Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29. Ilyas dan Penyakit Orang Mati

|| 29: Ilyas's pov | 3917 words ||

"Absurd, 'kan?" tukas Toren. "Penyakit karena protein menular memang pernah ada, dan memang menyerang otak, tapi tidak mengubah orang jadi zombie. Makanya, menurutku—"

"Diamlah," potongku, lalu menatap Cal. "Lanjutkan, Cal."

Toren berdecak. Tangannya meraih rubik di atas nakas lagi. "Harusnya aku ikut mendengar saat orang itu bicara sama Cal. Aku yakin, aku bakal mengingat kata demi kata—"

Kurebut rubik itu dari tangannya dan menghantamkannya ke atas nakas. "Kalau begitu, kenapa kau diam saja di dalam seperti pengecut? Kenapa bukan kau yang keluar mengantar para tamu sampai ke mobil mereka? Kau takut digigit zombie? Kau kira Cal kebal zombie kalau dia digigit di depan pintu? Bahkan yang membuka pintu saat kami pertama tiba di sini adalah Kamelia, bukan kau."

Toren menggertakkan rahangnya. Tatapan matanya berubah nyalang. Dia berdiri dan menunduk menatapku. "Kau mau berkelahi? Kau kelihatannya benci sekali padaku sejak pertama tiba di sini. Bukan hanya kau yang pernah dipukuli oleh Ibu Raiva, tapi kau bersikap seolah jadi satu-satunya korban paling menderita. Haruskah kuingatkan kalau temanmu dulu cuma aku? Karena tidak ada yang mau berteman dengan pengecut cengeng yang menangis dan sembunyi setiap saat—"

Aku ikut berdiri dari kursiku. Kali ini, aku yang menunduk karena puncak kepala Toren bahkan tidak mencapai garis daguku. Dia hanya sedikit lebih tinggi dari Cal. Detik itu juga, aku mulai bertanya-tanya, bagaimana bisa dulu aku takut sekali padanya. Bagaimana bisa aku tidak pernah melawan saat dia mengerjaiku dan merebut barang-barangku. Bagaimana bisa aku diam saja saat dia memanggilku zombie Ilyas, jamur, anak yatim (di saat dirinya sendiri juga yatim-piatu), boncel, dan nama-nama ejekan lainnya.

"Kau bukan temanku," kataku tajam. "Dan sebagian besar pukulan yang kudapat memang salahmu karena kau yang mengadu pada Bu Raiva, menuduhku untuk semua kenakalan yang kau dan kawananmu lakukan."

"Kau keluar saja, deh," usul Cal pada Toren. Gadis itu duduk di kasur sambil melipat kedua lengannya di depan dada. "Bantu Kamelia membereskan sisa makan dan minuman para tamu tadi. Aku bisa menjelaskan sendiri ke Ilyas."

"Oke." Toren menggertakkan giginya, lalu berderap ke pintu dengan gusar. Dia hampir menabrak Joo yang masih berjalan mengelilingi lorong menidurkan Emma.

Aku kembali duduk ke kursiku. Suasana hatiku jadi bertambah buruk. Rasanya aku ingin segera angkat kaki dari tempat ini.

Kemudian Cal menarik kursiku mendekatinya, dan entah kenapa itu membuat pemberat imajiner di hatiku menghilang.

"Jadi," kata gadis itu semangat. "Katanya, wabah ini dari protein. Aku tidak paham, tapi aku yakin Randall bilang begitu. Protein spion itu apa?"

"Prion, Cal."

"Ya, itu!" Cal menepuk tangannya, lalu dia meninju bahuku. "Benar! Dia bilang itu! Apa itu?"

"Protein ...." Aku mengusap bahuku sambil merancang-rancang kalimat yang mudah diterimanya. "Sel tubuh semua manusia punya protein. Mereka mengikat oksigen, mengangkut nutrisi, menjaga keseimbangan cairan tubuhmu, bahkan membantu pembentukan antibodi untuk melawan penyakit yang masuk ke tubuhmu."

Cal menelengkan kepalanya. "Kayak kurir?"

Aku tersedak karena menahan tawa. "Mirip. Tapi fungsi protein lebih banyak dan kompleks dari itu. Enzim di tubuhmu itu protein. Yang membangun dan memelihara jaringan tubuhmu juga protein."

"Mereka kedengarannya baik. Jadi, kenapa si Kepala Polisi menyalahkan mereka buat penyakit?"

Aku diam sebentar, memikirkan cara menjelaskannya agar Cal mengerti.

"Kau tadi bilang protein seperti kurir," kataku. "Kau tahu tidak semua kurir menjalankan fungsinya dan beberapanya justru membahayakan pelanggan? Kurir preman, pencuri, pembobol rumah pelanggan, dan yang secara ilegal menduduki bangunan pribadi milik orang lain untuk jadi markas."

Cal mengangguk.

"Protein juga begitu. Protein punya proses pelipatan. Saat mereka melipat dengan benar, mereka bekerja dengan efektif. Saat mereka salah melipat, dan jumlahnya jadi banyak sampai terkumpul jadi satu, mereka akan mengganggu fungsi sel yang tadinya mereka bantu. Jika menumpuk terlalu banyak dalam waktu lama, itu mengakibatkan kematian sel."

Aku diam sebentar dan teringat Nenek Aya.

"Kau ingat nenek tetanggaku yang agak pikun itu?"—Cal mengangguk lagi—"Sebagian besar orang yang sudah tua biasanya punya masalah memori, perubahan sifat, mudah kebingungan, kesulitan dalam mengikuti percakapan seperti Nenek Aya. Penyakit neurodegeneratif—"

"Duh, pakai bahasa manusia saja!"

"—seperti ini biasanya disebabkan terkumpulnya protein yang salah melipat, mengakibatkan kematian sel, dan merusak otak, hingga terjadi penyakit fatal seperti demensia. Alzheimer disebabkan penumpukan protein amyloid dan protein tau yang salah melipat. Parkinson disebabkan penumpukan protein alpha-synuclein yang juga salah melipat."

Cal mengerjap. "Dan itu menular?"

"Biasanya tidak." Aku bersandar ke sandaran kursiku. "Bahkan kesalahan pelipatan protein itu wajar terjadi. Tubuh manusia punya cara untuk menanganinya. Protein-protein ini biasanya bisa dipecah oleh protease—" Aku diam sebentar karena menyadari wajah Cal berkerut sedemikian rupa. Kubiarkan dia menyerapnya pelan-pelan sebelum melanjutkan lagi. "Tapi ada satu protein yang kesalahan pelipatannya tidak bisa dihancurkan, ia kebal dari enzim yang mencoba membenarkannya, bisa menjadi patogen, dan bahkan bisa membuat protein normal lain ikut salah melipat. Yaitu prion."

Cal kembali mengangguk-angguk.

"Kau mengangguk karena ingin aku melanjutkan penjelasan saja dan bukan karena kau sungguh-sungguh mengerti, ya?"

"Aku mengerti, kok." Cal mengatakan ini seraya masih menganggukkan kepalanya. "Kepalaku bergoyang supaya informasinya masuk."

Aku menepuk muka.

"Jadi, prion itu menular?"

"Penyakit prion sebagian besarnya sporadis. Artinya ia bisa muncul begitu saja tanpa diketahui apa persisnya penyebabnya dalam diri seseorang. Beberapa kasusnya keturunan—jika seseorang memiliki penyakit prion, kemungkinan besar anaknya juga memiliki penyakit yang sama. Tapi ada juga prion yang bersifat patogen, seperti penyakit sapi gila, kuru, dan Creutzfeldt-Jakob Disease."

Cal tercengang. "Koit felt?"

"Creutzfeldt—"

"Koit—"

"Sudahlah." Aku melambaikan tangan menepis usahanya. "Sejujurnya, Cal, aku juga ragu wabah zombie disebabkan oleh prion. Penyakit prion tidak ditularkan lewat gigitan. Ia menular jika kau mengonsumsi daging sapi yang memiliki penyakit ini, atau dalam proses medis jika alat-alat medis yang bersangkutan terinfeksi prion, atau injeksi, atau transfusi darah."

Selain itu semua, masa inkubasi penyakit zombie juga tidak seperti penyakit prion. Bahkan jika gigitan zombie bisa dikategorikan sebagai metode penularan lewat aliran darah, seharusnya ada perbedaan masa inkubasi tergantung banyak sekali faktor—dosis patogennya, jenis infeksinya, waktu yang ditempuh patogennya untuk menembus sawar darah otak ....

Ditambah waktu yang dibutuhkan untuk prion menginfeksi protein normal lain sampai dengan penumpukannya dalam otak. Mustahil terjadi hanya dalam 6 jam.

"Prion itu bukan organisme hidup, Cal," kataku lagi. "Berbeda dengan parasit yang menginvasi sel untuk bertahan hidup atau mereplika diri—"

"Hah?"

"Berbeda dengan parasit yang memasuki badanmu dan membuatmu sakit," ulangku agar dia bisa lebih mengerti, "parasit semacam virus, bakteri, atau cacing—mereka masuk ke tubuhmu karena begitulah cara mereka bertahan hidup. Barangkali sel-sel tubuhmu bisa jadi sumber nutrisi mereka atau tempat untuk berkembang biak. Tapi prion berbeda. Mereka tidak 'hidup' sejak awal. Mereka tidak berkembang biak seperti bakteri atau mereplika dirinya seperti virus. Mereka hanya protein yang salah melipat dan akhirnya memengaruhi protein normal lain agar menjadi abnormal seperti mereka. Pembentukan patogen dan penumpukannya butuh waktu lama. Karenanya, penyakit prion punya masa inkubasi yang sangat lama. Kau bisa saja terinfeksi saat masih muda dan baru merasakan gejalanya di usia senja. Masa inkubasi pada pasien penyakit prion yang paling singkat, setidaknya 15 bulan. Sedangkan pada wabah zombie, masa inkubasi selalu 6 jam.

"Kedua, penyakit prion selalu berujung kematian begitu gejalanya terlihat. Sedangkan wabah zombie justru membuat penderitanya tidak bisa mati.

"Ketiga, gejala penyakit prion tidak seekstrem wabah zombie. Kau lihat Nenek Aya—wanita itu melupakan banyak hal, membicarakan sesuatu secara acak di waktu-waktu tidak terduga, dan sering tidak nyambung saat diajak bicara. Hampir kehilangan daya pikir dan fungsi otak, ya, tapi tidak agresif atau bersifat kasar seperti zombie—"

"Izin interupsi, Yang Mulia." Cal mengangkat jari telunjuknya dan menyetopku. "Kau salah di kalimat terakhir itu. Karena zombie tidak kasar maupun agresif."

Aku mengernyit. "Apa?"

"Aku tidak sepintar dirimu, tapi aku berhadapan dengan lebih banyak zombie seumur hidupku. Zombie memang memakan otak, dan hanya itu alasan mereka kelihatan menyerang manusia. Serge—si kakek tua Eskepet di kampungku itu—pernah berkata padaku bahwa zombie yang melihat kita, itu sama saja seperti kita melihat sepiring nasi dan paha ayam goreng sedap. Apakah kau akan menyebut manusia yang berusaha menggigit paha ayam goreng sebagai tindakan agresif dan kasar? Kurasa tidak. Tipe 1, contohnya—mereka lamban, pelupa, otak dengkul, dan hampir tidak pernah menggunakan tangan mereka. Mereka memang akan langsung mencoba menancapkan giginya ke kepalamu, tapi mereka lebih lembut daripada kucing. Coba, deh, kau peluk Tipe 1 sesekali. Pada dasarnya, mereka tidak kasar. Refleks mereka memakan otakmu sama seperti refleksmu menyuap sesendok nasi. Zombie mulai sedikit agresif saat naik jadi tipe 2 dan 3, lalu 4. Sedangkan kita sudah sependapat bahwa urutan tipe zombie ini adalah urutan zombie yang mulai sembuh dan mulai kembali jadi diri mereka sendiri. Artinya makin tinggi tipe zombie, makin manusia juga mereka. Dengan kata lain, manusia lebih agresif dari zombie."

Kali ini, aku yang tercengang.

"Benar," renungku lagi. "Ya, kurasa aku salah menggeneralisasi. Jika aku mau menyamaratakan semua zombie dan menarik kesimpulan, seharusnya aku melakukannya berdasarkan dari tipe 1, bukan tipe di atasnya."

Cal mengangkat dagunya dan tersenyum lebar, tampak bangga sekali pada dirinya sendiri.

"Keempat." Aku melanjutkan, membuat senyum Cal turun karena rupanya aku belum selesai. "Penyakit prion tidak ada obatnya dan tidak bisa disembuhkan. Padahal, kita berkesimpulan kalau zombie memakan otak manusia agar mereka bisa kembali mendapatkan fungsi saraf dan otak mereka lagi, bukan? Tapi, Cal, jika benar wabah ini disebabkan prion, maka itu akan meruntuhkan kesimpulan kita. Karena, bukan hanya tak memiliki penyembuh, penyakit prion juga ditularkan ke manusia karena memakan otak sesama manusia."

Cal berjengit. "Siapa yang memakan otak sesama manusia secara sengaja saat dirinya sendiri masih manusia?"

"Suku Fore," jawabku. "Suku yang pernah memiliki tradisi kanibalisme. Mereka memakan tubuh anggota keluarganya yang meninggal sebagai bentuk penghormatan karena mereka percaya ini bisa memfasilitasi perjalanan ruh keluarganya jika mereka yang memakannya ketimbang membiarkan serangga atau organisme lain yang menguraikan jenazahnya. Sebagian besar wanita dan anak-anaknya memakan otak dan sumsum tulang belakang, sementara para pria memakan dagingnya. Maka dari itu penderita penyakit prion—mereka menyebutnya 'kuru'—lebih banyak diderita perempuan dan anak-anak. Karena prion lebih banyak ditemukan pada jaringan otak dan sumsum tulang belakang."

Cal menjatuhkan badannya sampai telentang di kasur. Tangannya terentang. Dia kelihatan kecewa.

"Tapi aku yakin si Kepala Polisi bilang ini bermula dari si prion."

"Randall bisa saja salah," kataku. "Bahkan jika terjadi mutasi ... Esc-z-3­ lebih menyerupai virus ketimbang prion."

"Oh, satu lagi." Cal mendadak bangun. "Aku baru ingat gara-gara kau membahas otak. Randall bilang, dulunya para zombie tidak memakan otak. Mereka juga tidak disebut zombie, tapi scrapie. Randall bilang, para zombie ini baru mulai memakan otak beberapa bulan sebelum Tembok W dibangun. Dan pembangunan Tembok W juga memiliki tujuan yang sama sekali berbeda dari yang selama ini diajarkan pada kita. Saat aku bertanya apa maksudnya, dia hanya tersenyum, terus pamit masuk ke mobilnya."

Aku mendesah, tidak tahu harus kesal ke siapa—ke Cal yang ingatannya parah, atau ke Randall yang secara sengaja memberikan jawabannya hanya ke Cal.

"Apa lagi yang dia katakan?" Aku mendesak. "Coba ingat lagi. Barangkali ada sesuatu yang penting tapi luput kau bilang padaku. Tidak masalah sekecil atau setidak penting apa pun."

Cal memutar-mutar bola matanya. Lama dia berpikir seperti itu, sampai Joo masuk kembali ke kamar sambil membawa Emma yang pulas di gendongannya.

Cal berdengap.

"Apa?" desakku penuh harap.

"Dia bilang, aku mengingatkannya pada seseorang." Cal menepukkan kedua tangannya satu kali dengan nyaring, seolah yang dia beberkan adalah informasi terpenting. "Perempuan yang pernah dikenalnya, namanya Btari. Aku tidak yakin, tapi dia mengatakannya seperti pujian."

Akibat suara dan tepukannya, Emma terbangun dan merengek lagi.

Emma sudah tertidur lagi dengan menguasai salah satu kasur seorang diri. Joo duduk di lantai dengan punggung menyandar ke kasur yang ditiduri Emma. Cal juga bersiap untuk tidur. Dia menggelar dua lapis selimut tebal di lantai sebagai alas—karena kalau merasa terlalu nyaman di kasur, bisa-bisa dia susah bangun cepat jika ada bahaya, ujarnya.

Aku turun ke lantai bawah untuk mengantar nampan yang sudah kosong dengan ceret dan cangkir-cangkir kotor. Saat ke dapur, kulihat Kamelia masih bangun dan menyesap minuman hangat di samping konter.

"Toren cerita," kata gadis itu saat aku mencuci ceret dan cangkir-cangkir di wastafel. "Mengenai prion dan pertengkaran kalian. Maafkan dia, ya. Seperti yang kubilang, dia juga iri karena kau diadopsi. Dia bersikap begitu buat pelampiasan."

"Hmm," jawabku singkat, lalu bergegas menyelesaikan cucian di wastafel karena merasa tidak nyaman.

"Aku tidak dengar keseluruhan," kata gadis itu lagi, "tapi aku yang berjaga di pintu saat Cal mengantar para polisi itu ke mobil mereka. Untuk bagian 'ini semua bermula dari prion', aku dengar. Jadi, Esc-z-3 itu memang protein menular?"

Aku menjawab sejelas dan sesingkat mungkin, "Tidak," sambil berharap dia tidak bakal memperpanjang percakapan.

Namun, Kamelia bertanya lagi, "Kenapa?"

"Karena sifat patogennya lebih menyerupai virus ketimbang protein. Lagi pula, diagnosis penyakit prion membutuhkan proses analisis yang panjang dan biopsi otak. Sementara pasien zombie dalam masa inkubasi bisa dideteksi hanya dengan alat pengecek darah khusus."

"Proteinnya bisa saja bermutasi atau mengalami rekayasa seperti di film-film lawas itu." Kamelia mengangkat bahu. "Toren bilang, salah satu yang bikin prion itu menakutkan adalah kemampuannya berkembang sampai resistan terhadap jenis pengobatan antiprion sekali pun. Bagaimana kalau proteinnya berkembang jadi penyakit zombie?"

"Tetap tidak masuk akal," tukasku. "Prion memang mengembangkan resistansi terhadap obat-obatan. Jika terjadi mutasi, yang akan kita dapatkan adalah kematian yang lebih cepat. Mortalitas yang lebih tinggi. Sementara yang terjadi pada zombie adalah imortalitas—meski mereka terlihat mati, mereka semua masih hidup."

"Hmm." Kamelia mengangkat sebelah alisnya. Matanya menelaah cangkirnya yang sudah kosong. Gadis itu berjalan ke arahku, lalu meletakkan cangkirnya di wastafel. "Titip."

Aku meraih tisu di meja dan mengelap tangan. "Cuci sendiri. Aku sudah selesai."

Kamelia mengerutkan sebelah pipinya dan tersenyum kecut.

"Padahal dulu, membalas ucapanku saja kau tidak berani." Meski mengatakan itu, dia tetap menyalakan keran untuk mencuci cangkirnya sendiri. Aku baru akan angkat kaki dari dapur ketika Kamelia bicara lagi. "Tapi, Ilyas, Kepala Polisi itu tidak bilang penyakit ini disebabkan prion. Dia bilang, ini bermula dari prion."

Dari Anonymous: Ilustrasi chara Escapade made with AI. Ini dikirim tahun lalu, tapi baru bisa ke post. Maap yaaa Bang Anonymous 。゚・ (>﹏<) ・゚。



ヾ(*゚ー゚*)ノ Thanks for reading

Secuil jejak Anda means a lot

Vote, comment, kritik & saran = support = penulis semangat = cerita lancar berjalan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro