Bab 6
Milea tidak menyangka kalau malam ini akan menjadi malam terpanas dalam hidupnya. Berawal dari gaun merah marun, alkohol, serta sentuhan kecil lalu meledak menjadi gairah yang ternyata tidak mudah dihentikan. Tidak ada yang menduga kalau Milea telanjang bulat sepanjang malam dan Kevin tidak memberinya kesempatan untuk tidur. Setelah bercinta di dalam mobil yang sempit, Kevin membawanya masuk ke motel. Mengira kalau mereka akan tidur dan beristirahat tapi ternyata salah. Begitu tubuhnya direbahkan di atas ranjang, Kevin kembali mencumbunya.
Mereka berdua tidak peduli kalau bangunan motel ternyata sudah cukup tua dengan perabot yang mulai usang. Ranjang besar, sofa panjang dekat dinding dengan meja bulat, televisi yang terpasang di dinding. Meski barang model lama tapi tetap terawat dengan baik dan bersih. Kevin sempat memikirkan untuk mencari hotel yang lebih besar dan bagus tapi nafsu mendahului niatnya.
"Aku suka dadamu, besar, padat, dan menggairahkan." Kevin melumat puting dan meremas kedua dada bergantian. "Milea, kamu punya harta karun dalam tubuhmu yaitu dada ini."
"Benarkah, Pak?" tanya Milea, jarinya mengusap rambut panjang Kevin dan menyukai tekturnya yang lembut.
Kevin mengangkat kepala dari dada Milea dan tersenyum, membelai pinggang, paha,lalu ke selangkangan.
"Semua yang ada padamu indah dan menggairahkan."
"Saya? Bikin gairah?"
"Sangat, kamu membuatku selalu ingin membelai dan mencumbu."
Milea menggigit bibir dengan mata berkabut gairah. Entah karena alkohol atau memang nafsu, tapi Milea benar-benar menyukai apa yang dilakukan Kevin pada tubuhnya. Menggeliat saat Kevin mencumbu dadanya. Ia sedikit malu-malu menyentuh tubuh Kevin yang tegap dan harus dituntun melakukannya.
"Kamu pingin sentuh tubuhku di bagian mana saja, lakukan. Jangan malu-malu. Aku suka sentuhanmu."
Milea memberanikan diri membelai pundak, bahu, serta lengan. Mengecup bibir lalu membelai rahang. Menyimpan apa yang dirasakan hari ini, tentang tekstur kulit serta aroma keringat dari tubuh mereka ke dalam pikiran terdalam. Kelak selain mengenang juga untuk menggambarkan dalam tulisan.
"Tubuhmu kokoh, Pak."
Milea mengusap perut yang rata dan berotot, menyapu bagian atas selangkangan yang berambut dan menahan napas saat melihat kejantanan yang menegang. Milea sering melihat organ tubuh laki-laki di internet. Sengaja mencari foto untuk mendukung tulisannya tapi baru kali ini melihat secara jelas dan langsung. Ternyata milik Kevin jauh lebih indah dari apa yang ada di internet.
"Pegang kalau mau, nggak usah malu-malu."
Melakukan apa yang diminta Kevin, Milea memegang kejantanan dan mengusapnya lembut. Kevin mendesah dengan bibir terkatup. Milea menggerakan tangannya makin cepat dan mendengar erangan.
"Gadis kurang ajar, sengaja ingin menyiksaku?" ucap Kevin dengan suara serak. "Sekarang giliranku untuk menyiksamu."
"Hah, maksudnya apa, Pak?"
"Kenapa? Takut disiksa?"
"Bukan, tapi, aah!"
Kevin membalikan tubuh Milea, mengusap selangkangan dan memastikan kalau sudah basah. Menekuk tubuh Milea dan menarik paha untuk membuka. Setelah itu memasuki dengan pelan tapi penuh kekuatan.
"Siaal! Enaknya kamu Milea."
Milea mengerang saat Kevin bergerak di atas tubuhnya. Ia menelungkup, mencengkeram permukaan sprei dengan tangan terjulur, tubuhnya bergerak maju mundur karena tekanan dari Kevin. Keras, panas, dan brutal, percintaan terjadi antara keduanya dengan intensitas tinggi. Tidak pernah terpikir dalam benak Milea kalau orang yang akan mengajarinya bercinta adalah Kevin. Seorang dirrektur sekaligus pimpinannya. Dalam satu kali kesempatan bersama dan berakhir di tempat tidur beradu peluh.
"Milea, apa kamu sadar kalau kamu sangat panas dan binal?" desah Kevin di antara gerakan keluar masuk di belakang tubuh Milea. Jarinya terulur ke depan tubuh Milea untuk meremas dada yang membusung. "Semua yang ada padamu sangat menyenangkan."
Milea tidak bisa berkata-kata, tenggelam dalam nafsunya sendiri. Hanya bisa mengerang dan mendesah, sementara Kevin ada di atas tubuhnya. Terlalu larut dalam hasrat panas yang membakar jiwa. Kevin terlalu brutal, dan dirnya menerima semua kebrutalan itu dengan senang hati hati layaknya istri melayani suami. Padahal bukan begitu hubungan mereka. Tidak ada yang peduli selama nafsu memegang kendali.
Selama menginap di motel, Kevin seakan tidak memberinya kesempatan untuk beristirahat. Terus menerus memicu gairahnya dengan beragam cumbuan dan sentuhan. Laki-laki itu seolah tidak pernah puas dengan percintaan satu atau dua sesi. Ingin lagi dan lagi dan anehnya Milea pun tidak bisa menolak.
Siapa yang bisa menolak laki-laki bertubuh tegap dengan belaian luar biasa lembut? Siapa yang sanggup mengabaikan rayuan berbisa tentang percintaan yang tidak pernah habis untuk dilakukan. Kevin bukan hanya mengajarinya bercinta tapi juga menunjukkan kalau sebuah cumbuan tidak hanya membuat tubuh bergelenyar, jantung berdetak lebih kencang tapi juga kedut tak nyaman di area intim. Hal-hal tidak senonoh yang dilakukan Kevin padanya membuat Milea tidak habis pikir. Ternyata laki-laki dan perempuan telanjang bulat di kamar meskipun tidak menjalin hubungan cinta tapi karena hanya berdua saja, maka percintaan tidak bisa dihindari. Jangan-jangan memang selama ini otak dan hatinya penuh kemesuman karena semua tulisan-tulisan yang dibuat. Satu ciuman dari Kevin membuat pertahanan Milea luluh lantak.
"Buka pahamu lebih lebar, biar aku tunjukkan apa itu kenikmatan dengan sebuah cumbuan."
"Pak, malu soalnya—"
"Bukannya udah dicuci?"
"Iya, memang. Tetap saja malu." Milea berusaha untuk menolak meski dengan setengah hati. Sejujurnya ia ingin tapi gengsi.
"Nggak usah malu. Kalau mau belajar, mending lakukan saja semuanya kenapa jadi malu-malu?"
Milea yang awalnya malu dengan gugup menyingkirkan tangan dari area intim. Kevin membuka pahanya lebih lebar, mengusap perlahan dan tersenyum kecil.
"Perawan yang kini nggak lagi perawan, ketagihan bercinta Milea? Gimana, bercinta itu enak bukan?"
Milea tidak sanggup berkata-kata, mendesah perlahan saat bibir Kevin menyapu kemaluannya. Tidak pernah dirasakan hal yang demikian intim, dicumbu bagian dalam dan inti tubuhnya. Kevin menggunakan lidah dan bibir untuk mempermainkan kewarasan Milea.
"Aaah, Paaak."
Erangan Milea membuat Kevin tersenyum, menggerakkan lidah dan bibir lebih cepat dan menyukai gelinjang yang ditimbulkannya. Ia sendiri sangat menikmati kebersamaan Milea. Meskipun masih perawan tapi ternyata tubuh Milea sangat enak dan lentur untuk diajak bercinta. Tidak menyangka kalau perempuan yang terlihat cupu dan lugu ternyata menyimpan hasrat seksual yang sangat besar.
"Nikmati saja, Milea. Nggak apa-apa kalau kamu mau teriak. Yang kencang teriaknya, ya. Nggak ada yang peduli di sini meskipun kamu teriak."
Milea mengikuti apa kata Kevin, berteriak kencang karena tubuhnya seakan didorong oleh kekuatan luar biasa yang memporak-porandakan kewarasannya. Bagaimana bisa sentuhan lidah dan bibir di area intim bisa seperti ini? Milea bergerak menyamping saat Kevin mengangkat kepala dari area intimnya.
"Basah sekali. Sayang kalau tidak dimanfaatkan."
Kevin berbaring di belakang Milea, mengangkat satu paha dan menyatukan diri dari belakang. Percintaan dengan tubuh keduanya berbaring menyamping membuat Kevin dengan leluasa meremas dada dan mengecupi bahu Milea. Keduanya saling meremas, Milea sesekali mengangkat wajah utuk melumat bibir Kevin.
"Bagaimana kalau aku nggak bisa berhenti bercinta sama kamu Milea?"
Tidak ada jawaban dari Milea tentang pertanyaan Kevin, karena dirinya juga kebingungan. Bagaimana kalau tidak bisa berhenti bercinta? Tidak mungkin tinggal selamanya di motel hanya untuk bergumul satu sama lain.
"Paak, kalau gitu ini yang terakhir," bisik Milea di antara desahan.
"Terakhir untuk malam ini, aku sepakat Milea. Tapi tidak untuk hari kita nanti."
Milea tidak ingin memikirkan hari selanjutnya, membiarkan dirinya dibuai kemesraan yang seakan tidak pernah padam. Kevin bukan hanya memeras tenaga tapi juga ketenangannya.
Setelah percintaan ketiga, mereka istirahat untuk makan. Kevin memesan layanan kamar berupa nasi goreng yang hambar tapi berharga mahal. Milea yang kekenyangan mengeluh ngantuk dan Kevin membiarkannya. Tubuh telanjang mereka berpelukan dalam keadaan tertidur. Kenyataannya berbeda, Milea tidur tidak lama karena terbangun lagi oleh sentuhan Kevin. Nafsu kembali terpicu dan keduanya melenguh dalam hasrat yang dalam dan membara. Tidak terhitung lagi berapa kali mereka bercinta hingga akhirnya lunglai dan lemah.
"Aku puas sekali, Milea. Bagaimana kamu?" tanya Kevin sebelum ambruk ke samping tubuhnya.
"Iya, Pak . Saya juga sangat puas," jawab Milea dengan jujur.
"Kamu bukan hanya imut dan lucu tapi juga menggemaskan."
Gambaran Kevin tentang dirinya membuat Milea membayangkan seekor kelinci berbulu putih yang gemuk.
"Pak, kok kayak binatang, ya?"
"Siapa bilang? Kamu yang aneh kalau pujianku malah diibaratkan binatang."
Milea tersenyum, tidak menolak saat Kevin merengkuh dalam pelukan. Setelah percintaan yang panas, pelukan hangat akan menjadi obat yang menenangkan.
Kevin mengecup lembut dahi Milea. "Tidurlah, kamu pasti lelah."
Milea mengangguk tanpa kata, memejam dalam pelukan Kevin dan akhirnya terlelap. Dengan tubuh santai oleh cinta dan diselubungi rasa puas serta bahagia.
Matahari sudah naik di atas kepala saat Milea mengerjap, menggeliat untuk meredakan tubuh dan ototnya yang kaku dan pegal. Dengkur halus terdengar dari samping. Kevin yang tidur menghadap dinding. Menyingkap selimut, celingukan mencari pakaiannya yang tersebar di lantai dan ujung ranjang. Memakai perlahan dan sebisa mungkin tidak ada suara.
Ia masuk ke kamar mandi untuk buang air kecil, softlennya sudah terlepas tadi malam dan kali ini Milea memakai kacamata setelah membasuh wajah bergegas keluar. Dengan tas di lengan ia berdiri di ujung ranjang. Menatap Kevin yang pulas ia menarik selimut untuk menutupi tubuh.
"Pak, saya pulang dulu, daah!"
Milea berbalik, keluar dari kamar dengan gerakan perlahan. Sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Menutup pintu di belakang ia berjalan cepat ke arah jalan raya, melewati deretan motel dengan pintu tertutup. Untungnya ada banyak taxi lewat depan motel, Milea melambaikan tangan untuk menghentikan taxi warna kuning dan menyebutkan alamat kontrakannya.
Ia masih sempat menoleh ke arah motel sebelum memfokuskan pada jalanan. Malam yang panjang dan panas baru saja dilaluinya. Sekarang ia bukan lagi perawan, tubuhnya tidak sama lagi dengan nafsu besar yang ternyata mengendap dalam dirinya. Milea tidak tahu harus bagaimana menghadapi Kevin saat dikantor. Semoga saja setelah percintaan tadi malam, Kevin tidak memecatnya.
.
.
.
Di Karyakarsa sudah mendekati ending.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro