika hidupnya berakhir di tangan sekumpulan semut merah ini.

"Baiklah. Temui mereka dan bilang kami bersedia berdamai. Titahkan pada mereka untuk bertemu kami besok."

Jisoo membelalakkan matanya. Tak percaya permohonannya akan langsung disetujui oleh makhluk kecil di hadapannya. Ia kira hidupnya akan berakhir mengenaskan karena menentang para semut merah ini.

***

"Kau tak akan melupakan kami kan, Nona?"

Jisoo sedang duduk dikelilingi oleh teman-teman barunya. Setelah masalah yang membelit para semut, keadaan akan kembali seperti semula. Tinggal menunggu hitungan menit, maka tubuh Jisoo akan kembali ke ukuran semula.

Jam pasir di tangannya semakin memperlihatkan sisa waktu kebersamaan dengan semua temannya.

'Jisoo, inilah waktunya. Kau akan kembali hidup sebagai manusia normal pada umumnya. Bersiaplah.'

Suara itu kembali terdengar. Jisoo menatap kembali jam pasir itu. Benda itu semakin memudar di tangannya seiring dengan cahaya yang berkumpul mengelilingi tubuh kecilnya.

Jisoo memejamkan matanya saat tubuhnya melayang. Seperti ada magnet, ia semakin terbang ke atas hingga cahaya itu menghilang. Ia sempat melambaikan tangannya ke arah semua temannya sebelum semua tergantikan oleh kegelapan yang menguasai pandangannya.

***

BRUK!

Tubuh Jisoo ambruk di depan pintu rumahnya. Gadis itu sempat mengaduh merasakan nyeri akibat terbentur lantai. Mata sipitnya mengedar, lalu beralih menatap tubuhnya sendiri. Bibirnya melengkung ke atas saat semua sudah kembali normal.

Jisoo bangkit, lalu memutar knop pintu dengan perlahan. Hari sudah cukup larut malam. Ia belum yakin kedua orang tuanya sudah terlelap di kamar. Begitu pintu terbuka, ayah dan ibunya kompak menoleh ke arahnya.

"Jisoo! Kau ke mana saja? Bukankah Ayah sudah bilang kau tak perlu takut memberitahu nilai jelekmu, Nak."

Jisoo mengerutkan keningnya bingung. Ia mencoba mengingat kejadian sebelum tubuhnya mengecil. Gadis itu baru mengingat tentang ramuan misterius yang ia minum saat berada di sekolah.

"A-Aku--"

"Tak perlu kabur, Nak. Kami sangat khawatir. Dua hari ini kau menghilang," potong sang ibu.

Jisoo terdiam sebentar. Gadis itu pun menuntun kedua orang tuanya untuk duduk di sofa. Sembari melangkah, ia mencari alasan yang logis agar mereka tak curiga.

"Maaf, Ayah ... Ibu. Kemarin aku menginap di rumah Paman Han. Dan aku lupa membawa ponselku. Dan aku juga belum sempat memberikan hasil ulanganku."

"Ya sudah. Lain kali berilah kami kabar. Kami pikir kau kabur."

Jisoo tersenyum tipis. Tak mungkin baginya memberitahu keajaiban yang ia alami dengan tubuh yang mengecil. Mereka pasti tak akan percaya begitu saja. Setelah memberi penjelasan pada ayah dan ibunya, Jisoo melangkah ke arah kamarnya. Menuangkan kisah ajaibnya ke dalam buku hariannya, dan menjadikannya rahasia yang tak akan pernah diketahui siapa pun.

-Fin-

NB: MAAF UNTUK MBAK-MBAK DAN OM JURI, KALAU SEANDAINYA PUSING MEMBACA TULISANKU 😭

LAIN KALI NGGAK AKAN SETELAT INI 😥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro