Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter V: Intimate Time

Sumire berjalan dituntun oleh para pelayan yang memandu menuju ke ruang makan. Tempatnya cukup dekat meski berbelok-belok, namun ia harus menurut untuk mengingat dan tinggal disini.

Dimana bumi dipijak, disitulah langit dijunjung.

Dia ingin cepat pulang, tapi harus bersabar dulu.

Tak lama kemudian, mereka sampai di tempat ruang makan kerajaan. Sudah ada Satsuki yang menunggunya makan.

Setelah memberi hormat, Sumire menuju ke tempat duduk yang tersedia di seberangnya.

"Bagaimana tidurmu, Sumire-chan? Apa kau tidur nyenyak?"

Dia setengah berbohong, "Tentu. Malam itu saya nyenyak dan aman tidurnya."

Ia tak mau membuat Putri Satsuki khawatir.

Sang gadis beriris warna sakura tersebut melanjutkan dengan nada gosip yang tertahankan, "Aku sangat senang saat kemarin kau menari. Kau membuat para selir itu tak bisa berkata-kata lagi. Hebat sekali~ aku bahkan bisa melihat mereka menundukkan muka dan malu!"

Sumire tertawa kecil maklum akan pujiannya, "Saya hanya mempertunjukkan kesenian yang saya tahu saja, tak mungkin saya bisa menandingi keahlian mereka."

"Hei, hei. Jangan bilang begitu!" Satsuki memajukan dirinya sambil tertawa, "Sejauh yang kutahu, Dai-chan tidak pernah seperti itu saat pertunjukan selir. Dia bahkan tak pernah bertepuk tangan kecuali tadi malam. Itu jarang sekali."

Sang gadis bermata bening sedikit sweatdrop walau tertawa tertahan. "Apakah Anda yakin kalau kita membicarakan orang yang sama, Putri?"

Satsuki mengangguk bersemangat.

Sepertinya sang Kaisar tertarik sekali padanya sampai begitu.

Memikirkannya saja jadi risih sendiri, pikir Sumire malas.

Ingin dia pulang secepatnya, Dewa!

Helaan napas dikeluarkan oleh yang bersangkutan, sebelum menoleh saat pengawal mengumumkan kalau Kaisar Daiki telah tiba.

Kedua gadis tersebut berdiri dan memberi hormat saat pemuda tersebut mendekat dan berjalan ke tempat duduknya untuk makan.

Para pelayan masuk membawa banyak makanan di atas meja. Sumire mengamati hidangannya, sangat amat berat untuk konsumsi nutrisi pemimpin dan anggota keluarganya.

Apalagi, dua bersaudara di depannya ini tengah asyik memakan dengan lahap. Pasti mereka lapar sekali. Tapi dia tak bisa berkomentar apapun selain makan karena cacing di perutnya meronta minta jatah.

Sementara itu, Daiki yang mengunyah ayam melirik ke arah saudarinya dan berbisik kode rahasia.

"Satsuki. Psst."

Satsuki yang tengah menganga untuk memakan pangsit pun menoleh dan baru ingat, kelabakan sebelum bersikap tenang dan berdeham pelan.

"Ehem—Anu... Sumire-chan?"

Gadis tersebut sedang menyomot sayuran yang ada di soba, mendongak. "Hm??"

Satsuki mencoba tersenyum dan berkata, "Ada yang mau aku sampaikan padamu mengenai harem."

Argh, kenapa harus dibahas di waktu sarapan sih! Dia juga lapar, tahu!

Sumire terpaksa duduk tegak sembari mengunyah dengan tenang, mengangguk untuk istilah mendengarkannya berbicara sembari meneguk air.

"Malam ini kau akan tidur dengan Dai-chan."

SPLURRTTTTT!!!

Spontan, semburan air menyembur dari mulut Sumire ketika mendengarnya, layaknya sebuah air mancur.

Tanpa disadari, air tersebut mengenai Daiki yang terdiam refleks memejamkan mata. Satsuki terkejut sembari menutup mulut, menyaksikan kejadian langka di depan matanya.

Mata Sumire melotot sejadi-jadinya, antara kaget dan juga merasakan keadaan gawat kalau tidak meminta maaf sekarang juga.

Sialan, dia menyemburkan air pada Kaisar!

"M-Maafkan saya—"

"FUAHAHAHAHA!!!"

He?

Sumire menoleh ke arah sang putri yang ternyata menahan tawa, dan sekarang menjadi tawa yang terbahak-bahak dan menggelegar.

"Oi, Satsuki. Tidak lucu." Daiki merengut sembari menatap tak puas pada reaksi sang saudari, mengusap wajahnya.

"P-Putri Satsuki...?" Sumire makin bingung.

Satsuki meredakan tawanya dan menjawab sambil memegang dadanya sendiri. "Hehehe... Maaf, maaf. Tapi ini pertama kalinya aku mendapatkan reaksi kandidat ketika memberitahu kalau akan tidur dengan Dai-chan. Biasanya mereka akan senang, tapi kau malah menyembur kepadanya—Pfft! Hahahaha..."

Pelayan menyerahkan sebuah kain bersih untuk dipakai kepada Daiki, sebelum bisa membersihkan wajah dan pakaian atas sampai bahunya yang terkena semburan air.

Sebegitunyakah Kaisar bulukan ini dikagumi para wanita? Mungkin karena teknik ranjangnya? Dia kelihatan seperti orang mesum dan berpengalaman.

"Sumire-chan memang seperti dugaanku, kau menarik sekali!~" Tangannya menepuk sembari tersenyum riang.

"Justru dia orang yang aneh." Daiki mengomentari setelah selesai mengusap air yang menyembur tadi.

Padahal kau sendiri yang memungutku layaknya kucing jalanan, kaisar sialan!

Sanubari Sumire hampir meledak karena perkataan Kaisar yang berdiri dahulu.

"Aku sudah tak nafsu lagi. Aku pergi ke ruanganku untuk mandi. Satsuki, jangan lupa melatihnya sebelum kutiduri." tukasnya tegas sebelum pergi dari ruangan.

Satsuki menatapnya pergi sembari tertawa kecil lagi.

Sumire menoleh ke arahnya, sedikit khawatir walau agak mangkel karena perkataan Daiki. "Putri, apa tidak masalah kalau dibiarkan pergi? Saya merasa sedikit bersalah melakukan ya tadi."

Satsuki mengibaskan tangannya dengan enteng, "Tak usah dipikirkan, dia tak pendendam jadi biarkan saja. Lagipula dia memang begitu."

"Begitu, ya..."

Lalu ia teringat lagi, "Oh, iya. Untuk soal malam ini dalam peraturan sistem, kau akan didandani secantik mungkin dan dia akan mengunjungimu kalau sudah siap. Lalu kalian akan melakukan hubungan intim."

Dalam hati Sumire, dia takkan membiarkan sang Kaisar menyetubuhinya. Tidak akan. Dia tak rela keperawanannya diambil.

"Begitukah... Lalu saya akan dipindahkan ke istana harem, bukan?"

Satsuki mengangguk. "Itu sudah ketentuannya, selir yang sudah resmi ditiduri oleh Kaisar harus dipindahkan ke istana harem. Itu artinya kau akan tinggal dengan Selir Masako dan para selir lainnya."

Sumire menghela napas. Apakah tak ada cara lain selain ini?

"Kau baik-baik saja, Sumire-chan?" tanya Satsuki menatap khawatir.

Yang bersangkutan tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, saya baik-baik saja."

Satsuki menunduk perlahan. "Aku tahu kalau kau mungkin tak mau menjadi selir saudaraku. Tapi pikirkan lagi, kau juga orang penting di kerajaan ini. Kalau kau disini, kau bisa dilindungi oleh kami. Di luar sana banyak orang jahat mengincarmu juga, dan kau berkelana terus. Kau tahu? Kakekmu adalah orang yang hebat, dia membantu kerajaan ini dari keruntuhan saat diserang musuh."

Sang gadis hanya terdiam saja. Kakeknya membantu kerajaan ini?

"Sebagai gantinya, dia ingin agar saudaraku menjaga negeri ini sebelum dia menghilang. Setidaknya inilah yang bisa kami lakukan. Aku juga senang kau berada disini sebagai tamu, kandidat, dan temanku."

Satsuki berdiri dan duduk disampingnya. "Kumohon, sebagai seorang Putri dan teman, aku ingin kau tetaplah disini."

Ah, dia benar-benar tak tega kalau dibeginikan.

Sumire menghela napas, tanda kalah. "Baiklah..."

Sebuah senyuman tipis tersembunyi menghias sesaat di bibir Satsuki.

.
.
.
.
.

Punggung lebar tersebut terlihat basah dan dikeringkan oleh para pelayan yang membantunya mengenakan pakaian berlapis.

Malam ini, dia akan mengunjungi si keturunan pendekar klan Shirosaki—yang ia angkat menjadi kandidat harem.

Sejujurnya, pikiran bahwa dia telah diselamatkan oleh seorang wanita itu seperti menandakan kalau dirinya lemah. Tapi sesungguhnya, karena gadis tersebut memang berharga bagi berbagai faktor.

Ada tiga faktor yang bisa disimpulkan.

Pertama; Jika gadis itu berada di istana, dia bisa menemuinya kapan pun dia mau. It is simple as that.

Dia sedang mulai tertarik untuk mempelajari karakter gadis temuannya ini. Apalagi Sumire adalah gadis keturunan klan terkenal dan sepertinya akan menarik untuk menyaksikan setiap sifat dan reaksinya pada setiap hal. Dia sudah bosan akan setiap hal di istana yang palsu dan penuh aturan kuno. Dan ketika Daiki menemukannya, dirinya mendapat dorongan untuk membawanya menjadi mainan di istana. Apalagi, sifat gadis itu tampak tak gentar ketika berbicara pada anggota kerajaan. Itu sesuatu yang orang lapisan bawah biasa tak bisa lakukan. Kandidat harem adalah pilihan terbaiknya.

Kedua; Kemunculannya pada saat hampir dibunuh pun mengundang tanya dalam diri Daiki.

Bagaimana bisa manusia sisa klan yang sudah musnah dan keturunannya ternyata masih hidup di luar sana, lalu baru muncul setelah 17 tahun misteri pembantaiannya dengan mengaku mempunyai nama marga terhormat? Apakah ia sengaja muncul saat dirinya dalam bahaya, ataukah kebetulan semata?

Masih ia ingat samar-samar, Satoru Shirosaki adalah pendekar hebat sekaligus guru pribadi yang mengajarinya segala teknik dasar bertarung. Dialah orang yang berjasa membantu Daiki hingga saat dewasa bisa mendapatkan julukan Safir Berdarah di medan pertempuran. Saat itu, umurnya yang masih anak-anak—sekitar masih 10 tahun, mendengar bahwa kabar klan gurunya dibantai tanpa sisa, dia merasa sangat kehilangan. Jejak pelaku pembantaian juga tak ada yang mengetahuinya sampai sekarang meski penyelidikan dilakukan semaksimal mungkin.

Mungkin Dewa menandakan bahwa inilah saatnya untuk menyelidiki dan menemukan titik terang kasus dingin tersebut lagi sampai tuntas.

Ketiga; kalau Daiki bisa memiliki Sumire menjadi wanitanya, maka dia bisa menghasilkan keturunan yang berkualitas.

Pemimpin kerajaan menikahi klan keturunan pendekar yang sakti—bukankah itu sebuah keuntungan yang besar seperti menang pemainan shogi? Jika dilihat dari dekat, Sumire memang terlihat memiliki kecantikan alami dan terlihat semampai. Ditambah dengan kepandaian akan beladiri. Bisa saja keturunanya mendapatkan gen yang bagus dari mereka berdua—kata Wakamatsu, itu adalah cara yang bagus dalam mencari kadar kualitas untuk keturunan yang dicari oleh pemimpin.

Tapi yang terpenting, rencananya yang menjadikan Sumire sebagai kandidat harem untuk menyelidiki kasus dan melindungi saksi adalah pilihan terbaik yang bisa ia lakukan. Dia juga harus menggali informasi sebanyak-banyaknya akan apa yang diketahui oleh gadis itu dan melindunginya dari oknum jahat.

Malam ini, dia akan tidur dengan gadis itu sesuai yang diberitahukan oleh Satsuki.

Setelah berjalan beberapa saat, tak lama kemudian dia sampai di depan pintu kamar sang gadis kandidat. Sudah ada Satsuki yang menunggu dan membungkuk singkat.

"Apakah semuanya sudah siap?" tanya Daiki, disambut anggukan adik perempuannya.

"Ya, semuanya sudah selesai. Tapi Sumire-chan meminta satu syarat."

Daiki mengernyit.

"Kau harus menutup matamu dulu, setelah masuk ke dalam baru bisa buka." Satsuki menyengir dengan riang.

Persyaratan yang konyol. Tapi demi lancarnya ini, dia akan coba lakukan. Mungkin si gadis memang pasrah menyerahkan diri padanya.

"Baiklah. Lakukan."

Sehelai kain diikatkan di kepalanya menutupi pandangan. Satsuki tersnyum penuh arti. Sepertinya akan menarik.

Pelayan yang berjaga mengumumkan kedatangannya dan membuka pintunya bagi Daiki, sebelum sang Kaisar memasukki ruangan dan pintu ditutup.

Tangannya membuka ikatan sendiri dan melihat sekeliling. Tidak ada siapa pun di kamar ini.

Dimana gadis itu?

Bunyi air terdengar samar dan nada suara tapak kaki yang berbunyi bergesek di ubin kayu. Daiki terheran sesaat.

Bukannya gadis itu harus sudah siap?

Daiki mendekati suara yang mengarah ke kamar mandi, sebelum Sumire keluar dari tempat tersebut, memang habis mandi. Menggunakan kimono putih polos dan sebuah kain pengering untuk mengeringkan handuk, dia keluar sambil menghela napas sebelum melotot terdiam melihat Daiki di hadapannya.

Kedua raut mereka terlihat tak elit.

Sumire melotot seperti melihat hantu, Daiki terdiam layaknya patung.

"K-Kenapa Anda bisa ada disini?!" sahut Sumire sambil lantang bertanya.

Daiki hanya menanggapi. "Harusnya aku yang mengatakan itu. Bukannya kau harus sudah bersiap menyambutku?"

Sumire bingung sampai kadar maksimal.

"T-Tapi kata Putri, Anda akan datang setelah aku selesai mandi dan berpakaian. Lalu Anda baru bisa datang setelah diberitahu kalau persiapan sudah selesai!" sangkalnya, menutupi diri dengan kain pengering.

Lalu Daiki akhirnya menyadari, kalau Satsuki memperdayainya.

Dia menghela napas, ternyata gadis ini cukup naif mempercayai saudarinya.

"Kau sudah ditipu olehnya, aku datang kesini tanpa diperintah pun pasti bisa. Katanya juga persiapan sudah selesai jadi kukira kau sudah bersiap menyambutku."

Seketika Sumire merasa kalau dia harusnya tidak melengahkan awasannya pada Putri Satsuki yang bisa saja melakukan hal seperti ini—dengan menjebaknya bersama dengan Daiki. Di satu kamar! Apapun bisa saja terjadi.

Daiki yang melihatnya frustasi pun menghela napas.

"Lagipula, kau tinggal pakai baju tidur saja. Atau kau mau lepaskan biar kita langsung melakukannya?"

Mendengar itu, Sumire semakin menggeleng dan berkata tegas. "Maaf, tapi saya takkan mau melakukannya."

Pemuda biru tersebut menyerngit. "Apa katamu?"

Mata bening sang gadis menatapnya tanpa ragu. "Aku tidak mau ditiduri olehmu, Yang Mulia."

Hening sejenak.

Lalu pecah tawa sang Kaisar yang menggelegar di ruangan, membuat gadis yang baru saja mandi itu sejenak berpikir kalau di hadapannya ini tengah gila.

Daiki meredakan tawanya lalu bertanya lagi sambil menyeringai. "Tidak mau ditiduri olehku? Kau sudah tidak waras? Kau tahu akibat menolak permintaanku, bukan?"

"Saya tahu itu, tapi jika pihak perempuan tidak mau ditiduri oleh pihak laki-laki dan yang bersangkutan memaksanya, sama saja itu seperti sebuah tindakan pemerkosaan. Anda mungkin tahu kalau dinding itu tipis, jadi pasti akan tersebar kalau raja mereka tidak menghargai para istrinya." dalihnya sembari membela diri.

Berani mengancamku seperti itu... Cucu dari Satoru Shirosaki memang berbeda, pikir Daiki terdiam.

Benar juga, tapi tetap saja dia itu kandidat selir untuk haremnya. Bahkan dia menunjuk sendiri, dan bukan saudarinya yang melakukan.

"Menikahi tanpa upacara, lalu meniduri seorang selir itu tidaklah salah, bukan? Apalagi, mereka harus melayaniku yang menjadi suami mereka."

"Memang benar seorang selir tidak perlu dibuat upacara pernikahan, Yang Mulia. Tapi saya dibawa kesini secara sepihak. Anda yang memaksa saya ikut kesini. Jadi secara tidak langsung anda menculik dan merebut hak kebebasan saya. Itu bukanlah tindakan yang etis. Jadi, jangan pikir Anda bisa menyentuh saya tanpa ijin."

Daiki menatapnya balik saat Sumire dengan tenangnya menjelaskan kenapa dia tak mau disentuh.

Ia menyeringai makin lebar. "Baru kali ini aku mendengar seorang wanita tidak mau ditiduri olehku. Kau benar-benar di luar ekspetasiku."

Tentu saja, aku dari masa depan dan takkan tunduk pada aturan jaman ini, pikir Sumire memekik dalam sanubari.

Pemuda tersebut berjalan menuju kursi dan duduk dengan menyilangkan kaki, dan menyuruh Sumire duduk di seberangnya.

"Baiklah, takkan kutiduri malam ini. Sebagai gantinya, duduklah denganku."

Menurut, Sumire duduk di kursi satunya dan menanti apa yang akan dikatakannya.

"Aku tahu kau tidak bodoh. Tapi mungkin kau sudah mendengar dari Satsuki tentang istana ini. Aku akan katakan yang sesungguhnya padamu. Karena kau cucu dari Satoru Shirosaki." sahutnya sembari meminta teh dituangkan.

Gadis tersebut mengangguk singkat. Ia menuruti dan memberinya secangkir teh yang hangat, setidaknya mereka bicara normal dan tidak melakukan hal yang tak wajar.

"Kau tahu aku ini seorang Kaisar. Aku dinobatkan di usia yang sangat muda saat ayahku tiada. Aku membuat Satsuki untuk mengurus harem yang ditinggalkan oleh Ibu Suri yang juga meninggal setelahnya." mulainya, sementara Sumire sudah diam mendengarkan ceritanya.

"Aku mengurus semuanya; militer, pemerintahan, keuangan pajak, dan lainnya. Tak ada yang tak bisa kuurus. Semua itu berkat Satoru-san, kakekmu."

Sumire mengangguk. "Putri Satsuki juga bilang kalau kakek saya menyelamatkan kerajaan di saat masa pelik."

Daiki mengangkat cangkir teh dan meminumnya, "Betul. Saat itu terjadi peperangan sengit dan Ayahanda hampir gagal di medan pertempuran. Dikiranya kalah, tapi datanglah dia bersama pasukan cadangan. Alhasil, mereka bisa memukul mundur musuh dan kerajaan terselamatkan. Karena jasanya, Ayahanda mengangkat Satoru-san untuk menjadi guruku."

Gadis tersebut terkejut. "Benarkah? Anda pernah jadi muridnya?"

Astaga, ini informasi baru yang harus dicerna walau itu memungkinkan.

"Bisa dibilang begitu. Masih kuingat, dulu aku bedebah kecil yang selalu bisa kabur dari masalah karena aku adalah seorang pangeran dan menganggap tak bisa dikalahkan siapapun. Lalu dia datang dan dengan mudahnya mengalahkanku. Dia bahkan melarangku membaca litelatur erotis yang dimiliki Ayahanda."

Jangan bilang kalau ia membaca majalah porno edisi kuno, Sumire membayangkan gulungan berisi lukisan kuno tubuh wanita yang terekspos dan gambaran vulgar lainnya.

Daiki melanjutkan, "Tapi berkat didikannya, aku bisa kuat sampai sekarang ini. Dia memang orang yang luar biasa, aku dan kerajaan ini menghormatinya. Bahkan, dia seperti tahu kalau dia takkan kembali lagi dengan mengucapkan salam perpisahan."

"Maksud Anda apa? Saya tidak mengerti." tanya Sumire bingung.

Tangannya menaruh cangkir tersebut di meja mahoni. "Sehari sebelum kejadian tragedi pembantaian klan, dia mengatakan kalau dia menyuruhku untuk menjaga kerajaan dengan sungguh-sungguh. Lalu esoknya, aku mendapatkan kabar kalau klannya dimusnahkan tanpa ampun tapi tanda-tanda mayat Satoru-san tidak ditemukan. Rumor mengatakan kalau mayatnya mungkin dibawa atau dibakar pelakunya. Tapi aku yakin kalau dia pasti ada di suatu tempat dan selamat, walau kemungkinan itu kecil. Tujuh belas tahun aku menyelidiki kasus ini demi menangkap pelaku pembantaian demi mendiang guruku. Lalu, kau datang menyelamatkanku tepat sebelum aku dibunuh."

Sumire terdiam sejenak. Dirinya merenungkan semua informasi yang diterima. Kaisar Daiki begitu menghormati kakeknya disini. Apakah dia datang menembus waktu memang ada tujuan tertentu—untuk membantunya menemukan pelaku pembantaian dan mencegahnya menghancurkan kerajaan?

Mungkin saja. Bertambah lagi objektifnya.

Mau tak mau harus ia bantu. Dia orangnya juga tak tegaan.

Lagipula, nama klan dan kakeknya disini berhubungan dengannya secara marga. Walau dia bukan orang dari jaman ini, tapi dia sedikit merasa prihatin. Tapi tetap saja, sesama manusia harus saling membantu. Apalagi, sepertinya ia harus membantu Kaisar Daiki agar kerajaan tidak hancur dihanguskan olehnya.

Tapi, siapa yang membuatnya melakukan hal seperti itu? Daiki kelihatannya orang yang baik, dan Sumire tak tahu siapa yang mempengaruhinya sehingga sampai membakar kerajan hingga luluh lantak ditelan bumi dalam sejarah.

"Jadi inti dari pembicaraan ini adalah kau ingin menginterogasiku untuk mengetahui kasus pembantaian belasan tahun yang lalu, begitu?"

Nada bicara informal diluncurkan.

Daiki tak berekspresi apapun. "Bisa dibilang begitu."

Gadis tersebut menghela napas. "Aku sudah bilang kalau aku waktu itu memang kebetulan saja lewat, dan aku tidak tahu apa-apa tentang ini. Aku mengembara ke berbagai kawasan dan tak tahu sama sekali kalau margaku itu penting sekali di kerajaan ini. Bahkan setelah diasuh oleh orang tua angkat yang sudah merawatku sebelum meninggal, aku pergi mengembara kemana-mana dengan nama kecil saja. Jadi bisa aku pastikan kalau aku tak tahu apapun."

"Memang benar kau tak tahu apapun, tapi setidaknya ini sudah tugasku melindungi satu-satunya sisa keturunan klan demi mendiang guruku. Kau berada dibawah perlindunganku dan tak usah repot mengembara mencari tempat tinggal serta makanan. Ditambah lagi aku menunjukmu menjadi haremku."

Daiki tersenyum tipis, matanya berkilat sekilas. "Walau kau tidak ditiduri olehku, tapi aku tahu kau penasaran. Lagipula, kita bisa bersama mengungkap kejahatan dan menangkap pelakunya. Ini bisa menguntungkan kita berdua. Benar?"

Dia ingin memancingnya, ini akan susah. Sialan, entah kenapa Sumire makin tertarik akan perkataannya. Mungkin dia bisa mencari tahu bagaimana ia bisa pulang ke jamannya sambil membantunya menyingkap pelaku kejahatan, dan mencegahnya membakar kerajaan.

Sumire menghela napas, tanda menyerah. "Baiklah, akan saya lakukan. Tapi dengan satu syarat."

"Katakanlah."

"Saya ingin agar tidak ada rahasia diantara kedua belah pihak, apalagi kecurangan. Dan hal ini tidak boleh diketahui oleh siapapun selain kedua belah pihak. Dengan begitu, saya akan membantu Anda, lalu sebaliknya. Bagaimana?"

Daiki tersenyum penuh percaya diri. "Boleh dicoba. Aku raja yang jujur, takkan kuingkari. Kalau curang, ada hukuman untuk pihak yang melanggar. Jadi, setuju?"

Dia berdiri dan mengulurkan tangannya yang lebih besar daripadanya dan disambut oleh Sumire, berjabat tangan tanda setuju akan kesepakatan.

Setelah lepas, Sumire menyeletuk penasaran. "Yang Mulia, saya ingin bertanya satu hal."

Daiki menoleh sembari membenarkan pakaiannya. "Tanyakanlah."

"Anda adalah seorang Raja dan memiliki banyak selir. Tapi saya heran. Kenapa tidak ada Ratu di istana ini?"

Sontak, pertanyaan itu seakan menerjang dengan dinginnya ke air muka Daiki. Ekspresinya yang santai terlihat sekilas tak bisa dideskripsikan.

"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya tak mau ada wanita yang memerintah selain Satsuki dibawahku."

Sumire mengantarnya berjalan menuju pintu kamar.

"Benarkah?" tanyanya polos.

"Begitulah."

Hmm. Pendek sekali.

Daiki menyeringai tipis padanya sambil hendak membuka pintu, "Lain kali, akan kutiduri kau sampai aku puas."

"Saya akan mengingatnya, kalau tidak lupa. Dan saya tinggal sebarkan kalau Anda melakukan tindakan asusila." balasnya tenang.

Daiki tertawa mendengar itu dan keluar dari kamar tersebut saat Sumire menunduk singkat melihatnya keluar.

"Aneh sekali. Kenapa dia seperti tidak semangat?"

Kalau dipikir aneh juga, dia itu Kaisar Raja, tapi tidak ada pendamping. Jadi bagaimana bisa tidak ada Ratu, seorang Permaisuri di sampingnya?

"Ah, mungkin karena jiwa diktator. Dan dia bilang kalau Putri Satsuki saja yang ada bersamanya. Dasar orang kerajaan..."

Tak perlu waktu lama, Sumire langsung tidur pergi ke alam mimpi. Dia sudah masa bodoh, menunggu cahaya pagi datang.

Di sisi lain, Satsuki yang tengah disisir rambutnya dengan dibantu pelayan pun menghentikan kegiatannya sembari memberi hormat pada Daiki yang mampir.

"Dai-chan, kenapa ada disini? Bukankah kau harus tidur dengan Sumire-chan?"

Pertanyaan bingung saudarinya ia biarkan. "Tidak untuk malam ini. Dia lelah jadi aku menyuruhnya untuk istirahat. Aku kesini untuk memberikan perintah langsung."

Satsuki bertanya, penasaran. "Apa itu?"

"Berikan Sumire Shirosaki kamar untuknya sendiri. Dia takkan tinggal di istana harem."

Mendengar itu, gadis berambut sakura tersebut bingung. "Apa?! Tapi, kenapa? Dia meminta itu? Bukannya akan melanggar aturan istana?"

"Tidak. Aku yang menggagas. Besok pindahkan dia ke kamar yang bagus untuknya. Aku ingin membuatnya betah disini. Persetan dengan peraturan, kau tahu aku, bukan, Satsuki?"

Satsuki seperti mulai mengerti. Kakaknya tertarik pada Sumire. Dia senang sekali kalau gadis itu bisa lama disini.

Ini tak pernah terjadi sebelumnya.

"Baiklah, akan kusiapkan. Tenang saja~" ujarnya senang.

Sepertinya ia harus cepat-cepat menyiapkan kamar khusus untuk calon kandidat kakak iparnya.

Ups.

.
.
.

To Be Continued

====================

Will update gradually so buh bye!

Regards,
Author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro