Chapter 1- Inscriptio
Inscriptio
Hai, kenalin, nama gue Zinc Moes. Gue anak kedua dari tiga bersaudara.
Coba kalian tebak, kenapa nama judul bab ini adalah Inscriptio?
Ya, harusnya gue tahu, yang baca mana mungkin paham kalau bukan anak kedokteran atau farmasi.
Sebagai perkenalan diri. Gue menggunakan istilah Inscriptio yang menjadi salah satu elemen atau unsur dalam resep dokter.
Inscriptio itu mengacu pada identitas dokter yang meliputi nama, alamat, dan nomor izin prakter dokter. Dapat dilengkapi dengan nomor telepon, jam praktik, serta hari praktek. Lalu juga meliputi nama kota dan tanggal penulisan resep.
Gue sendiri adalah seorang sarjana kedokteran yang masih S.Ked yang baru menginjak usia 21 tahun. Masih muda dan tampan kan? Yakin, kalian enggak klepek-klepek sama gue? Oke, coba komentarin foto gue yang ini.
Yang bilang gue enggak keren. Fix, mata dia katarak. Sini, gue kasih alamat Dokter Mata kenalan gue yang matanya kena katarak.
Nah, katarak itu adalah suatu penyakit ketika lensa mata menjadi keruh dan berawan. Pada umumnya, katarak berkembang perlahan dan awalnya tidak terasa mengganggu.
Namun, lama-kelamaan, katarak akan mengganggu penglihatan dan membuat pengidap merasa seperti melihat jendela berkabut, sulit menyetir, membaca, serta melakukan aktivitas sehari-hari. Penyakit mata ini merupakan penyebab kebutaan utama di dunia yang dapat diobati dan anehnya kenapa gue jadi bahas katarak.
Tujuan awal gue itu Inscriptio, bukan katarak. Hedeh, enggak apa-apa. Sekalian, kalian dapat edukasi gratis dari dokter muda, ganteng, keren, kece kayak gue ini. Ye, enggak? Yang enggak senyum, enggak normal. Canda normal. Ahahah.
Besok kan gue koas. Jadi, hari ini gue mau ubah status dokter muda menjadi netizen kaum rebahan. Sambil memangku kaki, scroll tiktok dan perang komentar dengan netizen lain adalah jalan ninjaku.
Terus, gue bingung mau ketik apa buat diri gue yang aneh ini dan pembaca yang tidak sengaja menemukan lapak ini.
Besok gue koas, entah sudah berapa kali gue mengatakan ini. Besok gue koas, tahu enggak sih? Gue enggak bisa tidur karena masih sore, gue banyak makan karena nafsu makan gue memang gini. Tetapi intinya gue gelisah menunggu hari esok.
Ya udah, kita time skip saja epilog tidak jelas ini. Biar cepat-cepat ke bagian penting. Tetapi tunggu sebentar, yang gue ketik penting semua woi.
Udahlah, gue capek ngebacot sendiri. Mending gue cerita kejadian tadi pagi. Jadi, di universitas gue. Kami anak-anak prodi kedokteran itu di kasih briefing oleh para dosen pembimbing.
Biasalah, wejangan dan tata laksana sebelum koas besok. Dari puluhan dokter muda, gue dibagi dalam tim yang disebut Eritrosit. Keren enggak namanya?
Enggak tahu, punya ide siapa. Paling-paling admin tata usaha yang judesnya minta ampun. Tetapi selalu kena gombal koas buaya. Sorry, gue bukan masuk golongan itu. Gue tuh masuknya golongan semut. Di mana ada gula, di sanalah Zinc Moes berada. Pepatah aneh, gak heran orangnya juga aneh. Kata Sagara, kakak laki-laki gue yang disuruh Tuhan hadir di planet bumi dua tahun lebih dulu dari gue.
Gue enggak ingat siapa-siapa anggota geng Eritrosit. Harusnya 6 orang, tetapi gue enggak kenal mereka semua. Digabung-gabung dari kelas lain. Hanya satu bocah yang gue kenal dan gue paling senang manggil dia dengan nama Arok.
Karena sebenarnya, kita berdua itu seumuran. Hanya beda bulan lahir. Intinya, gue paling tua dari Arok. Terserah kalian mau manggil dia Ken Arok atau Ken Dedes. Karena nama dia Raga Arok.
Intinya, seperti itulah tentang diri gue dan asal mula nama Eritrosit tercipta. Kenapa Eritrosit Pra Klinik? Karena fase pra klinik adalah fase di mana koas mengejar gelar dr. Jadi, mohon doa-nya ya ... pembaca yang pelit vote dan malas komentar.
Di masa ini, kami para koas (ko-asisten) akan menjalani fase pra klinik 1,5 - 2 tahun dengan 14 - 15 state. Setelah itu, harus mengikuti Ujian Kompetisi Mahasiswa Program Profesi Kedokteran (UKMPPD) dan sumpah dokter. Jadi sekali lagi, mohon doanya pembaca budiman yang pelit vote dan malas komentar.
Inscriptio
Di depan gedung utama Samsara Medical Center. Matahari bersinar terang seterang senyum bendahara kelas menagih uang kas.
Jam setengah tujuh pagi gue udah ada di sini. Berdiri menunggu kacungku si Arok untuk membawa roti berisi sosis dan sekaleng susu beruang.
"Hey, Moes. Ini rotimu."
Pesanan dalam bungkus plastik putih berlogo nama toko. Diserahkan Arok pada gue.
"Anak pintar," sambutku pada roti isi sosis dan susu beruang. "Oke, ayo kita ke auditorium."
"Suri kok belum balas chat gue ya?" tanya Arok, saat kita udah mulai berjalan.
Jujur, gue agak kaget dengan pertanyaan aneh ini. "Mana gue tahu. Gue enggak tinggal satu kamar sama dia."
"Kan lo sepupunya."
"Sepupu beda rumah, Dopamin."
Kata Mami, gue enggak boleh berkata kasar, jorok dan kurang ajar. Jadi, gue ubah tiap makian dengan kata-kata medis.
Dopamin sendiri, adalah salah satu senyawa kimia organik yang berasal dari keluarga katekolamin dan fenetilamina. Dopamin berfungsi sebagai hormon dan neurotransmiter dan mempunyai peran penting di dalam tubuh dan otak. Jadi jangan heran, kalau kata-kata dan istilah medis banyak terucap.
Untung saja, ruang auditorium ada di lantai dasar. Masih terlalu pagi untuk naik tangga.
Masalahnya, ada aturan tertulis, selain pasien, perawat, anggota nakes lain dan dokter resmi yang diizinkan naik lift. Koas bau kencur macam Arok dan gue ini dilarang.
Kebayang enggak? Turun naik tangga sampai lantai 7? Kenapa enggak sekalian sampai lantai 10? Biar mampus sekalian bikin koas otw kamar inap.
Di dalam auditorium, udah banyak berjejer dokter-dokter muda dengan tas-tas ransel berisi amunisi. Bisa jadi, pistol, peluru, granat, bom atom dan pedang samurai.
Beberapa dokter wanita, malah membawa tas koper. Seolah-olah, mereka mau ngekost di rumah sakit.
Ada satu wanita, dokter muda dengan rambut berwarna cokelat panjang sampai pinggang. Lekuk tubuh agak membentuk, memakai kacamata bulat ala Harry Potter dan bersandar pada dinding dengan tatapan galak nan mempesona.
Aduh mataku sakit, lihat Hawa model begini. Apa enggak ada wanita lain yang normal-normal aja? Tipikal ice princess. Arok aja secuek bebek, ya iya. Dia bucinnya sama cinta pertamanya yang udah dipertemukan takdir dari zaman TK hingga SMA.
"Semua prodi Universitas Samsara udah hadir?" Dari podium depan seorang pria setengah bayah berdiri di dekat mimbar. Mungkin orang administrasi rumah sakit.
"Ini daftar jadwal kalian selama koas di sini. Setiap tiga bulan ada perputaran antar departemen lengkap dengan dokter pembimbing yang akan bertanggung jawab sama kalian."
Kusenggol lengan Arok untuk bergerak mengambil kertas tersebut ke depan. Tenang aja, dia bakal selalu nurut sama gue. Karena tanpa restu gue. Dia enggak akan bisa bareng sama Suri. Taktik yang licik untuk memonopoli calon saudara ipar. Boleh ditiru, karma ditanggung sendiri.
"Moes," panggil Arok sambil berjalan menghampiri bos besar. "Tugas jaga kita yang pertama ada di departemen IGD."
Demi sel darah merah. Gue mendadak berasa telah disambar Dewa Zeus dengan petirnya. Kurampas kertas jadwal dari tangan Arok secara kasar.
Eritrosit
Departemen IGD
1. Elle Rensi
2. Kai Kian Lucas Darzi
3. Narnia Lewis
4. Noell Naraya
5. Raga Arok
6. Zinc Moes
"Waduh, nomor dua namanya empat gerbong," ucapku sok dramatis. "Kai Kian Lucas Darzi."
"Apa ada yang salah Dokter Moes?"
Seorang Dokter muda, tinggi, berambut cepak ke samping dengan alis hitam bagai ulat bulu. Berdiri di depan gue dan Arok. Tatapan dari netra matanya penuh ambisi dan permusuhan.
"Enggak papa, heran aja. Enggak boleh?" balasku dengan nada sengit. Persis enggak mau terlihat kalah dan bodoh di depan lawan.
Di ujung mataku, tiga wanita rempong mendekat dengan koper yang ditarik.
"Hai, enggak nyangka kita bakal dapat magang di IGD. Ini pengalaman yang seru."
Aku enggak ingat dia siapa. Yang pasti dia seorang wanita. Wanita berambut pendek yang berdiri di dekatnya, terlihat menatapku seperti kucing tetangga yang mau diajak kawin.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam," ucapku yang menghitung semua personil anggota Eritrosit.
"Udah pas, ayo ke IGD sekarang," ucap seorang cewek yang tidak gue tahu namanya siapa.
Inscriptio
Gue baru saja berganti pakaian dengan seragam OK, memakai jas dokter lengkap dengan pulpen yang dipasang di saku depan ketika rekan gue yang memiliki empat nama gerbong mulai angkat bicara.
"Dengar kalian berdua." Nada suaranya mirip tokoh antagonis. "Walau kita satu tim, kalian tetap kuanggap sebagai rival. Di sini, kita akan saling bersaing mendapatkan nilai dan pengakuan dari dokter residen."
"Waow." Gue terpukau. "Cocok jadi aktor drama. Tapi maaf aja ya, Bro. Gue juga enggak mau kalah. Lo dan Arok juga bakal jadi rival gue."
Kai atau begitulah namanya kalau gue tidak salah mengingat. Tersenyum tipis, seolah sepakat dengan bendera perang yang gue kibarkan.
Saat gue beralih memandang Arok. Dia menatap gue dan Kai dengan wajah tanpa minat.
"Gue enggak ikut, kawan-kawan. Silakan berperang sendiri."
Arok yang ingin melangkah pergi. Dengan serempak, baik aku dan Kai menahan kerah belakang jas snelli milik Arok.
"Gak bisa," ucap gue.
"Lo harus ikut," kata Kai sok dramatis lagi.
Arok menepis kedua tangan kami dengan kasar. Sorot matanya terlihat seperti ujung pisau bedah di ruang operasi.
"Gue enggak akan ikut. Kalau kalian berdua tetap memaksa. Gue tetap enggak bakal ikut."
Gue menelan saliva. Terkejut, bahwa gue bisa takut sama calon adik ipar. Yang bisa gue lakukan adalah melirik Kai dengan perasaan dongkol.
Inscriptio
Saat gue dan Kai berjalan beriringan menuju IGD. Langkah kami membeku. Perawat wanita dengan seragam merah jambu bolak-balik dari satu bed ke bed lain, pasien di ranjang merintih, mengeluh, dan menangis. Semuanya bercampur aduk.
Arok sudah turun tangan mengobati seorang remaja yang tampaknya mengalami kecelakaan motor. Dokter senior sibuk menyuntikkan sebuah serum pada seorang pemuda yang entah kenapa dia bisa tiba-tiba ada di sana.
"Koas!!!"
Suara melengking itu bergema nyaring di antara hikuk-pikuk suara rintihan pasien. Sebut saja, Dokter Senior berjenis kelamin perempuan. Dia berdiri di dekat ranjang yang ditempati oleh seorang ibu-ibu berdaster pohon ketapang.
"Apa yang kalian lakukan di sana? Cepat ambil bagian!!!
Inscriptio Done
Ini bab pertama. Moes rada rese memang. Mau gimana lagi. Dia tercipta seperti itu. Lika liku menjadi dokter muda masih 19 bab lagi.
Mari berdoa bersama, semoga Moes bisa lulus mencapai gelar dr. Kalau author tidak selingkuh naskah.
(͡° ͜ʖ ͡°)
Tenang aja, aku sayang kamu kok Moes. Canda Moess╮(─▽─)╭
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro