Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 13

Kevin meminta tiga pegawainya untuk pulang lebih dulu sedangkan dirinya dan Milea menuju ke rumah sakit bersama sopir. Di jalan tak hentinya menelepon Retno untuk bertanya kabar tentang Kiara. Milea yang duduk di sampingnya meremas tangan di atas pangkuan karena ikut kuatir. Ia sedikit banyak mendengar tentang si adik yang menurut orang-orang tidak pernah keluar karena sakit. Tidak ada yang tahu sakit apa yang diderita Kiara karena sedikit Kevin sangat protektif dengan adik satu-satunya itu.

Milea mendengar selentingan dari orang-orang suka bergosip di pantry, kalau Kiara mengalami kecelakaan dan membuatnya lumpuh. Semestinya itu informasi yang cukup akurat kalau saja beberapa orang tidak membumbui dengan beragam dugaan serta menambah dramatis masalah.

"Dari yang aku dengar, katanya Pak Kevin rela nggak nikah demi adiknya."

"Kenapa memang adiknya?"

"Agak cemburuan dan pemarah. Pak Kevin takut kalau istrinya nanti nggak cocok sama adiknya."

"Mungkin jadi orang cacat makanya cemburuan."

"Saking cinta sama adiknya, Pak Kevin mendirikan anak perusahaan ini khusus untuk aplikasi menulis dan hiburan. Adiknya suka baca cerita katanya."

"Kakak yang hebat, ya. Kalau menikah pasti jadi suami yang hebat juga."

"Sayangnya, laki-laki sehebat dia nggak mungkin bisa dimiliki."

Dari semua gosip yang beredar serta banyaknya percakapan yang didengar, Milea yakin kalau hanya sedikit bagian yang mendekati kenyataan. Orang-orang memang senang bergosip dan menambah-nambahi masalah padahal belum tentu benar adanya.

Tiba di rumah sakit mereka bergegas menuju IGD. Seorang perempuan paruh baya menyapa Kevin.

"Pak, Kiara sedang diperiksa."

Kevin yang setengah berlari hingga meninggalkan Milea jauh di belakang sedikit tersengal. "Gimana keadaannya?"

"Napasnya sudah stabil dan ruamnya mulai menghilang."

Milea yang berhasil menyusul dengan berlari, berdiri tegak untuk mengatur napas. Menatap Retno yang matanya memerah karena menangis.

"Bagaimana bisa ruam dan asma muncul bersamaan, Bude?" tanya Kevin.

Retno menggeleng. "Saya juga kurang tahu, Pak. Tadi sore dapat kiriman paket ada nama Pak Kevin di sana."

"Paket apa?"

"Isinya cokelat. Merek yang biasa Pak Kevin belikan untuk Kiara kalau pulang dari luar negeri."

"Kiara memakannya?"

"Iya, hanya beberapa potong dan setelah itu tersengal lalu muncul ruam."

Kevin mengusap wajah dan mengucek mata, berjalan cepat meninggalkan Retno serta Milea menuju ke ranjang adiknya. Menarik kursi duduk di samping Kiara yang memakai alat bantu pernapasan.

"Gimana? Udah nggak sesak napasnya?"

Kiara mengangguk. "Udah lega, Kak. Tinggal ruamnya."

Kevin mengangkat lengan adiknya dan mengamati bercak serta ruam kemerahan yang menyebar di seluruh lengan. Ia yakin kalau ruam yang sama juga ada di sekujur tubuh adiknya.

"Kamu mau menginap atau pulang?"

"Pulang aja, Kak. Aku nggak suka di rumah sakit."

"Ya sudah, Kakak bicara dengan dokter dulu."

Saat Kevin pergi, Milea memberanikan diri menghampiri ranjang Kiara dan menyapa.

"Halo, Nona. Nama saya Milea, penerjemah Pak Kevin."

Kiara menatap Milea yang bicara sangat sopan padanya. Cantik dan mungil tapi terlihat lelah, bisa jadi karena Kevin mengajaknya ke rumah sakit setelah bekerja. Kiara merasa heran karena baru kali ini ada pegawai yang dibawa bertemu dengannya.

"Milea, bisa nggak jangan terlalu sopan. Aku rasa kita nggak beda jauh umurnya."

Perkataan Kiara yang lembut dan sopan membuat Milea sedikit terkejut. Segala rumor buruk tentang di adik yang menurut banyak orang sangat menjengkelkan ternyata tidak terbukti. Milea tersenyum lembut, duduk di samping Kiara.

'"Kalau gitu, mulai sekarang aku akan bicara lebih santai sama kamu."

Kiara mengerjap. "Aku lebih suka gitu."

"Kamu alergi apa?"

"Kacang."

"Nggak tahu di dalam cokelat ada kacangnya?"

"Entahlah, karena ada isi pistachio di dalamnya. Aku pikir cokelat yang biasa aku makan. Nggak sadar kalau dicampur kacang tanah."

"Untung kamu cepat dibawa ke rumah sakit."

"Hooh, Bude gerakannya cepat. Kamu kerja di perusahaan pusat? Kenapa aku nggak pernah dengar nama kamu sebelumnya?"

Milea menggeleng. "Aku di anak perusahaan, tepatnya dibagian De Jong publising dan entertaiment."

"Ah, kamu di bagian aplikasi?"

"Benar sekali."

"Berarti kamu yang menerjemahkan banyak naskah yang dari penulis Tiongkok?"

"Salah satunya itu. Kenapa? Kamu suka baca, ya?"

Dari percakapan selanjutnya Milea tahu kalau ternyata Kiara adalah penggemar bacaan roman. Sekarang ia tahu kebenaran dari kabar kalau Kevin membuat aplikasi baca salah satu alasannya adalah demi sang adik. Sungguh dedikasi yang luar biasa dari kakak untuk adik tercinta.

Kevin menyela obrolan dua gadis tentang cerita roman dengan kabar kalau Kiara sudah bisa pulang. Retno yang sedari tadi menunggu di luar sambil terkantuk-kantuk dengan sigap membantu Kiara mengambil kursi roda.

Dengan penuh kelembutan Kevin mengangkat tubuh Kiara dari atas ranjang ke kursi roda dan Retno yang mendorongnya.

"Milea, kamu nginap aja di rumah. Besok libur'kan?" celetuk Kiara di luar dugaan semua orang.

Milea bertanya bingung. "Nginap di rumah kamu?"

Kiara mendongak dengan penuh harap pada kakaknya. "Gimana, Kak? Boleh nggak Milea nginap di rumah kita?"

Kevin menatap adiknya yang bertanya dengan penuh harap lalu mengangguk tanpa ragu. "Tentu saja, Milea bisa nginap di rumah kita. Kamu pinjamin dia baju ganti."

"Beres! Ada banyak baju ganti di lemari. Yang belum terpakai pun banyak, Milea bisa pakai apa saja yang dia mau."

Milea hanya melongo, mengikuti langkah kakak beradik di depannya. Ia belum mengatakan persetujuan untuk menginap dan mereka sudah membuat keputusan untuknya. Mau tidak mau ia menurut saja.

Milea tidak sempat mengagumi betapa besar dan megah rumah yang dihuni Kevin serta Kiara karena begitu menginjak lantai ruang tamu, diajak masuk ke kamar. Kiara dengan ceria membuka lemarinya yang besar dan menunjuk isinya.

"Milea, kamu pilih yang mana saja yang cocok buatmu."

"Aku hanya butuh baju tidur," jawab Milea.

"Nggak, kamu butuh buat besok juga. Nggak mungkin kamu pagi-pagi pulang. Harus sarapan di sini."

Bicara terlalu cepat membuat Kiara terbatuk. Milea menghampiri dan menepuk lembut pundaknya.

"Kamu nggak apa-apa? Butuh obat?"

Kiara menggeleng. "Nggak, aku cuma senang aja ada teman. Selama ini cuma ada Bude sama Kak Kevin, rasanya bosan sekali. Milea kamu mau jadi temanku bukan?"

Permintaan Kiara yang penuh harap membuat Milea tersentuh. Ia duduk di depan kursi roda, menepuk-nepuk jari Kiara yang bertaut di atas pangkuan. Gadis cantik yang kehilangan kemampuan untuk berjalan, begitu segar, ceria, dan punya pribadi yang menyenangkan. Milea akan sangat senang bisa dekat dengan Kiara.

"Tentu saja, aku senang jadi temanmu."

Senyum Kiara menguar dan membuat wajahnya menjadi bercahaya. Ruam-ruam di kulitnya mulai memudar seiring dengan bekerjanya obat yang diminum.

"Aku juga senang Milea."

Demi menyenangkan hati Kiara, Milea memilih dua setel pakaian. Untuk tidur dan dipakai esok hari. Kebetulan ukurannya tidak jauh beda dengan Kiara. Ia juga menggunakan produk perawatan kulit milik Kiara yang semuanya berasal dari merek ternama. Beberapa di antaranya seperti milik Laura.

Selama kegiatan membersihkan muka dan berganti pakaian, Kiara tidak pernah lepas dari sisi Milea. Mereka bercerita banyak hal terutama tentang novel. Hingga akhirnya tercetus kalau Kiara sangat menyukai Lady Erotica. Milea yang mendengar pengakuan itu melongo.

"Kiara, bukannya Lady Erotica kebanyakan nulis porno?"

Kiara menggeleng cepat. "Nggak porno-porno amat, kok. Kayaknya lebih tepat dibilang smut gitu. Tahu artinya smut'kan?"

Milea tidak percaya mendengar pembelaan Kiara. Baru kali ini ada yang bilang kalau tulisan Lady Erotica bukan porno. Ia memang tidak pernah menggambarkan adegan sex secara vulgar, tetap saja menurutnya bukan cerita yang pantas dibaca setiap orang.

"Lagian umurku udah dua puluh lebih. Masa nggak boleh baca begituan?"

"Kamu suka ceritanya yang mana?"

"Aku suka semua terutama yang series sama yang baru ini."

"Mantan kakak ipar?"

Kiara mengangguk cepat. "Benar, aku suka bacanya. Sayangnya lambat sekali updatenya."

Milea memang akhir-akhir ini jarang menulis karena sibuk dengan pekerjaan kantor. Kalau pun menulis, tidak terlalu banyak dan yang penting hanya untuk memenuhi janjinya pada pembaca. Ia tidak menyangka akan bertemu pembacanya di kehidupan nyata, sungguh hal yang luar biasa.

"Sebagai penerjemah dan orang kantor, aku punya akses khusus ke penulis. Bukan bicara secara langsung tapi menghubungi lewat email. Nanti kalau kerja aku sampai pesanmu ke Lady Erotica, minta dia lebih sering update buat kamu."

"Asyik, aku senang dengarnya. Makasih Milea."

Milea menyadari kalau Kiara sebenarnya perempuan muda yang ceria dan ramah. Mungkin karena kondisinya yang membuat Kiara lebih suka berdiam di rumah. Padahal kalau mau keluar dan bergaul pasti akan punya banyak teman. Namun, Milea menyadari dilema yang dirasakan Kiara. Ia pun akan bersikap sama, lebih suka mengurung diri di rumah bila mempunyai kondisi seperti itu. Tidak akan nyaman berada di antara orang-orang yang sibuk mengasihani.

Malam itu Milea tidur di kamar yang sama dengan Kiara. Dari pertama masuk, tidak keluar lagi sampai pagi. Sibuk mengobrol di atas ranjang dengan beragam cemilan. Kevin sama sekali tidak menganggu keduanya. Sempat mengirim pesan panas yang membuat Milea malu membacanya.

"Aku senang kamu nginap di rumahku. Kalau ada kesempatan bisa nggak kamu menyelinap ke kamarku? Kalau bisa jangan pakai celana dalam dan beha, biar kita bercumbu sebentar."

Milea memutuskan untuk tidak menerima ajakan itu karena amat sangat beresiko kalau kepergok. Kevin memang sangat profesional dalam pekerjaan tapi soal sex, otaknya seolah buntu.
.
.
.
Sudah PO?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro