Sektor B - Hari Kedua
[Kailani: amelaerliana]
Kai berlari. Langkahnya terhenti tepat di perbatasan antara ruang benderang itu dan lorong gelap tempat dia dan Rin tadi menjalin aliansi. Untuk sejenak, dia ragu. Bisa saja seseorang--atau beberapa--keluar dari balik pohon palem, lalu menyerangnya. Mungkin seharusnya dia menunggu Rin atau Tuan Gondrong supaya dapat bersembunyi di balik punggung mereka, tetapi nalurinya berkata tidak apa-apa.
Tadi, dia sudah membaca berbagai artikel tentang tanaman, juga cara bercocok tanam. Ternyata, dia tidak perlu mengkhawatirkan masalah sumber makanan yang menipis. Hampir semua yang ada di ruang serba hijau itu bisa dimakan. Tempat itu benar-benar seperti ... surga.
Kai mendongak. Matanya terpicing saat berusaha melihat apa yang menjadi sumber cahaya di ruangan itu. Terlalu terang, Kai tidak dapat melihat apa-apa selain cahaya yang menyilaukan matanya.
"Sepertinya ruangan ini cukup aman," teriaknya memberi tahu penghuni lain.
Kai melanjutkan penjelajahan. Di ruangan itu bahkan terdapat sebuah kolam ikan dengan teratai beraneka warna yang mengapung di permukaannya. Dia tidak perlu khawatir dengan asupan protein. Dari apa yang dia baca, teratai dapat digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit.
Lelaki itu berusaha mengidentifikasi tanaman-tanaman lain. Sepertinya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, mereka dapat bertahan hidup di tempat itu tanpa kelaparan.
Serumpun tanaman yang tersembunyi di antara tanaman-tanaman lain menarik perhatian Kai.
Belladona.
Kalau tidak salah itu nama tanaman itu. Buahnya berbentuk bulat kecil, berwarna hitam, dan mampu menimbulkan efek halusinasi jika dikonsumsi. Namun, bagian yang paling beracun dari tanaman itu justru adalah daunnya.
Mata Kai berkilat-kilat senang. Dia menemukan senjata yang lebih mematikat dari pisau cukur yang kini tersimpan di sakunya.
"Hei, Kalian!" Kai kembali berteriak. "Tidak ada yang ingin memeriksa ruangan ini bersamaku?"
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
Suara alarm mengagetkannya dan pintu di depannya tahu-tahu terbuka. Memperlihatkan sebuah taman aneh dengan banyak sekali tanaman yang tak ia kenal. Namun anehnya dia merasa familiar dengan beberapa tanaman itu.
Ia pun akhirnya masuk dengan rasa penasaran yang tinggi. Tempat ini indah sekali. Aneh namun indah. Seperti fantasi orang-orang akan surga?
"Silau" gumamnya menengadah keatas. Cahaya ruangan ini cukup terik. Namun rasanya tak alami.
Ia mencoba memetik salah satu buah yang menggantung. Memastikan apakah buahnya juga tidak alami seperti cahaya lampu diatas mereka apa tidak. Dia hanya mengambil satu yang ia kenal sebagai apel.
Nyam.
Oh asli. Ini rasa apel yang ia ingat.
"Aku ikut," katanya mengacungkan tangan ketika ditawari keliling.
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
Saat kakinya keluar, Rin mendengar suara alarm berbunyi nyaring. Beberapa orang berderap menuju satu tujuan; sebuah pintu yang tadinya ingin diledakan. Pintu yang tadinya tertutup rapat, kini menunjukkan sebuah tempat baru, taman indah dengan berbagai macam tanaman.
Penasaran dengan tetap waspada, Rin mendekati tempat itu dan mendapati Kai dan Weiss telah ada di dalamnya. Tak jauh dari tempatnya berada, ada si Koki Gondrong dan Cherry yang sedang bersembunyi.
Tanpa menghiraukan mereka berdua, Rin mengeluarkan pisau dari kotak P3K, kemudian berjalan waspada ke dalam. Bagaimanapun, setiap petunjuk yang ia dapat akan membawanya keluar dari sini.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Melihat Weiss sedang menikmati sebuah apel, Kai pun ikut memetik satu untuk dirinya. Manis. Dia memang lupa masa lalunya, tetapi Kai yakin tidak pernah memakan apel semanis itu.
"Sepertinya, kita tidak perlu khawatir kehabisan makanan," katanya kepada Weiss.
Sambil menaungi matanya dengan tangan, Kai kembali melihat ke atas. Kali ini, dia melihat garis-garis hitam seperti rangka. Cahaya itu adalah cahaya buatan.
Dia melihat Rin sedang memeriksa sekeliling dengan waspada, sedangkan Cherry dan pria gondrong masih terlihat ragu.
Kai menghampiri Rin dan bertanya, "Menurutmu sekarang siang atau malam, Rin?"
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
"Apa pentingnya?" jawab Rin ketus. "Sekarang yang terpenting adalah mengumpulkan petunjuk." Jeda beberapa saat sebelum gadis itu melanjutkan karena Kai tengah memakan sesuatu. "Dan kau jangan sembarangan makan, bisa saja ada tanaman beracun di sini."
Setelah berkata seperti itu, Rin mendekati pintu yang terdapat kata-kata yang tidak asing terpahat di sana. Rasanya familier, apalagi saat menengok ke belakang, tulisan E D E N menyapanya.
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
Perlahan Cherry keluar dari tempat persembunyiannya begitu melihat Kai masuk.
Hingga Akhirnya Cherry ikut masuk begitu Kai meneraiki yang lain untuk ikut.
Asri dan segar. Itu yang Cherry rasakan begitu memasuki ruangan yang dipenuhi tanaman itu--walau Cherry tidak mengenal semua tanaman.
Cherry mendengar suara air yang mengalir, dan dia menghampiri sumber suara itu.
Kolam dengan teratai di atasnya, teratai dengan permata yang berwarna-warni, sangat cantik.
Melihat Rin yang juga ikut masuk, Cherry mengekorinya, walau mereka sedikit menjaga jarak.
"Itu, pintu apa?" Cherry bertanya pada Rin yang sudah sampai lebih dulu di tiga pintu yang terpahat berjejer.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
"Coba lihat ke atas," Kai menunjuk ke langit-langit. "Itu adalah cahaya buatan. Kalau sekarang siang dan tempat ini membutuhkan cahaya buatan, ada satu kemungkinan. Kita berada di tempat yang tidak ada akses ke matahari.
"Oh, masalah makanan. Aku sudah menghafal jenis-jenis tanaman yang aman dikonsumsi. Aku tidak hanya sekadar bermain kartu di komputer tadi," ujar Kai sebelum meninggalkan Rin untuk memeriksa sudut lain ruangan itu.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Yang lain, bahkan Cherry yang sepertinya tadi sembunyi entah di mana, satu persatu mulai memasuki area hijau itu. Samar tercium aroma segar dari dedaunan yang lembab. Sungguh berbeda dengan saat sebelum pintu terbuka.
Perlahan dia melanjutkan melangkah, sembari mengawasi perbatasan lorong dengan area hijau itu. Perpindahan yang drastis antara kedua area membuat pemandangan di hadapannya terlihat terpotong dengan lucu.
Setelah yakin tidak ada suara atau pergerakan yang mencurigakan dari perbatasan bekas pintu kokoh, barulah dia mulai menginjakkan kaki di area hijau.
Empuk di bawah telapaknya terasa menyenangkan. Selangkah, dua langkah. Gemerisik lembut dan nyaman rerumputan dan tanah yang terinjak membuatnya mengambil kesimpulan bahwa dia tipe outdoor sebelum terbangun di tempat asing itu.
"Itu adalah cahaya buatan. Kalau sekarang siang dan tempat ini membutuhkan cahaya buatan, ada satu kemungkinan. Kita berada di tempat yang tidak ada akses ke matahari."
Pemuda bernama Kai yang mengatakan itu.
"Ada satu lagi penyebab kenapa kita diberi cahaya buatan, lho ...."
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
"Pintu keluar," jawab Rin sambil melihat secarik kertas yang tertera di salah satu pintu. "Katakan, apa yang terlintas dalam pikiranmu, saat mendengar Abel, Cain, dan Seth?"
Rin melihat Cherry intens, tidak sabar dengan jawaban yang akan diberikan.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai menghentikan langkahnya. Dia menelengkan kepala ke arah lelaki gondrong yang belum juga menyebutkan namanya itu.
"Apa itu?" tanyanya penasaran.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Supaya siapapun yang ada di dalamnya tidak bisa menyadari perubahan waktu. Mungkin kita bisa menemukan jam, tapi kita tak akan tahu kalau detiknya dipercepat atau diperlambat. Kita juga tak bisa mengandalkan matahari atau benda-benda langit lain," jawab lelaki itu. Matanya memicing ketika tanpa sengaja berhasil menangkap wujud struktur rangka kubah di atas mereka.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Bibir Kai membulat. Rupanya pria urakan itu tidak bodoh juga, pikirnya. Teorinya masuk akal.
"Pintu keluar." Suara Rin terdengar dari kejauhan. Hal itu membuatnya menautkan alis.
*Apa benar semudah itu menemukan pintu keluar?*
"Mungkin kita harus memeriksa apa yang kedua gadis itu temukan," usulnya kepada pria gondrong itu.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Atas usul Kai, dia mengalihkan perhatian dari pemandangan silau yang menyakitkan mata itu dan berganti pada dua sosok perempuan yang menghadap ke sesuatu yang terlihat seperti pintu.
"Wah, nona-nona manis. Sudah empat film kita tak bertemu. Kalian menemukan apa?"
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
"Tidak tahu" Cherry mengendikan bahu, mendekati pintu-pintu itu.
"Seperti istilah? Mungkin? Aku tidak mengenal ketiga kata itu. Menurutmu?" Cherry balik bertanya pada Rin, dia terlihat seperti tahu sesuatu.
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
"Hum...untuk sekarang sepertinya begitu" angguknya kepada Kai.
Ia memperhatikan pintu keluar. Sekali lagi kata-katanya tak begitu ia memgerti. Namun beberapa kata terasa familiar.
Dimana dia membacanya hmm...
"Abel, Cain, Seth..."
"..."
"Alkitab?"
Entah kenapa ia merasa dulu sekali dia orang yang sering membacanya. Tapi dia tak ingat isinya. Jadi dia tak ingat mereka siapa sekarang.
Sayang sekali.
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
"Pintu ini." Cherry menunjuk ketiga pintu itu dengan matanya, "Apa Paman merasa familiar dengan tulisan-tulisan di pintu itu?" tanya Cherry, menatapnya.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Mendengar kata alkitab sama sekali tidak memancing pengetahuan dalam benaknya. Padahal selama ini, setiap kali menyentuh benda atau melihat sesuatu, ingatannya akan menuntun lelaki itu pada pengetahuan yang pernah dia miliki.
Apakah yang disebut dengan alkitab itu, dia sebetulnya ingin tahu. Namun kalau mengingat dari penyebutan namanya, yang berarti: THE BOOK. Bisa dipastikan mengacu pada sebuah buku yang diagungkan atau dianggap sangat penting.
Tanpa sadar kepalanya menggeleng. Membaca bukan forte baginya. Sebaiknya diserahkan pada yang lain saja.
Walau begitu tiga nama yang disebutkan oleh rekan-rekannya tetap memancing satu hal, bahasa Ibrani kuno.
"Apakah kita akan berurusan dengan mitos atau legenda di sini?" gumamnya, ada perasaan tak enak merayap dalam kalimat itu.
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
"Aku sempat membaca bagian sejarah di perpustakaan tadi, tiga kata itu—bukan, tapi nama. Mungkin kalau kita mencari informasi yang lebih di perpustakaan, kita akan menemukan sesuatu."
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
"Kalau begitu, sebaiknya kita mencari dulu ketiga nama itu? Buku di perpustakaan ada banyak, akan lebih baik kalau mencari bersama." Cherry menatap Weiss , Rin, Kai dan Paman itu bergantian, meminta persetujuan mereka.
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
"Kurasa hanya itu pilihan kita sekarang" katanya angkat bahu. Setuju saja.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Kurasa ... aku akan menyiapkan sesuatu untuk makan malam dulu," jawabnya setelah terlihat menimbang-nimbang untuk beberapa saat.
"Kalian duluan saja ke perpustakaan. Kalau ada yang rekues sesuatu bisa kubuatkan juga."
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
Rin memicing, masih ragu dengan "rekan-rekan" barunya. Kai sudah bilang akan di pihaknya, tapi kalau yang lain? Terlalu berisiko untuk membuat aliansi dengan orang-orang asing yang bisa saja berkhianat kapan pun. "Aku tidak ingin mengambil risiko, tapi tidak ada jalan lain kalau ingin cepat keluar dari sini. Ingatlah kalau kalian macam-macam, aku tidak akan segan menyakiti kalian," kata Rin pada akhirnya. Ia menunjuk lelaki urakan yg masih saja bisa bersikap santai di situasi seperti ini. "Terutama kau, Koki Gondrong. Kalau kau ingin membantu, setidaknya perkenalkan dirimu dengan benar."
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai mendekat pada Rin dan berbisik,"Bukankah lebih baik mengikuti mereka dan mengawasi apa yang mereka lakukan, daripaza membiarkan mereka bergerak sendiri."
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Eh? Dibilang harus memperkenalkan diri juga ... aku tak begitu ingat. Tapi baiklah, akan kuusahakan."
Dia berdehem, lalu memulai,"Halo, nona-nona manis. Perkenalkan, aku tak tahu siapa namaku tapi aku yakin bisa memasakkan sarapan sedap untuk kalian setiap pagi. Sepertinya aku penggemar kopi, dan punya keahlian untuk meramunya juga, jadi serahkan manis Caffemocha kalian padaku!"
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
Rin berdecak. Sulit bicara dengan orang sepertinya. Tanpa menghiraukan yang lain, gadis itu melangkah keluar dan menuju perpustakaan.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
"Izinkan aku membantumu, Tuan. Tampaknya kau pandai memasak, aku ingin belajar darimu."
Kai memberi kode pada Rin bahwa dia akan mengawasi si gondrong di dapur.
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
Rin menimbang, Kai ada benarnya, meskipun ia belum bisa memercayai lekaki itu seratus persen. Dilihatnya mereka bergantian. "Ingat perjanjian kita," ancam Rin.
Rin mengangguk.
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
"Baiklah, terserah padamu." Cherry mengangangguk mendengar ancaman Rin. Jujur, ancaman Rin menakutkan, tapi Cherry berusaha bersikap biasa.
Lantas Cherry melangkah lebih dulu meninggalkan perpustakaan, tidak tertarik berbincang dengan mereka lebih lama.
Cherry langsung membuka sembarang buku yang berada di perpustakaan, melihat daftar isinya. Mungkin dengan menyortir judulnya, dia bisa menemukam jawabannya lebih cepat.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Ah, aku tidak diacuhkan lagi ...."
Dia berbalik lalu menuju ke arah kafetaria dengan langkah gontai.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai membuntuti pria gondrong itu ke kafetaria.
"Apa yang bisa kubantu?" tanya Kai. "Maaf, aku tahu kau mengharapkan salah satu nona itu yang membantumu, tapi sepertinya kau tidak punya pilihan lain?"
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Hmm ... tak apa-apa. Biarkan nona-nona yang manis itu memilih pekerjaan yang mereka suka."
Sesampainya di kafetaria dia langsung mencuci tangan dengan sabun, lalu meraih celemek untuk dirinya sendiri dan Kai.
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
Melihat Rin yang memasuki perpustakaan, Cherry menghampirinya.
"Rin, darimana baju itu? Kamu menemukan kamar mandi? Bisa beritahu aku di mana?"
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Masakan apa saja yang kau kuasai ... Rebusan, deep fry, bakar? Bisa pakai pisau?" tanyanya seraya menyerahkan celemek pada Kai.
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
Rin terpaku sekejap. Ia baru menyadari kalau Cherry masih memakai pakaian pasien. Dengan datar ia memberi tahu tempat-tempat tersebut, sambil berpesan, "Jika bisa, aku ingin baju pasien bekas itu, aku bisa memanfaatkannya nanti."
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
Pada bagi tugas ya. Sebagai satu-satunya yang belum milih dia bingung. Ikut para lelaki sebagai seharusnya apa ikut para gadis (biar bisa ikut rute harem).
"Aku ke perpus kalau begitu" katanya akhirnya.
Dia bisa percayai Kai untuk mengawasi Mas Gondrong. Dimatanya dia yang paling rasional untuk mengawasi pria yang sepertinya kurang dipercaya oleh yang lain. Biar dia sendiri yang mengawasi Rin yang entah kenapa dia khawatir bakal melakukan hal aneh-aneh.
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
"Kamu ingin baju pasien ini?" Cherry mengulang kalimat Rin, tidak mengerti apa yang bisa dilakukan dengan baju pasien ini.
"Baiklah, aku memberikannya padamu nanti. Terima kasih sudah memberitahuku letak kamar mandi." Cherry mengangguk kecil, berjalan menjauh dari Rin.
"Oh" Cherry berhenti, kembali menatap Rin, "aku tahu kamu curiga pada kami semua, tapi kalau bisa, percayalah sedikit pada kami. Aku yakin kita berada di situasi yang sama, dan harus keluar bersama-sama juga. Yah, itu pun kalau kamu mau." Cherry berkata cepat, dan pergi meninggalkan perpustakaan sebelum Rin memberinya ancaman lagi.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
"Jujur saja, aku tidak tahu. Tampaknya di masa lalu aku tidak terlalu sering bermain di dapur. Tapi, aku cepat belajar. Kau hanya cukup memberiku contoh." Kai mengambil salah satu pisau dan memainkannya di tangan.
Telunjuknya menelusuri bagian tajam pisau. Ada sensasi yang sukar dijelaskan saat ujung jarinya tergores dan mulai berdarah.
"Maaf. Aku hanya ingin mengetes ketajaman pisaunya." Dia buru-buru meletakkan jarinya di bawah air mengalir.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Melihat kelakuan pemuda itu, dia menghela napas panjang lalu meraih salah satu laci dapur.
"Jangan lupa dicuci bersih dengan sabun juga." Lelaki itu menyodorkan kotak P3K pada Kai.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai menuruti saran lelaki itu. Setelah membalut jarinya dengan plester luka, dia kembali menghampiri si koki.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Pertama-tama, kenakan dulu celemekmu, lalu kita bisa menentukan masakan apa yang akan dibuat."
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai mengenakan celemek. Juga menutupi rambutnya dengan kain slayer agar tidak mengganggu.
"Lalu?"
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Setelah memastikan asisten barunya siap, lelaki itu menggulung lengan bajunya dan mulai menjajarkan bahan-bahan di atas meja dapur.
Bawang bombay, bawang putih, wortel, jamur kancing, jagung pipil, tomat, dan biji barley. Sayuran dulu.
"Kita bisa saja membuat sup untuk 5 orang, tapi sepertinya insting memasakku tak bekerja kalau harus memikirkan resep yang cukup untuk lebih dari 3 orang. Jadi aku berpikir kita buat 2 macam sup atau 3 macam masakan. Menurutmu lebih baik yang mana?"
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
"Aku percaya dengan instingmu. Kau kokinya." Kai meraih wortel dan menimbang-nimbangnya di tangan. "Jadi, aku cukup memotong-motong sayuran ini?"
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Melihat Kai sudah siap memotong, dia segera mengambil alih wortel di tangan pemuda itu.
"Pertama-tama, kuberi contoh dulu. Pastikan talenan rata dan stabil, ya."
Dia mengangkat talenan untuk menunjukkan lipatan lap yang tergeletak rapi di atas meja.
"Lalu genggam pisau dengan erat di tangan dominanmu, tapi jangan sampai pergelangan tangan kaku. Siku agak ditekuk ... kira-kira segini, lalu tangan satu lagi ditekuk jarinya di atas sayur yang akan kau potong. Tahan sayur dengan buku jarimu, lalu perlahan mulai potong."
"Coba usahakan agar potongannya seragam supaya matangnya bersamaan. Sepert ini!"
Dia membelah dua wortel lalu mulai mengiris dari bagian yang kecil, kemudian membelah bagaian yang besar hingga seukuran bagian yang kecil sebelum dipotong-potong menjadi dadu yang seukuran.
Semua dilakukan dengan kecepatan jauh lebih lambat dari biasanya supaya Kai bisa mengikuti dengan mudah.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai mengamati setiap gerakan pria itu, lalu coba menirunya. Potongan pertama berbentuk agak absurd. Kai menggerak-gerakkan pergelangan tangannya sambil kembali memperhatikan contoh yang diberikan pria itu.
Rupanya, pria itu guru yang baik. Dia seperti sengaja memperlambat gerakannya supaya Kai mudah mengikuti.
Di percobaan selanjutnya, potongan sayur yang dihasilkan Kai tampak lebih seragam.
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
Gadis itu hanya melihat Cherry datar, dengan pertimbangan matang, akhirnya Rin pergi ke ruang komputer agar pencariannya lebih cepat.
Rin mengakses setiap e-book yang bisa ia temukan. Abel, Cain, dan Seth tidak absen di setiap pencariannya. Tidak lupa Eden yang menggiringnya pada kata Nirwana. Tiba-tiba, kepalanya berkedut, seperti ada rangkaian informasi yang mendobrak masuk. Kata-kata seperti Nirwana, meditasi, dan teratai—seperti yang ada di taman Eden. Rangkaian ingatan perlahan terbentuk dalam benaknya.
Rin mencoba mencari yang lain, tanaman-tanaman yang aman dan beracun, penggabungan bahan makanan yang bisa menghasilkan toksik, dan sesuatu tentang obat-obatan terkini.
Setelah cukup mendapat informasi, gadis itu berkeliling untuk mengawasi yang lain.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Setelah memastikan Kai sudah mampu mengiris wortel dengan baik, selanjutnya dia menunjukkan cara mengiris bawang bombay, paprika, dan jamur kancing.
"Iris semua bahan ini, sementara aku akan menyiapkan roux untuk supnya."
Lalu dia meraih panci dan mulai menyalakan kompor.
Mereka asyik memasak hingga di atas meja tersedia sepanci besar sup krim ayam, tumisan sosis-paprika, dan garlic bread.
"Dalam sup kutambahkan barley untuk ekstra gizi. Semisal tak suka roti juga sudah cukup mengenyangkan," jelasnya seraya menggantung kembali celemek yang tadi dia kenakan.
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
Sampai di perpustakaan karena yang pertama kali ia terpikirkan Alkitab tentu saja itulah buku pertama yang ia cari. Membacanya pelan.
Tak tahu kenapa rasanya ia sedikit tercerahkan. Setidaknya ia sudah paham kalau nama-nama iti berkaitan dengan awal mula manusia.
Jadi taman itu manivestasi surga?
Ia hanya memejamkan matanya pelan. Sedikit berdoa lagi. Kemudian mengambil beberapa buku untuk ia baca. Beberapanya buku kedokteran yang entah kenapa sekali lagi terasa familiar baginya.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Omong-omong, sambil menunggu yang lain selesai meneliti di perpustakaan, mau kopi?" tanyanya seraya mengacungkan poci kaca berisi cairan hitam yang mengepulkan aroma sedap ke segala penjuru ruangan.
"Kalau tak tahan kafein, aku bisa buatkan cokelat panas juga."
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai tidak yakin apakah dia suka kopi atau tidak, tapi pria itu tampak sangat membanggakan kemampuannya membuat kopi.
"Boleh." Kai ingin mengambil hati pria gondrong itu.
Walau bertubuh besar, pria itu bergerak lincah di dapur.
"Menurutmu apa yang akan terjadi kalau kita tidak sepakat memilih satu pintu? Atau memilih pintu yang salah?" Kai penasaran apa hipotesis si koki urakan kali ini. Setelah percakapan mereka tadi, kini Kai berubah pikiran. Pria itu mungkin lebih cerdas dari yang dia kira. Kalau benar begitu, pria itu jauh lebih berbahaya dari Rin.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Hmm," gumam lelaki itu sembari menuangkan kopi-susu panas-gula dalam takaran yang pas di cangkir.
"Mungkin kita bisa bicarakan dulu baik-baik, apa yang menyebabkan perbedaan pilihan itu. Bagaimanapun, untuk sekarang tujuan kita semua hampir sama, bukan?"
Secangkir besar kopi-susu hangat mengepul tersedia di hadapan Kai.
"Bertahan hidup selama mungkin."
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
Cherry mengganti pakaiannya dengan celana training putih dengan karet pada pergelangan kakinya dan kaos tanpa lengan berwarna abu.
Setelahnya, Cherry mengambil kemeja berpola kotak berwarna biru dongker untuk dia kenakan jika kedinginan nanti, tapi untuk saat ini, Cherry mengikatnya di pinggang.
Cherry keluar dari kamar mandi begitu dirinya telah mengikat rambutnya menjadi ekor kuda, setidaknya rambutnya tidak akan menganggu aktivitasnya nanti.
"Begini lebih baik." Cherry bergumam, meregangkam badannya, kini dia bisa bergerak lebih leluasa.
Lantas dirinya berlari kecil menuju perpustakaan.
Dalam perjalanan menuju perpustakaan, Cherry melewati cafetaria. Sepertinya Kai dan Paman berjenggot itu tengah masak sembari bercakap-cakap. Entah apa yang mereka bicarakan, Cherry tidak bisa mendengarnya dengan jelas.
Berbeda dengan cafetaria, suasana di perpustakaan lebih sunyi, bahkan nyaris tidak terdengar suara apapun. Masing-masing terlihat fokus mencari informasi tentang pintu itu.
Melihat mereka, Cherry merasa dirinya pun tidak bisa berleha-leha. Dia mengitari perpustakaan, mengamati setiap raknya, mencari buku yang sekiranya berhubungan dengan nama-nama di pintu itu.
Langkahnya terhenti begitu melihat buku bersampul emas dengan tajuk 'Red Apel'. Buku itu terlihat sedikit mencolok dibanding buku yang lain, membuat Cherry penasaran dan mengambil buku itu.
Begitu dia membalik buku itu hingga bisa melihat sampul depannya, Cherry terdiam.
Tepat di bawah judul buku itu, terdapat tulisan bersambung 'Cerita di taman Eden.'
Eden.
Kata itu, kata yang Cherry lihat saat meninggalkan taman. Tepat berada di atas pintu besar yang sebelumnya tertutup.
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
Rin menyusuri setiap bilik. Di dapur, Kai dan Si Koki Gondrong tengah bercengkerama sambil minum sesuatu. Di perpustakaan, Weiss sedang membaca buku. Cherry tidak terlihat di mana pun. Akhirnya, daripada mengganggu mereka yang kemungkinan sedang mencari informasi, Rin memutuskan untuk kembali ke taman sebelum memberitahukan temuannya.
Taman Eden begitu asri dan hangat, sekaligus menyejukan. Gadis itu mendekati kolam dengan teratai terapung. Dilihatnya pantulan wajah di antara riak air. Sambil menunggu yang lain kembali, Rin duduk bersila menghadap kolam. Posisinya seperti itu sangat familier baginya. Meditasi. Mungkin dulunya ia memang sering melakukan hal tersebut.
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
Cherry meninggalkan perpustakaan dengan membawa buku itu, berlari kecil menuju taman. Dia ingin memastikan, apa yang dilihatnya sebelum keluar taman tadi benar kata Eden atau bukan.
Di taman, dia melihat Rin yang berada di dekat kolam tapi dihiraukannya. Cherry berjalan lebih jauh agar bisa melihat tulisan itu.
"Eden, benar Eden." gumamnya.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Harus Kai akui, kopi buatan pria itu benar-benar enak. Rasa pahit kopi berpadu dengan pas dengan gurih manis susu gula. Kai benar-benar penasaran, apa profesi lelaki itu sebelum datang ke tempat ini.
"Kau benar. Meski mungkin alasan kita berada di sini berbeda-beda, kurasa tujuan kita pun sama." Kai menyesap kembali kopinya. "Aku sedang berpikir, apakah keluar dari tempat ini adalah pilihan terbaik. Bagaimana kalau di luar sana justru lebih berbahaya? Sedangkan di sini kita punya nyaris semuanya."
"Aku belum berhasil mengingat profesiku sebelumnya, tapi kurasa aku cukup paham tentang tumbuh-tumbuhan, dan kau pandai memasak. Dengan semua yang tersedia di taman itu, kurasa kita tidak perlu khawatir kelaparan."
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Tinggal selamanya di tempat itu, katanya?
Kalau dilihat dari sisi keinginan untuk bertahan hidup, memang pilihan itu yang paling masuk akal saat ini. Tempat mereka sekarang aman, relatif nyaman, dan serba berkecukupan.
Dia menyeruput kopinya sendiri untuk memberinya waktu berpikir.
"Tinggal selamanya di sini mungkin menarik," ujarnya. "Tapi, aku juga khawatir dengan kemungkinan yang terjadi bila kita tak segera memilih salah satu dari 3 pintu."
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
Cherry menghampiri Rin yang berada di dekat kolam setelah menaruh dan selesai membaca--secara sekilas-- buku tadi.
Yang bisa disimpulkan, buku itu bercerita tentang dua manusia yang diciptakan di taman bernama Eden, lalu diturunkan ke bumi karena melanggar peraturan.
Cherry tidak yakin apa yang ditemukannya ini bermanfaat atau tidak, karena itu dia berniat berdiskusi dengan yang lain.
"Dapat sesuatu?" Tanya Cherry sembari duduk di samping Rin.
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
"Banyak," jawab Rin. "Aku sudah tahu pilihan pintu mana yang sekiranya bisa membawa kita pada 'keselamatan'." Dengan masih memandang kolam, ia melanjutkan, "Tapi aku ingin memberitahukannya jika semua sudah berkumpul. Aku tidak ingin lelah dua kali."
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Omong-omong, para nona dan Weiss lama sekali, ya ... Apakah perlu kita susul untuk beritahu bahwa makanan sudah siap?"
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
"Iya. Sepertinya mereka terlalu sibuk mencari petunjuk," jawab Kai. "Kau panggil lah mereka. Aku akan mencuci gelas dan peralatan masak yang kita pakai."
Kai menggulung lengan kemejanya dan meraih cangkir kosong di hadapannya. Dia lupa bawah sejak tadi dia berusaha menyembunyikan bekas luka di lengan kirinya. Kini, guratan-guratan luka terlihat jelas baik olehnya dan pria gondrong itu.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Ketika pemuda itu menggulung lengan bajunya, tanpa sengaja matanya menangkap gurat-gurat bekas luka yang tertoreh di situ. Tanpa berkomentar, dia langsung meneguk habis isi cangkirnya sendiri lalu bangkit dari kursi.
"Baiklah, aku akan panggil mereka. Tolong sekalian cucikan gelasku juga, ya."
Lalu dia melangkah pergi meninggalkan kafetaria.
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
Ditinggal part sekian, akhirnya dia balik ke cafetaria saja. Menemui para lanang-lanang.
Tapi baru sampai si Om malah mau keluar
"Eh?"
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Makanan sudah siap. Kau duduk saja dulu di sana, aku yang akan panggil para nona manis. Apa mereka masih di perpustakaan?"
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
"Mereka di taman kayaknya. Aku ditinggal" katanya angkat bahu.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
"Trims. Aku ke sana dulu."
Dia menyusuri lorong panjang menuju taman. Sudah kedua kalinya, tetapi pemandangan pergantian lingkungan yang drastis itu masih terlihat janggal di matanya.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
"Makanlah. Kita tidak tahu apakah akan bertemu makanan setelah melewati salah satu pintu itu." Kai menuangkan sup ke mangkuk. "Aku sudah memastikan koki itu tidak memasukkan bahan-bahan aneh ke sup ini."
Dan aku sendiri juga tidak jadi meracuni kalian, mungkin kalian masih berguna.
Dengan mengacuhkan weiss, Kai bergegas membongkar isi pantry. Dia mengambil salah satu taplak meja dan membentuknya sebagai buntalan untuk membawa benda-benda yang menurutnya berguna. Roti, air minum, obat-obatan yang dia temukan di kamar, dan tentu saja pisau tajam yang tadi dia gunakan
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
"Oh terima kasih" katanya akhirnya duduk di depan sup yang disiapkan. Dia tanpa pikir panjang menangkupkan kedua tangannya. Berdoa seolah sudah menjadi kebiasaannya. Lalu menyendoknya sedikit.
Tak ada yang aneh sih rasanya. Sepertinya aman.
Sepanjang makan dia hanya mengamati Kai dengan kegiatannya di pantry. Mulai melirik sekitar juga memikirkan apa yang bisa ia ambil.
"..."
Dengan cepat dia menghabiskan supnya karena dia tak suka buang makanan. Lalu ikut masuk pantry. Mengambil kuali yang cukup lebar dan tampak tebal, dan sebuah pisau juga untuk jaga-jaga.
"Kurasa kita tak perlu bawa terlalu banyak barang," katanya ke Kai.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Begitu sosok para perempuan terlihat, langkahnya sedikit dipercepat.
"Heeei ... Nona-nona manis yang di sana, makanan sudah siap. Kalian mau ikut makan bareng?" panggilnya riang.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai mengangguk. "Aku akan meninggalkan buntalan ini kalau ternyata ada bahan makanan di balik pintu," katanya menunjuk ke buntalan berisi roti.
"Ngomong-ngomong. Kau sudah dapat petunjuk pintu mana yang harus kita pilih?
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
"Hmm... Aku belum yakin" gelengnya pelan. Kalau pintu itu berkaitan dengan cerita awal manusia, dia tak yakin akan mengambil Abel.
"Mungkin Seth?" Katanya akhirnya.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai sebenarnya tidak peduli pintu mana yang akan mereka pilih. Menurutnya, tugas itu hanya untuk menguji kekompakan mereka. Jika mereka menghabiskan waktu untuk berdebat dan tidak berhasil sepakat dalam waktu dua jam, mungkin ada konsekuensi buruk yang akan mereka terima.
"Kalau begitu, kau perlu meyakinkan yang lain. Dua jam bukanlah waktu yang banyak."
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
"Baiklah, kita tunggu yang lain." Cherry mengangguk pelan, ikut menunggu bersama Rin.
Belum lama dia menunggu, Paman berjenggot datang menghanpiri mereka, "Heeei ... Nona-nona manis yang di sana, makanan sudah siap. Kalian mau ikut makan bareng?"
"Ayo, kamu bisa menjelaskan rencanamu di cafetaria sembari kita makan." Cherry menoleh pada Rin, mengajaknya.
Lantas Cherry berdiri dari duduknya, "Ya, kami ke sana!" Cherry menyahut, berjalan mendekati Paman berjenggot itu.
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
"Sudah waktunya makan siang?" tanyanya sinis. Gadis itu memutar bola mata. Mungkin lebih bijak mengikuti mereka untuk menghemat waktu sekalian mengisi perut sebagai energi untuk menghajar satu-dua orang. "Baiklah. Semua orang ada di sana kan?"
Rin akhirnya mengikuti Cherry dan Si Koki Gondrong kembali ke dapur.
Di dapur, telah ada Kai dan Weiss sedang berbincang. Rin menghampiri keduanya lantas bertanya, "Kalian sudah memutuskan?"
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
Akhirnya semuanya sudah berkumpul. Dengan ini sekarang mereka bisa mendiskusikan pilihan mereka.
"Aku belum yakin. Kau mau pilih yang mana?" Dia malah tanya balik.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
"Aku akan mengikuti suara terbanyak, karena kurasa mereka ingin mengadu domba kita. Percuma buang energi memperdebatkan pintu mana yang harus dipilih."
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
"Seth," jawabnya singkat. "Dengar, aku akan mempersingkat ini. Abel, Cain, dan Seth. Tiga anak Adam yang dipercaya sebagai manusia-manusia yang pertama menduduki Bumi. Untuk alasan tertentu, Abel dibunuh Cain. Cain dimusuhi Seth sampai mati. Seth jadi penerus ayahnya memimpin Bumi. Besar kemungkinan selamat kalau kita memilih pintu Seth berdasarkan cerita itu."
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
"Hmm...aku memikirkan hal yang sama kalau begitu. Aku tak yakin dengan apa yang akan didapat kalau memilih dua pintu lainnya. Apalagi pintu Abel," katanya mengangguk pelan.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
"Mungkin akan mengantarkan kita ke surga, seperti Abel," celetuk Kai. Dia merasa penjelasan Rin cukup masuk akal. "Aku setuju dengan kalian."
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Setelah lama terdiam, lebih terlihat asyik dengan makanan si piringnya sendiri, akhirnya dia mulai ikut bicara, "Kalau begitu, kita semua sepakat, untuk memilih Seth ... ya?"
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai menoleh pada Cherry yang sejak tadi lebih banyak diam. "Kau punya pendapat lain?"
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
Rin menatap nyalang pada Kai. Mereka harus satu suara, suara terbanyak memilih Seth. Kenapa malah memancing pikiran lain di saat genting seperti ini?
"Seth," tegasnya.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai hanya mengangkat bahu dengan malas ketika mendapat pelototan dari Rin. Empat orang sudah memilih Seth. Kalau Cherry masih punya akal sehat, harusnya gadis itu juga akan memilih pintu yang sama.
"Kalau begitu, sebaiknya kita bergegas ke pintu. Aku sudah menyiapkan perbekalan untuk berjaga-jaga," usulnya. Entah sudah berapa lama mereka bercakap-cakap. Seingatnya, mereka hanya punya waktu dua jam.
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
"Baiklah, Seth." Cherry menyetujui yang lain. Toh, dia pun belum memutuskan untuk memilih sebelumnya.
Cherry mengangguk. Lantas, dia memeriksa saku celananya, merasakan apa botol obatnya masih di sana.
"Kamu membawa air minum kan?" tanya Cherry pada Kai.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
"Tentu saja." Kai mengedik ke arah buntalan yang sudah dia siapkan. "Tapi kalau kamu mau membawa beberapa botol lagi untuk cadangan, silakan."
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
"Sepertinya tidak perlu." ucap Cherry.
Jika Kai sudah membawanya, dia tidak perlu merepotkan dirinya dengan membawa lebih.
"Kalau begitu kita pergi sekarang, kan?" Cherry menatap yang lain.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Menunggu yang lain selesai bicara, lelaki itu membereskan piring-piring kosong. Untuk panci dan wajan yg masih berisi makanan dibiarkan dulu.
Matanya tertuju pada laci berisi biskuit keras. Mungkin menyimpan beberapa bungkus di saku tidak akan mengurangi jatah yang lain.
"Aku setuju saja. Kita pergi ke pintu sekarang?"
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai melirik Rin.
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
"Paman mau memimpin jalannya?"
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
"Ayo, jangan buang waktu lagi. Bawa barang seperlunya, kita tidak tahu bisa ke sini lagi atau tidak," kata Rin sambil memicing pada mereka satu per satu. Ia sendiri memasukkan beberapa roti yang ada di lemari pendingin sebagai perbekalan ke dalam kotak P3K. Setelahnya, gadis itu bergerak ke taman dengan masih memperhatikan yang lain.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai membiarkan yang lainnya lewat. Tidak lupa membawa buntalannya.
Dirogohnya saku celana, memastikan plastik pembungkus makanan yang tadi telah dia cuci masih ada di sana. Dia akan berusaha mampir ke rumpun semak yang tadi dia temukan untuk memetik beberapa helai daun belladona.
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
Cherry mengikuti Rin menuju taman. Berjalan di belakangnya.
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
Hanya mengikuti semuanya sambil membawa kuali dan dua buah roti. Sementara pisau dia sembunyikan di kotak p3k mini di balik jaketnya tadi.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Ketiga kalinya dia menginjak taman aneh itu. Mungkin yang terakhir juga. Jadi dia mencoba menikmati pemandangan sebisanya, sambil berjalan bersama yang lain.
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
Sebelum memilih pintu, Rin mengingatkan Cherry, "Kau bawa baju pasienmu?"
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
Cherry menatap Rin. Dia benar-benar lupa dengan baju pasiennya.
"Aku lupa. Sebentar kuambilkan." Cherry membalikkan badannya, hendak mengambil baju pasien di kamarnya.
Tapi langkahnya terhenti, dia berbalik menatap Rin, "memangnya mau digunakan untuk apa baju pasien itu?"
Entah kenapa firasatnya buruk, menilik sifat Rin yang masih memiliki gerak-gerik belum mempercayainya, seakan seolah-seolah bisa melenyapkan Cherry kapan saja membuat Cherry tidak yakin baju pasiennya akan digunakan untuk hal yang tidak berbahaya.
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
"Tidak perlu," jawab Rin akhirnya. Sudah ia duga. Lagi pula hanya akan buang-buang waktu saja kalau dipikirkan. "Ayo."
Rin menempatkan sidik jempolnya di pintu Seth. "Bawa kami pada kebebasan, Seth," gumamnya.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Kai tiba paling akhir. Dia bersyukur, tampaknya tidak ada yang menyadari bahwa dia sempat menghilang sebentar.
Sambil menyeringai lebar, dia ikut maju ke sisi Rin. "Tidak masalah jari yang mana saja, kan?" tanyanya sambil menempelkan seluruh telapak tangan kanannya ke pintu.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Tanpa bicara, dia ikut menempelkan jari pada pintu yang sama dengan rekan-rekan nya yang lain. Ada sedikit perasaan yang familier timbul saat itu.
"Kira-kira ... Apa yang akan muncul di balik pintu ini, ya?"
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
Ia meneguk ludah pelan. Hanya menempelkan jempolnua ke pintu di depannya.
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
Melihat yang lain sudah menempelkan jarinya di pintu. Cherry mendekati pintu dengan tulisan Seth.
Cherry mengangkat tangannya bersiap menempelkan jarinya.
"Semoga saja pilihan kami benar," batin Cherry, lantas menempelkan jari telunjuknya pada pintu.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Mendengar auman yang menggetarkan tulang itu, mau tak mau dia menoleh ke asal suara. Matanya membulat, mencoba tak percaya dengan apa yang terlihat.
Makhluk yang seperti keluar dari serial fantasi.
"Ini ... Sungguhan?" gumamnya.
Tanpa sadar kakinya melangkah mundur, tetapi terhalang pintu. Ketika dia mencari cara untuk membuka, malah menemukan hitungan mundur.
[ ### ]
[Kailani: amelaerliana]
Wajah Kai sontak berubah pias. Dia melemparkan buntalan bahan makanan yang dia bawa ke salah satu semak di dekat pintu. Yang terpenting sekarang adalah menyelematkan diri dari monster menyeramkan itu.
Matanya menangkap deretan angka yang berkedip setiap detiknya. Dia pun langsung menyimpulkan, angka itu penunjuk waktu.
"Sepertinya pintu itu baru terbuka setelah sepuluh menit. Sebaiknya kita berpencar untuk menyelamatkan diri," desis Kai pada yang lainnya
Dia menunggu respons yang lain. Menjadi yang pertama kali bergerak berisiko menarik perhatian monster itu.
[ ### ]
[Alex: Catsummoner]
Matanya mencari-cari sesuatu untuk dilemparkan pada makhluk itu. Apapun boleh. Lalu dia teringat pada kue kering dalam sakunya.
"Jangan lari! Menghindar saja, tapi jangan lari! Melangkah perlahan untuk tidak memancing agresivitasnya."
[ ### ]
[Cherry: justNHA]
Cherry menoleh ke sumber suara dengan wajah pias. Hanya mendengar aumannya Cherry sudah mengenali makhluk itu.
Tapi begitu dia menoleh dan melihat makhluk singa dengan dengan ekor ular dan berbadan kuda itu membuatnya semakin terdiam dan panik.
Bagaimana bisa ada makhluk seperti itu? Dan muncul begitu saja di atas pohon kurma!?
Cherry yang berniat berlari menyelamatkan diri berhenti begitu mendengar kalimat Paman itu.
Perlahan, dia mundur menjauhi pohon kurma itu.
[ ### ]
[Rin: rafpieces]
Bukannya terbuka, pintu itu malah menunjukkan hitungan mundur. Ditambah sekarang ada seekor hewan hibrida yang dikenal sebagai Chimaera. Sepuluh menit ia harus bertahan, atau mati di tangan makhluk itu.
Koki Gondrong sudah memperingati. Namun, Rin tidak bisa diam saja dan menunggu hewan buas itu memakannya. Dengan perlahan, gadis itu membuka kotak P3K, mengeluarkan kain dan pisau.
[ ### ]
[Weiss: Graizonuru]
Kenapa bisa-bisanya ada makhluk seperti ini di dalam ruangan? Sepuluh menit? Mereka harus menghindari itu selama sepuluh menit? Bagaimana caranya coba.
Ia mengambil pisau di dalam kotaknya. Lalu menggenggam kualinya kuat.
Jangan lari.
Sepertinya kata-kata Mas Gondrong bisa dicoba. Siapa tahu dia hanya kayak beruang yang kalau kita lari kita auto dikejar. Jadi dia mundur perlahan saja dengan kedua tangan memegangi kuali kedepan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro