Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Just A Dream

(NOTE : Sebelum membaca, diharapkan untuk berdoa terlebih dahulu agar pembaca dapat menikmati cerita ini.)

***

Malam ini langit seakan terlihat tengah berduka, menjadi saksi bisu pembunuhan sadis sebuah keluarga terpandang di desa itu. Sebuah keluarga yang selama ini selalu membuat iri orang yang melihatnya, sebuah keluarga yang memiliki kehidupan sempurna itu kini tak ada lagi.

Sang ayah dituduh melakukan ritual ilmu hitam yang mengancam kedamaian desa, terpaksa harus dieksekusi di tempat bersama istri dan anak perempuannya. Malam itu, hujan turun dengan derasnya.

Srek... srek...

Dengan gemetar Yato berjalan menyusuri padang rumput yang tertutup semak belukar. Malam ini menjadi malam terpanjang yang penuh ketegangan. Malam terburuk yang pernah dialami Yato.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?" ucapnya lirih, setelah menyaksikan pembunuhan kejam keluarganya, Yato terpaksa harus kabur dan sembunyi, tapi apa yang bisa ia lakukan sendiri?

"Ouh.... " Yato mengaduh, kakinya terluka. Ranting kayu yang berserakkan itu terlalu kejam untuk kaki halusnya, dia menangis tersedu-sedu.

"Ma, Yato harus apa? Yato bingung, apa Yato akan mati menyusul kalian? Hiks-" isaknya lagi, sambil menatap langit yang masih saja menangis dengan derasnya. Di dunia yang kejam ini, sendirian itu sangat mengerikan.

"Cari anak laki-laki itu sampai ketemu, kita harus membinasakan keturunan mereka!" seorang yang berada paling depan di rombongan itu berseru, sambil memberi aba-aba untuk berpencar.

Yato terdiam, tangisnya tak tertahankan lagi. Mati, malam ini dia pasti akan mati.

Bruk!

Pandangan di sekelilingnya tiba-tiba kabur.

***

-Beberapa jam sebelum insiden-

Hiruk pikuk pasar pagi ini membuat suasana menjadi gaduh. Saat fajar baru saja memunculkan sosoknya, warga Desa Simsalabim sudah ramai memenuhi pasar, melakukan jual-beli.

Benda-benda melayang di udara, berbaris rapi sesuai perintah sang empunya. Hewan ternak yang akan dijual pun sudah tersusun di dalam rak transparan.

Joy menikmati pemandangan biasa itu. Ia menghirup oksigen dalam-dalam, menahannya selama beberapa menit lalu menghembuskannya kasar.

Wush!

"Ups," Joy menutup mulut dan hidungnya rapat-rapat sadar akan kesalahan besar yang ia lakukan tadi.

Seseorang menatapnya geram, "Joy!!!" teriaknya.

"Ah, Bibi Molu, maaf bi, Joy gak sengaja." Cengir Joy sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Anak satu ini ya, ampun deh. Gak bisa tenang sedetik aja!" Bibi Molu kalap, sambil membawa sapu ijuknya iya berusaha mengejar dan memukul Joy.

Joy berusaha menghindari pukulan senjata pusaka Bibi Molu, pasalnya jika terkena sapu menyebalkan itu tubuh Joy akan mengecil dan butuh waktu lama untuk kembali ke semula.

Dengan cengengesan dan sedikit rasa takut Joy berlari-lari kecil mengelilingi dagangan Bibi Molu yang kini berhamburan di udara akibat napas 'dangkal' yang ia keluarkan tadi.

"Ah Bibi, maafkan aku kali ini saja," rengeknya manja.

"Tak akan kuampuni!" wanita gempal yang sudah berumur ratusan tahun itu tidak menyerah, hingga tenaganya terkuras habis dan dia terduduk.

"Ah, akhirnya ... sudah kubilang, seharusnya Bibi ampuni saja aku," Joy menghampiri bibinya itu dan membantunya untuk berdiri -berat.

"Sekarang kau harus tanggung jawab!" Bibi Molu tak mau kalah.

"Ah, Bi-" rengekkan Joy terpotong karena sapu ijuk itu berada tepat di depan hidungnya.

"Susun ulang buah-buahan itu seperti semula, jangan gunakan sihirmu!" ucap Bibi Molu dengan suara tegas dan mengintimidasi.

Joy pasrah, sambil menggerutu dia meraih buah-buahan yang melayang-layang itu dan meletakkannya di ranjang transparan. Orang-orang di sekitarnya hanya menatap sekilas dua orang yang selalu sukses membuat suasana pasar lebih ramai lagi, mereka pun melanjutkan aktivitasnya masing-masing.

Lagi-lagi, Joy harus menanggung akibat dari kecerobohannya itu.

"Minggir kalian semua!" teriak seseorang memecah kebisingan pasar. Seluruh perhatian tertuju pada sumber suara.

Seseorang dengan aura yang begitu kuat muncul di antara para prajurit yang berbaris rapi.

Namanya Rahap, penguasa Desa Simsalabim yang sangat terkenal itu, sedang berdiri gagah di depan rakyatnya. Tatapannya tajam, menatap satu-persatu orang-orang yang menundukkan kepalanya -tak berani menatap sang penguasa.

Joy menghentikan kegiatannya, dia menatap Rahap heran. Apa yang ingin dilakukan sang penguasa di desanya itu? Tepatnya, sepagi ini?

"Keluarga Christoper keluar kalian!" seru Rahap dengan suara menggelegar. Semua orang terkejut, apa yang ingin dilakukan Rahap pada keluarga Christoper yang sangat mereka kagumi?

Tidak ada respon, Rahap mengeram.

"Prajurit! Cari dan tangkap keluarga Christoper sekarang juga!" titahnya pada prajuritnya.

"Baik, tuan!" serempak mereka menjawab, mereka pun berpencar dan mulai mencari target tuannya itu.

Joy masih tercenung, perasaannya tidak enak. Keluarga Yato? Ada urusan apa Rahap ingin bertemu keluarga pria yang ia sukai itu?

Tidak lama, prajurit itu kembali sambil menyeret seorang pria tua yang sudah seperti kakek-kakek itu beserta istri dan anak perempuannya.

Rahap tersenyum simpul, "Mereka adalah monster! Monster yang akan mendatangkan kutukan mematikan untuk kita semua!" serunya sambil menunjuk keluarga Christoper.

"Saat ini juga, aku, penguasa terkuat di desa ini akan mengeksekusi mati seluruh anggota keluarganya. Semua tanpa tersisa satu pun!" ucapnya lagi, sorot matanya tajam menatap Pak Christoper.

Seluruh warga di tempat itu kaget, bukan apa, keluarga Pak Christoper itu sangat terkenal dan dihormati di lingkungan itu. Karena mereka sangat baik dan kaya.

Rahap memandang sejenak orang-ornag di sekitarnya. Masih dengan senyum simpul yang penuh misteri itu, Rahap menghampiri Pak Christoper dan,

Ctiaaaar!

Sambaran petir dari tangannya menyambar ke arah keluarga itu, seketika mereka semua pun mati mengenaskan.

Suasana menjadi gaduh, tiba-tiba langit mendung. Petir menyambar, mengamuk di atas sana. Suara guntur membuat hewan ternak menjadi takut dan berhamburan menambah kegaduhan suasana pagi itu.

Joy bergeming, otak lambannya itu sedang berusaha keras mencerna apa yang tengah terjadi di desanya. Sejenak ia melihat seorang anak laki-laki yang mematung sambil bersembunyi di balik pepohonan tak jauh darinya.

Spontan, Joy pun memanggil anak itu, "Kak Yato!" serunya.

Semua mata tertuju pada Joy, anak laki-laki yang dipanggilnya tadi menghilang.

"Kejar dia, jangan sampai kehilangan anak itu, kita harus menghabisi mereka semua! Tangkap dia sebelum bulan purnama muncul malam ini!" seru Rahap memerintah, prajuritnya pun bergegas untuk mengejar anak itu.

Joy tersentak, apa yang dia lakukan tadi? Kenapa malah berteriak? Ah, kecerobohan Joy memang seekstrim itu.

***

Langit masih bersedih petang ini, sudah setengah hari lebih Joy mencari Yato tapi tidak ketemu juga. Ke mana sebenarnya Yato pergi?

"Seharusnya dia ada di sekitar sini," Joy bergumam.

Ctaaar!

"Ashhhh!" Joy sontak menutup telinganya.

"Ya! Langit! Kau pikir siapa kau seenaknya mengagetkanku! Kau pikir aku takut? Petir sialan!" umpat Joy kesal, sihirnya memang bisa melindungi dia agar tetap kering tapi tidak untuk meredam petir.

"Kau, lebih baik jaga prilakumu, atau kau akan menyesal!" ancam Joy pada langit di atasnya, matanya menatap kesal petir-petir yang berusaha menyambarnya itu.

"Cari anak laki-laki itu sampai ketemu, kita harus membinasakan keturunan mereka...." Joy merunduk dan bersembunyi.

"Prajurit? Mereka mencari Kak Yato?" gumam Joy belan, "Tidak bisa, aku harus menemukan kak Yato sebelum mereka." Dengan perlahan Joy bergerak maju.

"Hemph... Ma, hiks, hiks...."

Joy menajamkan pendengaran dan pandangannya,"Suara apa itu?" gumamnya sambil melihat sekelilingnya.

"Kak Yato!" Joy berteriak, dia menghampiri Yato yang hampir tak sadarkan diri.

Sebelum kesadarannya benar-benar hilang, Joy sudah berada di sampingnya.

"Selamatkan aku...."

"Kami menemukannya! Anak itu di sana!" teriak salah satu prajurit sambil menunjuk ke arah Joy dan Yato. Para prajurit berlari mendekati mereka.

"Diam di tempat! Atau kalian akan terluka!" seru kepala prajurit itu.

Malam itu, saat suasana begitu mencekam, Joy sedang berurusan dengan hidup dan matinya. Tidak, hidup dan mati dirinya dan orang yang sangat spesial baginya.

Puluhan pedang dalam posisi siaga mengelilingi Joy, tak ada celah untuk menghindar.

"Apa yang harus kita lakukan, pak?" tanya salah satu prajurit.

"Sekarang juga, bunuh mereka berdua!" kepala prajurit memberi perintah.

Salah satu pedang di angkat dan mulai bergerak ke arah Joy.

Pyaash!

Cahaya menyilaukan keluar dari tangan Joy, sangat menyilaukan membuat siapapun di sekitarnya akan kesulitan untuk melihat.

Mata Joy berubah menjadi hijau terang, tatapannya tajam menyapu seluruh pemandangan di sekelilingnya. Joy menyeringai.

"Matilah kalian semua!" ucap Joy, lalu ia memejamkan matanya.

Bumi bergetar, angin mulai bertiup kencang, para prajurit semakin gelisah. Perlahan Angin itu mengangkat apapun di sekelilingnya hingga membuat semua melayang-layang di udara.

Di antara benda-benda yang melayang itu, muncul titik-titik cahaya biru seperti kunang-kunang. Cahaya itu bergerak perlahan dan menuju prajurit yang sedang gusar terangkat ke udara.

Craat! Craat! Craat!

Hancur, semua akan hancur jika terkena titik cahaya itu.

"Tolong, argggghh!"

Crooot!

"Aaaaarghhhh!"

Cepraaat!

"Tidaaaak!"

Srooot!

"Ouwsh!"

Prak

Brugh

Ctaar

Syuuuuuhhh....

Suasana mulai senyap, tak ada lagi hujan dan petir, juga teriakkan prajurit-prajurit yang ketakutan, semua telah lenyap. Gemuruh angin perlahan berhenti, titik cahaya sudah menghilang digantikan partike-partikel benda yang hancur tadi, hujan darah menggantikan derasnya hujan air malam ini.

Joy membuka matanya, warna matanya berubah normal kembali. Dia menatap sekelilingnya, merasa bingung dengan apa yang terjadi. Ke mana semua orang? Cairan apa yang menggenang di sekelilingnya?

Kepalanya sakit, pandangannya mengabur.

Bruk!

Joy tak sadarkan diri bersama Yato yang terkulai lemah di sampingnya.

***

"Tuan lihat ini, bukankah ini cantik?"

"Tidak cantik sama sekali!

"Begitukah?"

"Karena kau jauh lebih cantik dari bunga itu...."

"Tuan pintar sekali merayuku."

"Suatu saat, jika terjadi sesuatu padaku. Kau harus lari, jangan berusaha menolongku!"

"kenapa tuan bilang begitu? Aku akan-"

"Jangan membantah, ingat saja itu!"

"Tu-tuan..." Joy bergumam, perlahan ia membuka matanya, tubuhnya tak bisa digerakkan, sesuatu, sesuatu sedang menindihnya.

Perlahan kesadaran Joy kembali.

"Ughh ... di mana ini?" Joy melihat sekelilingnya.

"Le-lepaskan aku! Kurang ajar!" Joy meronta-ronta, tidak terima dirinya diikat.

"Siapa pun, lepaskan ikatan ini!" serunya, tapi senyap. Di ruangan gelap itu Joy hanya sendiri.

Kreeeek...

Suara pintu dibuka perlahan, bayangan seseorang terbayang di ambang pintu itu, tubuhnya tinggi dan tegap.

Joy mengerjap-ngerjabkan matanya, silau.

"Kau sudah sadar?" tanya sosok itu.

Joy mengenali sosok itu, sosok yang selama ini dikaguminya.

"Tuan Yato? Salam dari hamba, tuan. Apakah tuan baik-baik saja?" Joy mencoba memberi hormat semampunya.

"Ya, berkat kau. Lagi-lagi kau menyelamatkanku," perlahan Yato mendekati Joy.

"Sudah merupakan kewajibanku untuk melindungi tuanku."

"Seharusnya kau tidak mencariku!" Yato menatap lurus ke arah Joy. Pikirannya kini kacau, setelah kejadian semalam itu, kejadian yang entah bagaimana bisa membawanya ke tempat ini. Tempat menjijikkan ini, Yato tak tahan lagi.

"Bukan ap-" suara Joy tertahan, Joy memandang tak percaya pada Yato.

"Argh, tu-tuan? Ap-apa yang tuan lakuk-khan? uuughhh...." Joy memegangi jantungnya.

"Bagus! Luar biasa sekali, kau memang hebat Yato!" seru seseorang.

"Ka-kau!" Joy menatap tajam sosok menjijikkan di ambang pintu itu, Rahap, makhluk paling jahat yang pernah ada di bumi ini.

Yato berbalik menghadap Rahap, dia menunduk.

"Su-sudah, sudah ku lakukan kemauanmu. Sekarang, kembalikan keluargaku," Yato menatap tajam Rahap.

Rahap mengarahkan tangannya ke arah Yato,

Ctaarr!

"Ti-tidak, Tuan Yato!!!" Joy berteriak, pemandangan tak menyenangkan dihadapannya itu membuatnya mematung.

"Ka-kau! Monster sialan! Ber- arggghhh."

"Wuahahahaha! Akhirnya, akhirnya akulah manusia terkuat di dunia ini! Kalian semua terlalu bodoh!" seru Rahap merasa kemenangan kini telah berada di tangannya.

"Dan kau, kau sudah tak dibutuhkan lagi, lebih baik cepatlah mati!" ucap Rahap sambil berlalu meninggalkan Joy dan abu Yato.

Joy menatap nanar abu itu, matanya berkaca-kaca. Penyesalan, kini hanya penyesalan yang berkecambuk di hati dan pikiran Joy.

***

"Heh gembel! Sekarang bukan waktunya lo males-malesan, bangun!" bentak wanuta paruh baya itu.

"Hah? Di mana ini?" gadis yang dipanggil gembel itu mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Di mana? Anak ini udah siang masih aja ngelindur! Ayo cepat bangun!"

"Aduh, duh... apa-apaan ini? Kau sudah berlaku tidak sopan, wanita tua!" gadis itu tak terima dirinya dipukuli.

"Heh? Anak ini gak waras ya? Gembel macem lo itu emang gak layak dilembutin! Kurang ajar, berani lo sama gue, hah!" bentaknya.

"Namaku Joy, dan aku bu- eh?" 

-Fin-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro