Bab 3
Johan perlahan melepaskan pelukannya ada tubuh Lady yang montok dan menggairahkan. Berusaha payah meredakan hasrat karena yang ada di hadapannya sekarang adalah mantan adik iparnya. Tidak pantas kalau dirinya punya pikiran macam-macam.
"Mau minum, Kak?" tanya Lady sambil tersenyum. Dada yang besar masih tegak menantang.
"Boleh, mau minuman yang dingin kalau ada."
Lady mengedipkan sebelah mata dan gerakan bahunya membuat dadanya naik, memperlihatkan belahan yang menggoda.
"Duduk dulu kalau gitu, Kak. Biar aku buatkan minuman dingin."
Johan tidak mau duduk, malah mengikuti Lady ke dapur. Pandangannya tertuju pada pinggul molek yang bergerak menakjubkan. Kulit Lady yang bersih dan mulus dengan betis dan paha yang ramping, membuat jakun Johan turun naik.
Ia berdehem, berpura melihat-lihat rumah di mana dulu pernah ditinggali sebelum bercerai dengan kakaknya Lady. Johan berdiri di dekat wastafel memperhatikan Lady yang menyeduh es sirup. Terlihat segar dan menggoda seperti halnya Lady. Muda, cantik, dan molek.
"Umur berapa kamu sekarang?" tanya Johan.
"Dua puluh tiga."
"Masih kuliah?"
"Masih, lagi urus skripsi."
"Sudah punya pacar?"
Lady menggeleng dengan mimik sedih, menghela napas panjang. "Belum, Kak. Nggak ada yang mau sama aku. Jelek mungkin."
"Masa sih?"
"Iya, masih jomlo aku tuh."
Lady mengulurkan gelas berisi sirup dingin, Johan menerima sambil tersenyum. Mengamati lebih jelas tubuh mantan adik iparnya yang berlekuk. Dada yang besar dan montok, pinggang ramping, kulit putih, serta paha yang mulus. Tanpa sadar ia menelan ludah. Kejantanannya mengeras karena sudah lama tidak berdekatan dengan perempuan. Puting Lady yang muncul dari balik kaos membuat nafsunya bangkit.
"Sayang sekali, padahal kamu cantik dan sexy," pujinya.
Lady terbelalak. "Benarkah?"
"Hooh, hanya orang buta yang bilang kamu jelek. Karena itu, ups! Sorry!"
Tubuh Johan mendadak berayun ke depan, membuat gelas berisi jus tumpah di bagian depan dada Lady. Menciptakan bercak basah.
**
Seorang gadis yang duduk di kursi roda terkesiap saat mendengar suara deheman. Ia menutup layar ponsel dan tetap bersikap tenang. Bab baru mantan kakak ipar baru saja keluar, ingin membaca lebih banyak tapi mendadak ada suara memanggil dan membuatnya menunduk malu. Tidak boleh ada yang tahu kalau dirinya suka membaca cerita mesum bahkan kakaknya sendiri.
"Kiara, kamu anteng banget duduk di situ. Ngapain?"
Kiara tertawa lirih lalu mendongak ke arah kakaknya. "Baca cerita, Kak. Blooming series yang lagi hits."
"Ah, kamu suka cerita itu rupanya. Tiga bersaudara dengan nama-nama bunga, benar?"
"Benera banget. Aku suka nama-nama tokohnya ada Lavender, Krisan, dan Aster."
Kevin mendekati adiknya yang baru saja menginjak usia dua puluh tahun. Membungkuk untuk mengusap rambut lembut Kiara yang dikuncir ekor kuda. Kaki yang lemah dan tidak bertenaga membuat seorang gadis ceria menjadi murung. Hanya berteman dengan pelayan serta cerita di ponsel saja. Untungnya Kiara menyukai cerita-cerita romantis untuk menghibur saat di rumah.
"Siapa penulis favoritmu?"
Kiara menggigit bibir dengan wajah bersemu merah.
"Eh, kenapa malu-malu gitu?"
"Kak, kalau aku kasih tahu jangan marah, ya."
"Kenapa harus marah? Wajar tiap orang punya penulis favorit?" Kevin bertanya sambil menaikkan sebelah alis. "Ayo, bilang. Kamu suka sama siapa."
Kiara kebingungan sesaat lalu menjawab lirih. "Lady Erotica."
Kevin ternganga mendengar jawaban adiknya, tidak menyangka kalau Kiara mempunyai selera yang sedikit di luar dugaan.
"Kamu suka cerita mesum? Lady Erotica bukannya penulis porno nomor satu di aplikasi kita?"
"Nggak semua tulisannya porno, kok. Serial brother itu cukup bagus. Aku suka yang itu. Sama satu lagi yang Step Father. Aku juga suka dan itu nggak porno! Dia memang kebanyakan porno tapi ada yang nggak dan aku suka yang nggak. Kakak jangan salah paham. Rata-rata yang aku baca yang smut aja."
Penjelasan panjang lebar dari adiknya membuat Kevin tergelak. Ia mengusap-usap rambut Kiara dengan gemas. Adiknya yang lugu ini sudah berumur dua puluh tahun, bahkan kalau menonton porno pun boleh apalagi hanya membaca. Rupanya rasa malu membuat Kiara gugup dan perlu untuk menjelaskan situasi.
"Kiara, nggak masalah kamu suka Lady Erotica. Menurutku tulisannya rapi dan dia termasuk salah satu penulis populer. Bisa dibilang salah satu penghasil uang terbanyak. Nggak usah malu."
Kiara berusaha untuk tetap tenang sambil tersenyum kecil. Ia sangat suka dengan Lady Erotica sampai-sampai membaca semua ceritanya bahkan yang porno sekalipun. Hal yang ingin disimpan rapat-rapat dan tidak perlu memberitahu kakaknya. Tidak peduli betapa dekatnya mereka.
"Kakak mau pergi dulu. Malam ini bisa jadi pulang sangat larut. Kamu di rumah sama Bude."
"Oke, Kak."
Sebenarnya Kevin tidak tega hampir setiap malam meninggalkan adiknya sendiri di rumah. Memang ia membayar seorang perempuan berumur setengah abad untuk mengawasi dan menemani Kiara. Selain itu ada belasan pelayan dan satu perawat yang bergantian menjaga selama dua puluh empat jam. Semestinya tidak masalah tetap saja Kevin merasa kuatir.
Ponselnya berdering saat hendak masuk ke mobil. Panggilan dari sekretarisnya.
"Ya."
"Pak, mereka membawa boss besar langsung dari Tiongkok. Saya akan siapkan penerjemah untuk Anda."
"Boleh, kamu suruh si Milea ketemu aku di lounge."
"Milea, Pak? Bukannya masih terlalu baru untuk—"
"Nggak ada bantahan."
"Ah, baik, Pak."
Setelah mematikan panggilan Kevin menuju lounge di mana akan bertemu dengan klien. Siapa pun pasti bertanya-tanya kenapa dirinya memilih Milea. Hal yang sama ingin ditanyakan pada dirinya sendiri kenapa begitu terobsesi dengan gadis itu. Dari awal bertemu beberapa bulan lalu, selalu merasa kalau Milea menarik minatnya. Tanpa tahu apa yang membuatnya tertarik.
Milea memang cantik tapi banyak perempuan yang lebih cantik dan lebih anggun di sekitarnya. Bisa jadi karena tubuhnya yang mungil kontras dengan dadanya yang besar? Kevin merasa otaknya kotor setiap kali mengingat bagaimana dada Milea sangat penuh dan telapaknya hampir tidak muat. Membayangkan bisa menyentuh lebih lama membuat Kevin menghela napas panjang. Baru kali terobsesi dengan dada perempuan. Padahal tidak kurang-kurang perempuan yang ingin dekat dan kenal dengannya. Kevin merasa otaknya perlu diperiksa karena punya pikiran mesum dengan pegawainya sendiri. Sampai-sampai tidak tahan untuk tidak mengecup bibir yang lembut.
**
Milea merasa tertipu, saat mendengar kabar kalau sahabatnya hamil dengan kondisi lemah dan muntah, dalam benaknya ada Laura yang pucat, kurus, dan terbaring tak berdaya di atas ranjang. Kenyataannya justru tidak demikian. Laura memang tidak memakai make-up tebal tapi tetap saja mengoleskan bedak tipis, memakai gaun rumah yang modis warna merah muda dengan lipstik yang merona dan glossy. Milea mendengkus tanpa sadar. Belum sempat mengutarakan protes, Laura dengan gaya seorang nyonya menjentikkan kedua jari ke arahnya.
"Duduk di sini! Pelayan lagi siapin makanan kesukaan lo dan gue juga lagi nganggur!"
Milea mengenyipit lalu menghenyakkan diri di samping Laura. "Katanya muntah-muntah, kok kelihatan segar?"
"Ada yang namanya obat penghilang mual dan juga dokter pribadi." Laura mencengkeram dagu Milea dan melotot. "Lo dipukul lagi?"
Milea menggeleng, berusaha berkelit dari mata tajam Laura. "Nggak gitu. Ini bukan karena dipukul."
"Milea, kita kenal udah puluhan tahun. Lo pikir gue bisa dibohongi. Siapa yang mukul? Orang tua lo?"
Kali ini Milea tidak dapat mengelak. "Iya, semalam mereka datang bawa Galuh. Minta duit, gue nggak kasih lalu ngamuk."
"Sialan!"
"Ssst, orang lagi hamil jangan marah-marah, nggak baik buat bayi," tegur Milea. Tersenyum pada sahabatnya yang terlihat luar biasa cantik meskipun sedang hamil. "Uang gue aman. Hape yang ada M-banking ada di laci kantor. Jadi mereka nggak tahu kalau gue ada tabungan."
Luar menghela napas panjang, melepaskan cengkeraman di dagu sahabatnya dan bersedekap dengan kesal. Dari dulu cerita Milea tentang orang tuanya selalu memancing emosinya. Temperamental, suka merampas uang, dan semena-mena. Mereka harusnya bersyukur Milea bukan anak keras kepala yang akan menganiaya orang tua karena banyak orang akan melakukan kekerasan bila terus ditindas.
"Pasti bukan karena uang aja. Mereka minta apa lagi?"
Milea merebahkan kepala di bahu Laura. "Minta gue datang ke acara perjodohan. Padahal itu dilakukan juga demi uang."
"Heran, ya, di dunia ini orang jahat macam orang tua lo itu malah berumur panjang."
"Entahlah, gue sendiri juga heran. Nggak peduli kemana pun gue pindah, mereka selalu nemu aja. Bikin gue jadi susah gerak."
"Mungkin lo harus pindah ke apartemen."
"Mungkin, kalau uang gue cukup. Sekarang ini mau nabung dulu kalau pindah bisa langsung beli bukan nyewa. Minimal yang kecil jadi gue nggak perlu pindah-pindah lagi terutama cari yang jauh dari orang tua."
"Rajin nulisnya biar cepat dapat duit."
"Siap, Boss."
Laura meminta pelayan menghidangkan nasi goreng buntut sapi dengan acar dan juga tumis sawi putih. Selama hamil sulit sekali menelan makanan tapi demi menemani Milea diusahakan untuk makan sedikit. Selesai bersantap, keduanya berencana untuk bersantai di ruang tengah menunggu Eliano yang sedang pergi bersama sang papa. Sayangnya rencana mereka berantakan saat Milea menerima telepon dari sekretaris kantor.
"Dandan yang cantik dan wangi, kamu ditunggu Pak Kevin di Kartika Lounge. Ada klien dari Tiongkok."
Milea mengakhiri panggilan dengan pandangan melamun. Mengamati penampilanya di cermin. Kaos oblong putih dan celana denim biru. Bagaimana bisa bertemu klien dalam kondisi begini? Bisa-bisa dipecat karena dianggap mempermalukan Kevin. Ia mengalihkan pandangan pada Laura yang sedang mengetik di ponsel.
"Luara, gue butuh pertolongan."
Luara mengangkat wajah. "Butuh duit berapa? Gue transfer sekarang."
Milea menggeleng cepat lalu berujar panik di di depan Laur. "Bukan duit tapi bantuin gue dandan. Laura, gue harus temenin boss gue ketemu klien di lounge sedangkan penampilan gue kayak gembel gini!"
"Hah, weekend gini masih kerja?"
Milea menelan ludah. "Iya, ini dadakan. Barusan aja ditelepon. Aduh gimana ini. Gue harus pulang sekarang buat ganti baju!"
"Mau kemana lo?" tanya Laura saat melihat Milea meraih tas dari atas sofa.
"Pulanglah."
Laura tersenyum dan mengedipkan sebelah mata. "Serahkan sama ahlinya. Lo cukup duduk diam dan biarkan gue yang ngerjain! Urusan penampilan apalagi cuma ke lounge, hal kecil buat gue."
.
.
.
Di Karyakarsa update bab 25.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro