Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

- 01 -

EPIPHANY

01ⵌ───・❝ Stop It! ❞ 。! ₊ 金 ⬦

✧・゚: *✧・゚:*

Lampu-lampu kota terasa begitu gemerlap. Kerlap-kerlipnya tampak gemilang tertimpa sinar bulan. Ada pula bunyi riuh samar yang terdengar hingga rungu—terasa memekakkan, namun menenangkan di saat bersamaan.

Kini langit terasa begitu dekat. Dibalut jelaga hitam tanpa taburan bintang-bintang. Barangkali tengah bersembunyi, menutup mata dari takdir kejam seorang anak manusia.

Anak gadis tepatnya.

Dengan rambut berkibar yang mengepak acak dibawa main angin. Sesekali raga menggigil diserbu embusan angin yang terasa lebih kencang dibanding saat-saat sebelumnya. Wajar, mungkin. Karena kini waktu telah larut. Sedikit orang yang masih terjaga, sehingga menyisakan lengang yang janggal.

Embusan napas ia ambil, netra menatap kosong rembulan seolah meminta penghakiman akan jiwanya yang penuh karma.

Ia seorang gadis, dengan seragam lusuh yang koyak di beberapa sisi. Tubuhnya berdiri mematung seraya menatap hamparan kota di bawah sana. Dengan raganya yang menjulang di tepi gedung, sang gadis nampak bergeming tak acuh.

Berniat memasrahkan diri, barangkali.

Lelah, kata batinnya. Ia terlalu lama mengecap pahit tanpa nikmatnya manis.

Lara telah membendung banyak perih dalam sukma. Mengakibatkan luka menganga lebar tanpa sanggup diobati. Lantas pengalihan sakit tak lagi berarti.

Dan sayangnya ... tulisan takdir tak berpihak padanya.

Sungguh, seputus asa itu dia.

Hingga tanpa sadar netra kosongnya menurunkan cairan bening—bukti bahwa kalbunya telah terkoyak dalam waktu lama.

Cairan bening itu terus beranak tanpa henti. Bertambah deras setiap detiknya. Turun melewati pipi penuh lukanya sebelum kemudian jatuh menghempas bentala.

Lantas netranya menutup, tangan ia genggam erat. Bersiap melangkah maju ... menuju kehampaan abadi.

Di mana satu langkah kecilmu dapat mengubah segalanya.

Benar-benar segalanya.

Tungkai pun mulai digerakkan dengan segenap tekad pun sepasang kaki yang hendak menjejak di udara kosong.

Sebelum teriakkan nyaring disusul tapak kaki yang mendekat menghentikan segalanya.

***

Akabane Karma tak pernah merasa betah di rumahnya. Acap kali ia rasakan kesendirian yang menghanyutkan sukma. Sekali-kali ia akan keluar mengisi penghiburan diri. Lantas mencari sesuatu yang mungkin memuaskan rasa hausnya akan perhatian.

Tapi ia tak seputus asa itu. Baginya, semua kesendirian itu hanya angin lalu saja. Tak benar-benar menorehkan luka dalam dada. Sungguh, ia hanya senang bermain-main dengan perasaannya sendiri. Bahkan menertawakan apa yang dinamakan lara.

Pemuda yang aneh. Namun, itulah dia. Hanya seorang anak manusia bernama Akabane Karma. Tak lebih, tak kurang.

Seperti saat ini, ia tengah berkelana ria di jalanan kota. Tak peduli apakah waktu telah beranjak larut atau tidak, pun suasana ramai yang telah sirna diganti senyap, ia tetap melangkahkan kakinya di bawah langit malam tanpa bintang.

Ia hanya gemar bermain-main, memang.

Tak ayal, sifatnya ini dikenal sebagai kenakalan remaja biasa. Meski nilai-nilainya di sekolah ajib luar biasa.

Langkahnya kini mulai membawanya ke daerah bangunan-bangunan kosong. Sedang dalam proyek pembangunan, sepertinya. Namun seorang Akabane Karma itu amat senang mengeksplorasi apa pun. Lantas ia memutuskan melangkah lebih jauh, mendekati bangunan kosong yang dikelilingi besi-besi rekonstruksi itu. Dersik angin begitu menggebu, merayap hingga rungu seolah meminta sang pemuda terus mendekat. Masuk lebih dalam menuju bangunan yang masih setengah jadi, ia ditemani sang bulan yang menerangi dengan senang hati.

Sudut mulutnya terangkat, tangan ia masukkan ke dalam kantung mantel hitam yang dikenakannya. Sesekali ia melempar selidik ke beberapa sudut, lantas kembali melangkah dengan santai. Tak terbesit sedikit pun rasa takut dalam benaknya. Seolah makhluk astral dan bangsanya hanya lelucon belaka.

Ia pun menjejak tangga. Suasana senyap yang dipadu kekosongan membuat ia dapat mendengar suara langkah kakinya sendiri. Terdengar nyaring dan timbulkan gema yang janggal.

Semakin naik, semakin kelam pula suasana di sekitar. Meski tampaknya, Akabane Karma tak mempedulikan hal tersebut.

Hingga sang pemuda pun sampai di lantai teratas. Di atap bangunan yang begitu menjulang ke langit. Terdapat beberapa benda yang ditutup kain terpal di beberapa sudut—entah apa itu—yang dianggap lalu oleh Karma. Ia hanya sunggingkan senyum kecil, rasakan euforia baru yang terasa asing. Sesekali ia menutup netra mercury-nya menikmati embusan angin yang terasa lebih kencang.

Ini membuatnya nyaman. Seolah berada dalam buaian sang ibunda.

Langkahnya terus bergerak menelusuri permukaan atap bangunan hingga ia sampai di sisi lain gedung itu.

Atensinya pun menemukan sesuatu.

Di mana ia melihat ... sosok puan yang berdiri kaku di tepi bangunan. Dengan surainya yang dihempas angin, sang puan nampak siap menjungkirbalikkan sisa hidupnya.

Gila. Nekat. Apa pun itu Karma deskripsikan.

Sesaat, netranya melebar tak percaya. Pun celah labiumnya terbuka, rasakan sensasi keterkejutan yang nyata adanya.

Karma tahu, ia sangat tahu bahwa jika dirinya hanya menatap diam ... maka sang pemuda pasti akan menyesal seumur hidupnya. Entah itu bagian dari rasa empati atau bukan.

Maka tak peduli apakah dirinya patut ikut campur atau tidak, Karma berlari.

Terus mendekati sang puan, lantas berteriak, "... Matteee!!!"

Tak!

Tangan si gadis ditarik paksa, akibatkan tubuhnya berputar ke belakang secara otomatis. Dirinya yang tak siap akan gerakan tiba-tiba itu pun limbung dan terjatuh dengan erangan tertahan.

Bruk!

Dan dirinya sukses menubruk tubuh sang pemuda.

"U-uhh ...." Ia meringis ringan tatkala rasakan sakit di kulitnya. Ah, sepertinya akan meninggalkan lecet. Tapi, apa pedulinya?

Masih dalam keterkejutan, si gadis justru kembali mendapatkan kejutan lain. Kendati dirinya masih belum dapat memproses apa yang terjadi, Akabane Karma justru memutar tubuhnya paksa hingga posisinya terbalik. Sekarang si pemuda-lah yang berada di atasnya.

Kepalanya terantuk, tapi bukan itu yang harus ia pikirkan sekarang.

Apa yang tengah dilakukan pemuda ini? Tindak kejahatan gaya baru, kah?

Namun, begitu kerah pakaiannya ditarik kencang ... sang puan dapat mengerti arti di balik guratan emosi yang terselip di balik wajah rupawan seorang Karma.

"KAU!! KAU PIKIR ..." Cengkraman Karma pada kerah sang gadis semakin erat, ia menatap nyalang gadis yang termangu di hadapannya itu. "... APA YANG SEDANG KAU LAKUKANNN ...?!!!"

Sekejap kemudian, netra sang gadis menggelap.

Ah, apa ini? Seorang hero yang berusaha menyelamatkan heroine-nya, kah? Heh. Lelucon yang bagus. Pikir sang gadis.[]

◇◆◇


❝ Hei, tolong jangan berlagak sok pahlawan. ❞

❝ Bodoh. Aku ini lebih hebat dari pahlawan, tahu. ❞

***

|Kianana15|
||2 Februari 2022||

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro