Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 9- State Obsgyn

Tiga bulan berjalan begitu cepat. Iya, masa-masa di state IGD telah berakhir, akan memakan lebih banyak bab kalau aku menceritakan semuanya. Sekarang, Eritrosit berada pada stage kebidanan dan kandungan. Singkatnya si obsgyn.

Pembagian state ini bisa bervariasi tergantung universitas dan rumah sakit tempat koas bekerja. Ada dua pembagian state. Yaitu state mayor dan state minor. Rata-rata 10 minggu, tapi biar mudah, gue sebutkan perbulan. Karena rumah sakit gue menganut sistem ini.

Untuk state mayor ada ilmu penyakit dalam, ilmu bedah, ilmu penyakit anak, kebidanan dan kandungan, dan emergency yaitu tempat koas gue di IGD pertama kali.

State minor, yang rata-rata perlima minggu pada umumnya. Ada THT, neurologi, anestesi, psikiatri, mata, kulit dan kelamin, forensik, radiologi, dan kesehatan masyarakat.

Di setiap state ini, koas akan bertemu dengan dokter spesialis yang berbeda-beda, jadwal yang berbeda-beda, dan aturan yang berbeda-beda. Makanya, di setiap state, koas wajib beradaptasi lagi.

Sosok yang jadi Preceptor hari ini adalah Dokter Metty, kami dikumpulkan di poli KIA. Poli KIA sendiri merupakan poli Pelayanan Ibu dan Anak.

Contohnya seperti memberikan pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayi, kesehatan reproduksi, pelayanan konstrasepsi dan perlindungan medis KB.

State ini menjadi state menantang. Ada dua nyawa yang harus super super gue perhatikan. Sejujurnya, gue sangat ingin melihat bagaimana sebuah kehidupan lahir di dunia ini. Mungkin, gue bisa sedikit merasakan dan melihat perjuangan Nyokap gue saat melahirkan gue.

"Baiklah, saya selaku Preceptor tim Eritrosit akan membagi waktu jaga kalian. Di sini kalian berenam masuk jam 7 pagi dan pulang jam 5 sore mulai dari senin sampai jumat. Jadwal jaga malam berlaku hari sabtu dan minggu mulai jam 5 sore sampai jam 7 pagi."

Gue mendadak merasa pesimis, jadwal obsgyn lebih ketat dari IGD. Bahkan tim tetap disatukan tanpa dipisah. Kami saling melirik satu sama lain. Walau Dokter Athena menakutkan, yang di depan kami. Dua kali lipat menakutkannya. Dokter Alka bahkan kalah saing.

"Apa ada yang ingin kalian tanyakan?"

Gue enggak mau menanyakan apa pun. Pikiran gue lari ke arah teori-teori mengenai kebidanan. Ada firasat buruk yang mengatakan bahwa Preceptor obsgyn akan mengadakan kuis mendadak yang tidak akan pernah disangka waktunya.

Kai, sebagai ketua kelompok tampaknya tidak ingin menanyakan apa pun. Mungkin pertanyaan akan datang bila kami sudah mulai menangani pasien. Karena tidak ada yang bertanya, Dokter Metty mulai membubarkan kami berenam.

Jaga siang di poli kebidanan terbilang tidak terlalu ramai seperti di IGD. Kegiatan Eritrosit berpusat di poliklinik, poned dan bangsal.

Sekarang ini, kami masih di poliklinik membantu Dokter Spesialis. Yap, Dokter Metty sedang menerima seorang pasien yang sedang melakukan pemeriksaan. Koas mulai membagi tim, tiga orang di kanan dan tiga orang di kiri Dokter Athena. Kami berlagak seperti kesatria kerajaan yang sedang bertugas melindungi Tuan Putri yang cantik nan jelita.

"Selamat pagi, dengan Ibu Shinta?" sapa Dokter Metty ramah.

Pasien yang datang adalah seorang ibu muda yang rasa-rasanya dia masih sangat belia. Gue melirik, bahwa Dokter Metty menuliskan status kunjungan Ibu Shinta adalah K1. Dalam dunia kebidanan, K1 berarti kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.

K1 ini berperan penting dalam program kesehatan ibu dan anak yaitu sebagai indikator pemantauan yang dipergunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.

Selain K1, ada pula K2, K3 dan K4. K2 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada trimester kedua yaitu usia kehamilan 12 – 28 minggu.

K3 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada trimester ketiga yaitu usia kehamilan 28 – 36 minggu, sedangkan K4 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada trimester keempat dengan usia kehamilan >36 minggu.

"Usia Bu Shinta berapa?" tanya Dokter Metty kembali.

"16 tahun, Dok."

Dokter Metty mengganguk takzim lalu kembali menulis. Namun, gerakan tangan beliau terhenti karena adik si pasien yang berusia tiga tahun mendadak merengek dan menangis.

"Maaf, Bu Shinta. Adiknya bisa disuruh tunggu di luar?"

"Eh, maaf, Dok. Ini anak pertama saya."

Gue, Kai dan Arok saling tatap - menatap. Rasanya, ada yang salah di sini dan gue berusaha berpikir keras mencari tahu.

"Ini bukan kehamilan pertamanya?" seru Elle ceplas-ceplos.

"Ehehe, iya Dok."

Njir, gue enggak nyangka. Pasien bisa hamil di usia 13 tahun. Padahal itu sangat beresiko pada Ibu dan Bayi. Namun, jika melihat kondisi Bu Shinta dan anak pertamanya. Tampaknya mereka cukup sehat walafiat.

Padahal walau secara biologis wanita yang telah mendapatkan menstruasi pertama mereka sudah mampu memiliki anak, tetap saja ini adalah rentang usia ini bisa menjadi masalah.

Secara medis, akan ada beragam masalah yang bisa terjadi pada calon ibu dan anaknya. Misalnya dari jalan lahir, terutama panggul yang terlalu sempit, bayi dengan berat lahir rendah, bayi lahir prematur hingga meningkatnya risiko kanker leher rahim.

Gue tidak dapat berkata-kata saat melihat Dokter Metty mulai mengukur lila atau lingkar lengan Bu Shinta.

Si adik kecil yang merupakan anak pertama berhenti menangis saat digendong oleh Arok dan Dokter Metty terlihat tidak ingin menegur.

"Raga, calon ayah masa depan," celutuk Kai di telinga gue dan gue menggeser posisinya sedikit jauh. Sebab, telinga gue terasa geli terkena napas kehidupannya.

Mata gue pun tidak sengaja bersitatap dengan Narnia. Dia masih enggak mempedulikan keberadaan gue. Gue enggak ngerti jalan pikirannya. Yang salah, siapa? Eh, yang marah siapa?

Selepas dari poliklinik, kami dipindah tugaskan di area poned. Poned itu sejenis IGD khusus untuk pasien obsgyn. Pada umumnya poned ini akan diisi oleh pasien yang inpartu atau dalam proses melahirkan. Saat menjaga poned ini juga akan merangkap dengan jaga ruang OT dan bergantian mengikuti operasi yang ada.

"Kalian ngeri, enggak sih dengan ibu-ibu tadi?" Elle mulai membuka topik pembicaraan. Sekarang ini, area poned masih cukup lenggang. Hanya ada dua ibu yang sedang menunggu masa inpartu. Keduanya, sedang diajak suami masing-masing berjalan di sekitar poliklinik untuk memudahkan jalan lahir.

"Dia masih terlalu muda," komentar Noell dengan dingin. Gue mengganguk, setuju dengan pendapat tersebut.

"Pantas saja, kasus kematian dan Ibu dan Bayi di Indonesia tinggi. Kondisi lapangan seperti ini." Kai ikut menimpali, terlihat jauh lebih kritis.

"Seingat gue," ucap gue yang ikut bergabung dalam topik diskusi. "Angka kematian ibu dan anak di Indonesia pada Januari sampai September 2021 meningkat 746 orang. Berdasarkan perkataan Koordinator Kesehatan Maternal dan Neonatal, Direktorat Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan, Nida Rohmawati."

"Wauw, lo tahu dari mana data itu?"

Kalimat Kai bukan ke arah pujian. Namun melimpir sedikit dengan nada menyindir.

"Bacalah, Dopamin. Sebelum hari ini, gue udah perbanyak bacaan soal kebidanan. Tahulah, gue enggak mau kalah sama lo."

Gue kibarkan lagi bendera perang sebagai alarm pengingat. Kai tersenyum getir. Mungkin sedang menyusun rencana untuk mengalahkan gue.

"Koas!"

Suara cempreng yang memiliki aura berkuasa memanggil kami berenam. Dengan wajah judesnya si kepala ruangan mendekat pada kami.

"Kalian jaga pasien yang mau partus. Mereka sudah kembali."

Tanpa mengatakan apa pun, kami berenam membubarkan diri dan masuk ke dalam poned. Di dua ranjang terpisah, dua calon ibu mulai merintih kesakitan. Sebut saja, tim cowok menangani di ranjang kiri dan tim cewek menangani pasien di ranjang kanan.

"Bu, belum saatnya untuk mengejan. Ayo, Bu. Tarik napas dalam-dalam."

"Brengsek! Ini sakit tahu!!!"

Rambut Kai dijambak. Gue dan Arok tidak menduga hal ini bisa terjadi.

"Bu, ayo tenangkan dirinya. Ini belum pembukaan lengkap. Masih pembukaan dua." Gue mencoba merayu, karena berdasarkan info dari kepala ruangan, ibu hamil yang sedang kami tangani memang masih dalam pembukaan dua.

"Lo juga diam! Jangan banyak bacot!!!"

"Aduh, duh!"

Leher gue serasa mau patah. Rambut gue ikut dijambak si Ibu. Arok tidak melakukan hal apa pun yang berarti. Semakin ia membantu melepaskan jambakan. Gue merasa, kulit kepala gue mau copot.

"Aduh, Ibu ampun." Gue meringgis kesakitan. Mata gue bergerak mencari suami si Ibu.

"Bu, suaminya di mana? Biar kami panggilkan?" Arok masih bersikap lemah lembut. Tetapi pasien tidak mempedulikannya. Ia terus merengek kesakitan. Gue hanya bisa pasrah, setelah state di obsgyn selesai. Gue pasti udah menjelma jadi saudara Upin dan Ipin.

"Enggak ada! Suami gue udah kabur!"

"Bukannya yang tadi itu— Aduh!" Kepala gue makin dijambak kuat.

"Itu bukan suami gue. Tapi sepupu gue! Dia sedang pulang ambil barang-barang gue. Sial! Anjir sakit banget! Ini gara-gara Hansamu si brengsek itu. Setelah main sama gue, dia malah biarkan gue sendirian kayak gini. Brengsek memang tuh cowok!"

Gue udah merasa oleng. Kepala gue berdenyut dan pening mulai merajai. Kai tidak berkata apa pun, dia hanya meringis sambil memaksa jari-jari si Ibu terlepas.

"Kalian berdua baik-baik saja?" Ibu kepala ruangan datang dan bertanya bahwa ini adalah hal yang biasa.

"Bu, sakit!" Gue mengaduh dan tarikan kembali membuat gue merintih.

"Kalian tuh cowok. Masa segini udah nyerah. Bu Nirmala. Saya izin periksa pembukaannya."

Sejujurnya, bukan masalah kami cowok atau cewek. Siapa pun yang rambutnya dijambak pasti merasakan sakit luar biasa.

"Udah pembukaan 4, Bu Nirmala. Jangan dipaksa mengedan ya, Bu. Kasian nanti si Adek bayinya."

"Tapi sakit, Bu Bidan!!"

Kepala ruangan berusaha menenangkan pasien. Sikapnya sangat lembut dan lemah gemulai. Berbeda saat berhadapan dengan koas yang menunjukkan gigi-gigi taringnya.

Siang itu, gue dan Kai hanya bisa pasrah. Arok bolak-balik berbicara dan berdiskusi dengan kepala ruangan. Ia menjadi koas paling beruntung hari ini. Gue bahkan tidak sempat memperhatikan Elle dan yang lainnya. Bisa jadi, mereka memiliki nasib naas serupa gue dan Kai atau justru tidak.

Obsgyn Done

Sejujurnya menangani ibu hamil itu rada-rada seru dan menengangkan loh. Masih ingat, pertama kali melihat proses persalinan. Tubuh gue gemetar dan bagai kena teguran gitu melihat proses persalinan yang membuat sang ibu bertaruh nyawa demi sebuah kehidupan yang lahir di dunia.

Di akhir, gue merasa sangat terharu melihat malaikat kecil itu menangis untuk pertama kalinya. Sampai enggak bisa berkata apa-apa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro